Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jangan Berspekulasi dengan Hutang

3 Oktober 2024   11:42 Diperbarui: 3 Oktober 2024   14:11 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: alternatefinance.co.nz

Harus dimengerti kalau investasi itu sifatnya jangka panjang, sementara hutang itu adalah sesuatu yang harus dibayar sesuai perjanjian. Misal dicicil setiap bulan. Atau jika meminjamnya ke teman atau saudara, biasanya ada janji dari si peminjam bahwa uang akan segera dikembalikan. Meskipun pinjam uang ke teman atau keluarga, tidak ada ikatan kapan harus dibayar, namun pihak yang dipinjami pasti berharap hutang tersebut dibayar sesegera mungkin. Masalahnya, hasil investasi itu, selain sifatnya jangka panjang, juga tidak pasti.

Jadi, bagaimana bisa meminjam uang untuk berinvestasi dan berharap hasil investasinya dipakai untuk mencicil atau membayar kewajiban akibat berhutang? Apalagi jika tidak ada penghasilan lain untuk menutupi sementara waktu, sebelum investasinya menghasilkan. 

Selain itu, pinjaman ke lembaga resmi seperti institusi perbankan, pinjol entah itu legal atau illegal, pinjaman ke marketplace,dsj, pasti ada bunganya. Belum lagi denda jika terlambat membayar, dan juga bunga-berbunga akibat tidak mampu membayar tepat waktu. Apakah itu bisa tertutup dengan hasil investasi yang entah kapan dan sedikit banyak ada resikonya? Atau jika mengandalkan penghasilan bulanan dulu, apakah sudah diperhitungkan kalau cicilan pembayaran hutang tidak melebihi kemampuan? 

Belum lagi beban mental ketika ditagih sana-sini oleh debt collector.

Ujung-ujungnya? Investasi gagal karena terpaksa harus diberhentikan dan belum tentu balik modal. Sementara itu hutang tetap harus dibayar. 

Itu adalah contoh Keputusan investasi yang tidak bijaksana dan kurang perhitungan. Sepertinya ahli-ahli investasi perlu juga memberikan pembelajaran mengenai ini. Bukan cuma sekedar memberikan nasehat dan saran mengenai bentuk investasi apa yang menguntungkan.  

Resiko investasi?

Bagaimana jika investasi gagal sementara dana pinjaman yang dipakai untuk berinvestasi harus dikembalikan?

Sebagai contoh, katakanlah si A, tergiur untuk menanam modal pada tambak ikan. Dia pun meminjam uang dari bank. Eh ternyata setelah beberapa lama, tambak ikan tidak jalan, dan modal tidak kembali. Hal seperti ini bisa terjadi terjadi karena si pemodal tidak pandai menganalisa proposal investasi, kurang pengalaman, atau tidak cukup informasi mengenai bentuk investasi yang ditawarkan. Hasilnya uang hilang, tetapi hasil investasi tidak ada. Padahal dia harus mengembalikan uang pinjaman yang dipakai untuk modal investasi tersebut.

Contoh lain, si B, meminjam uang dari kerabatnya untuk disimpan di koperasi, dengan pertimbangan bunga simpanan di koperasi simpan pinjam lebih besar daripada di bank. Entah bagaimana ceritanya, setelah beberapa waktu, koperasi terindikasi miss management sehingga tidak dapat melakukan pembayaran dana kepada nasabahnya ketika jatuh tempo pembayaran. Padahal si B sudah berjanji pada orang yang dipinjami, akan mengembalikan uang setelah beberapa lama. Ternyata eh ternyata, koperasi itu tidak dapat memenuhi kewajibannya.  Dalam kasus seperti ini saya dengar sampai ada kasus ganguan kejiwaan akibat tidak siap dengan “kehilangan” uang tersebut. Mungkin beban mental karena sudah menggunakan uang yang seharusnya bukan untuk investasi. Entah itu hasil pinjaman atau dana yang seharusnya dialokasikan untuk hal yang lain.

Sebaiknya jangan berspekulasi dalam hal penggunaan dana untuk investasi. Sekali lagi investasi itu sifatnya jangka panjang dan ada resiko. Jadi jangan berhutang untuk berinvestasi. Lain soal kalau investasinya berupa “pertukaran” uang dengan sesuatu yang bendanya menjadi milik Anda dan dapat diuangkan lagi dikemudian hari. Misalnya membeli rumah. Rumahnya tentu bisa dijual lagi ketika di tengah jalan Anda tidak sanggup melanjutkan pembayaran cicilan hutang pembeli rumah. Beda soal juga jika bendanya berupa sesuatu yang nilainya akan turun dari waktu ke waktu. Misal kendaraan. Membeli kendaraan dengan cara mencicil tanpa menghitung kemampuan membayar cicilan, menurut saya bukan hal yang bijaksana. Kecuali kendaraannya itu nantinya akan dipakai untuk sesuatu yang menghasilkan uang. Itu pun tetap harus antisipasi jika hasil tidak sesuai rencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun