Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Bisa Pindah ke Lain Hati, Katamu

15 Maret 2018   20:29 Diperbarui: 15 Maret 2018   22:05 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay.

Aku tersenyum mengingatnya. Uuff.... tapi kejadian itu sudah lama. Aku menghela nafas kembali. Anganku kembali mengembara.

Dulu saat masuk kuliah, kebetulan ada mata kuliah yang sama. Meski kita beda angkatan, kita satu kelas. Tak ada tempat duduk lagi, selain tempat duduk di samping kamu. Sepertinya, teman-teman sengaja. Mereka kompak untuk menjodohkan diriku dengan dirimu. Dengan muka cemberut, aku terpaksa duduk di sampingmu. Lalu kamu berpura-pura cuek, sama sekali tak melirikku. Padahal aku tahu, kamu pasti tersenyum manis dalam hatimu.

Atau pada malam yang romantis, diteras rumah, kamu menyatakan cinta. Dan aku menerima cintamu. Indahnya malam itu, tak bisa aku lupakan.

Tapi, ah, sudahlah. Segera kuusir cepat pikiran masa lalu. Mengingatmu, sama seperti membuka lembaran usang yang tak ingin kubuka. Terlalu menyakitkan untuk diingat. Karena saat hampir menjelang lulus, kamu menghilang, tanpa suatu kabar sedikitpun. Kamu meninggalkanku. Aku patah hati.

"Come on Sava, please... you're fight! Aku bisa bertahan, meski itu tanpa kamu," seruku dalam hati.

Bila saja bapak dan ibu tak memanggilku untuk kembali ke rumah, aku sebenarnya malas untuk kembali ke kota ini. Bapak dan ibu sudah semakin tua. Tak ada yang menjaga, maka akulah yang harus menjaga mereka.

Di kota ini aku dilahirkan dan dibesarkan. Sebuah kota kecil, yang tentu saja aku cintai. Terasa nyaman bila aku berada di sini. Apalagi dekat dengan bapak dan ibu. Bukannya aku anak manja, meski aku anak tunggal. Aku memang merasa nyaman bila berada dekat dengan mereka, yang teramat sayang padaku. Beda sekali saat aku bekerja di kota lain kemarin itu. Pikiranku selalu cemas. Teringat bapak dan ibu.

"Sava, sudah makan belum? Ayo, makan dulu, temani bapak dan ibu. Lagian nanti makanan keburu dingin, nggak enak lagi disantapnya." Ada suara ibu sambil mengetok pintu kamarku. Membuyarkan lamunan.

"Iya ibu, tunggu sebentar, aku akan segera keluar." Sahutku dari dalam kamar.

Ketika kutemui bapak dan ibu di ruang makan, wajah mereka tampak serius, seperti ingin menyampaikan sesuatu.

"Sava, bagaimana pekerjaanmu di tempat yang baru? Kerasan, kan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun