Esok harinya, aku bangun dengan sangat lemas. Sakit kepalaku sudah hilang, namun mataku terlihat bengkak. Ah, bagaimana ini? Apa aku nggak berangkat kerja aja hari ini? Sebaiknya begitu. Ku buka handphone-ku dan ku kirim pesan kepada bos-ku bahwa hari ini aku tidak masuk kerja karena sakit.
Sent.
Aku keluar kamar dan seperti biasa, mama sudah menyiapkan sarapan. Aku langsung memeluknya erat dari belakang. Entah mengapa, aku merasa sangat ingin dipeluk. Mama langsung memutar badannya dan balas memelukku.
“Ada apa sayang? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini?” Mama mengelus-elus rambutku. Sangat nyaman rasanya.
“Ma, aku merasa menderita karena ingatanku yang hilang ini. Aku ingin kembali mengingat masa lalu, Ma. Bagaimana caranya?” aku memeluknya lebih erat dan kini aku sudah menangis terisak-isak di pundaknya.
Mama masih mengusap rambutku lembut. “Kamu nggak perlu ingat masa lalu kamu, Vi karena di masa lalu yang kamu tidak dapat ingat, ada seseorang yang kamu ingin lupakan.”
Aku terdiam. Berusaha mencerna kata-kata yang barusan dilontarkan.
“Satu hari sebelum kecelakaan, kamu menangis seperti ini dan bilang kalau kamu ingin melenyapkan ingatanmu tentang dia.”
“Dia?” aku mengulang kata terakhirnya. “Dia siapa, Ma?” aku melepaskan pelukanku dan menanti jawaban dari Mama.
“Namanya Edo. Mama baca buku harianmu setelah kamu hilang ingatan. Dan Mama menyimpannya karena Mama nggak ingin kamu mengingat masa lalu kamu yang menyakitkan.”
Deg.