Mohon tunggu...
Vivi Tirta Wijaya
Vivi Tirta Wijaya Mohon Tunggu... Hoteliers - Mahasiswa

Salah satu penerima Beasiswa 50% STP Trisakti tahun 2016, prodi D4 Perhotelan - Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Valentine di Fiksiana] Memori yang Hilang

25 Februari 2017   22:14 Diperbarui: 25 Februari 2017   22:51 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak ada yang dapat menghapus kenangan-kenangan manis maupun pahit. Hanya ada satu cara agar kamu dapat menghapusnya, yaitu jika kamu hilang ingatan.

***

Jam wekerku kembali berbunyi di pukul 05:00. Jam bundar bergambar Doraemon ini selalu membangunkanku untuk pergi ke sekolah. Tak seperti hari-hari biasanya, hari ini rasanya aku sangat malas pergi ke sekolah. Mataku pun terasa berat untuk kubuka. Seketika pikiranku terlempar pada kejadian semalam.

"Aku tahu kamu selingkuh sama Nadia, cewek yang baru pindah sekolah dan sekarang sekelas sama kamu. Kamu kenapa sih selalu nyakitin aku?"

"Harus berapa kali aku bilang sama kamu, kalau aku sama Nadia itu cuma teman? Kamu jangan overprotective gitu dong."

"Cuma teman? Aku? Overprotective?" nada suaraku naik 1 oktaf mendengar kata-kata konyol yang keluar dari mulutnya. "Yang overprotective itu kamu. Aku cuma kerja kelompok sama Michael aja kamu udah marah-marah. Aku cuma ngobrol sama Andre aja kamu udah ngancem mau putus."

"Yaudah, sekarang kamu maunya apa? Putus? Yaudah kita putus."

Bajingan. Segampang itu kata "putus" keluar dari mulutnya.

Plak!!

Aku menampar pipi kirinya.

"Aku emang udah mau putus dari kamu. Aku capek. Selalu aku yang ngalah kalo kita berantem. Selalu aku yang minta maaf duluan tiap kali kita ada masalah. Keegoisanmu dan sifatmu yang temperamen buatku berpikir ulang, apa cowok yang selama ini aku cintai, pantas mendapatkan cintaku? Apa selama ini aku telah salah mencintai seseorang?" Penghilatanku mulai mengabur. Sepertinya air mataku sebentar lagi akan menetes keluar.

Sial. Bertahanlah sebentar lagi, Vi.

"Kudoakan, semoga kamu dan selingkuhanmu yang sekarang sudah berganti status menjadi pacar kamu, selalu langgeng dan berbahagia selamanya."

Tik.

Air mataku jatuh. Aku benci saat orang lain melihat air mataku. Aku harus pergi dari tempat ini. Tempat yang menyimpan banyak kenangan indah bersamanya. Tempat di mana aku menemukan cinta pertamaku sekaligus melepaskan cinta pertamaku.

"Tunggu, Vi. Tunggu.."

Aku tak menghiraukan ia yang terus-menerus memanggilku. Aku juga tak menghiraukan tatapan orang-orang disekelilingku. Aku berjalan secepat mungkin keluar dari pasar malam ini, menembus kerumunan orang, dan berlari menyeberang trotoar. Sudah terlambat, Edo. Aku tak akan jatuh ke dalam pelukanmu lagi. Itulah janjiku pada diriku sendiri.

***

Tok. Tok. Tok.

"Ayo sarapan, Vi. Sudah jam 5 lewat 10 menit ini. Nanti kamu terlambat ke sekolah loh," suara Mama membuyarkan lamunanku.

"Iya, Ma," aku beranjak dari tempat tidurku. Aku segera merapikan rambutku yang tergerai sepinggang, mengikatnya asal dengan ikat rambut berwarna pink sambil berjalan keluar.

Mama sudah menunggu di meja makan untuk sarapan bersama. Mama menyiapkan nasi goreng dan telur mata sapi sebagai menu sarapan hari ini. Aku selalu menyukai makanan yang dimasak mama. Walaupun terlihat sederhana, tapi tidak begitu dengan rasanya. Mungkin karena mama selalu memasaknya dengan penuh cinta.

“Kenapa matamu bengkak seperti habis menangis, Vi?” Mama langsung beranjak dari kursinya dan menghampiriku.

“Hanya sedikit bengkak, Ma. Mungkin aku tidak nyenyak tidurnya semalam,” kusunggingkan senyum yang sedikit aku paksakan. “Hanya saja, rasanya aku ingin menghilangkan ingatanku tentang dia, Ma. Aku ingin dia lenyap dari ingatanku.” Air mataku mengalir tanpa bisa aku tahan. Mama segera menarikku ke dalam pelukannya. Hatiku terasa sakit saat memikirkannya. 2 tahun yang kujalani bersama orang yang kucintai, terasa sangat memuakkan bila diingat kembali.

***

Menangis di pelukan Mama selama berjam-jam membuatku lebih baik. Mama tak hanya menenangkanku, namun juga mengizinkanku tidak masuk sekolah hari ini. Setelah sarapan, aku masuk kembali ke kamarku dan pikiranku langsung tertuju ke buku harianku. Buku harian yang kutulis sejak bertemu dengan dia. Aku mengambil pena yang selalu kuselipkan di buku harianku dan mulai menulis.

Jika cinta pertama tak berakhir bahagia

Izinkan aku tuk mencari cinta yang lainnya

Tanpa sedetikpun mengingat masa lalu

Karena aku tak ingin mengingatmu

*

Walau ada beribu ingatan manis tentangmu

Kan ku hapus segera dengan satu kenangan pahit tentangmu

Hanya untuk satu alasan

Agar aku tak kembali mencintamu

Cinta pertamaku

Kusobek halaman yang baru aku tulis tersebut dan kutempelkan di halaman pertama buku harianku. Segera aku tutup buku itu tanpa menyelipkan kembali penanya, karena aku tahu aku tidak akan menuliskan apapun di sana lagi.

***

6 bulan kemudian…

Akhir-akhir ini hujan turun hampir setiap pagi. Oleh sebab itu, aku tak pernah lupa membawa payung. Sekalipun pagi ini tidak hujan, aku akan menaruhnya di dalam tasku. Hanya untuk berjaga-jaga. Orang selalu bilang, sedia payung sebelum hujan.

Baru jam 7 pagi, aku masih punya waktu setengah jam sebelum aku berangkat kerja. Aku saat ini sudah bekerja di salah satu perusahaan travel agent di Jakarta sebagai travel consultant. Aku sangat menyukai lingkungan di tempat kerjaku. Mereka semua friendly dan mau mengajariku dengan sabar.

Kupejamkan mata dan kuhirup aroma kopi yang baru saja selesai kuseduh. Aromanya begitu harum dan menenangkan, namun juga menggairahkan.

Setelah aku menenggak habis kopi, akupun segera mencuci gelasnya dan segera bersiap ke kantor. Aku agak tidak sabar melihat karyawan baru yang mulai masuk hari ini. Aku dengar, karyawan baru ini akan ditempatkan di divisi yang sama denganku.

***

Aku tiba di kantor pukul 08.20. Setelah aku menempelkan ibu jariku di mesin absensi, aku pun segera naik ke lantai 2, tempat ruang kerjaku berada. Sesampainya di sana, aku melihat kak Putri, kak Diana, kak Rei, dan kak Dion sedang mengerumuni seseorang. Melihat kedatanganku, mereka semua langsung menoleh ke arahku. Aku jadi bisa melihat wajah yang sedari tadi tertutup oleh punggung mereka.

“Vivian?” sebuah suara memanggil namaku. Ia mulai berjalan menghampiriku.

Deg. Deg.

Entah mengapa jantungku berdebar-debar saat memandangnya berjalan ke arahku. Aku menghembuskan napas pelan, berusaha menormalkan debaran jantungku yang tak beraturan ini.

“Hai, Vi. Sudah lama nggak ketemu. Ternyata kamu kerja di sini,” katanya sambil tersenyum.

“Eh, hmm.. Apakah kita pernah kenal sebelumnya?” jawabku. Entah mengapa aku jadi gugup dihadapannya.

“Kamu nggak kenal aku?” tanyanya kaget.

“Maaf. Tapi, aku benar-benar nggak kenal kamu. Aku mengalami Retrograde Amnesia yang menyebabkanku tidak bisa mengingat masa lalu,” jawabku.

“Amnesia? Seberapa banyak memori kamu yang hilang? Kenapa kamu bisa mengalami amnesia?” tanyanya. Ada nada khawatir yang kutangkap dari suaranya.

“Aku kehilangan ingatanku karena kepalaku terbentur saat kecelakaan motor 6 bulan yang lalu, Aku hanya kehilangan ingatanku 3 tahun terakhir. Jadi, aku tidak bisa mengingat kejadian-kejadian selama 3 tahun terakhir aku berada di SMK,” jelasku.

“Oh. Pantes kamu nggak kenal aku,” raut wajahnya berubah sendu.

“Memangnya kamu siapa?”

“Baiklah. Kita bisa mulai lagi dari awal. Dimulai dengan perkenalan. Kenalin, namaku Edo. Kita dulu satu sekolah di SMK yang sama,” katanya sambil menjulurkan tangan kanannya.

“Aku rasa aku nggak perlu sebut lagi namaku,” jawabku sambil tersenyum padanya. Akupun menyambut uluran tangannya, bersalaman layaknya orang yang baru bertemu.

***

Hari demi hari berlalu seperti biasa di tempat kerja, tidak ada yang istimewa. Namun, entah apa yang mulai meracuni otakku, aku jadi sering memikirkannya. Perlakuannya sangat baik kepadaku. Ia juga sering mengantarkanku pulang, walaupun aku tahu rumahku dan rumahnya tidak searah, malah berlawan. Aku tersenyum memikirkannya. Ah, bahkan memikirkannya saja dapat membuat hatiku berdesir. Apakah aku menyukainya? Aku menggelengkan kepalaku cepat, berusaha mengenyahkan pikiran konyol itu. Aku melafalkan namanya sekali lagi, E-D-O. Kupejamkan mataku dan mencoba mengingat-ingat, apakah ada memori tentangnya yang dapat kuingat. Namun, sakit kepala itu datang lagi. Aku meringis menahan sakit yang luar biasa. Kusandarkan tubuhku di tepi ranjang. Tanganku menggapai sebutir obat yang berada di meja samping ranjang dan segera menelannya dengan air.

30 menit berlalu, namun sakit kepala ini masih belum hilang. Aku setengah mati menahan sakit kepala ini. Kenapa ini harus terjadi padaku ya, Tuhan? Apa salahnya bila aku ingin mengingat masa lalu? Apa salahnya bila aku ingin mengingat tentang dia? Air mataku menetes.

Di gelap malam yang penuh emosi

Aku berharap kau kan hadir di sini

Tuk mengisi kekosongan hati nan sunyi

Tuk menghapus rasa rindu yang mulai menghantui

***

Esok harinya, aku bangun dengan sangat lemas. Sakit kepalaku sudah hilang, namun mataku terlihat bengkak. Ah, bagaimana ini? Apa aku nggak berangkat kerja aja hari ini? Sebaiknya begitu. Ku buka handphone-ku dan ku kirim pesan kepada bos-ku bahwa hari ini aku tidak masuk kerja karena sakit.

Sent.

Aku keluar kamar dan seperti biasa, mama sudah menyiapkan sarapan. Aku langsung memeluknya erat dari belakang. Entah mengapa, aku merasa sangat ingin dipeluk. Mama langsung memutar badannya dan balas memelukku.

“Ada apa sayang? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini?” Mama mengelus-elus rambutku. Sangat nyaman rasanya.

“Ma, aku merasa menderita karena ingatanku yang hilang ini. Aku ingin kembali mengingat masa lalu, Ma. Bagaimana caranya?” aku memeluknya lebih erat dan kini aku sudah menangis terisak-isak di pundaknya.

Mama masih mengusap rambutku lembut. “Kamu nggak perlu ingat masa lalu kamu, Vi karena di masa lalu yang kamu tidak dapat ingat, ada seseorang yang kamu ingin lupakan.”

Aku terdiam. Berusaha mencerna kata-kata yang barusan dilontarkan.

“Satu hari sebelum kecelakaan, kamu menangis seperti ini dan bilang kalau kamu ingin melenyapkan ingatanmu tentang dia.”

“Dia?” aku mengulang kata terakhirnya. “Dia siapa, Ma?” aku melepaskan pelukanku dan menanti jawaban dari Mama.

“Namanya Edo. Mama baca buku harianmu setelah kamu hilang ingatan. Dan Mama menyimpannya karena Mama nggak ingin kamu mengingat masa lalu kamu yang menyakitkan.”

Deg.

Dunia serasa berputar. Aku kehilangan seluruh tenagaku dan jatuh terduduk di lantai. Kurasa, aku memang tidak bisa bersamanya. Aku harus membunuh perasaan ini sebelum aku jatuh terlalu dalam. Biarlah perasaan ini hilang bersamaan dengan memori yang hilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun