Siang yang cerah, terik panas matahari tepat di atas ubun-ubun, tak mengurangi antusiasme mahahasiswa angkatan 2010 Universitas Brawijaya berkumpul di lapangan rektorat untuk pelepasan dan pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang akan segera di mulai.
mahasiswa itu adalah aku, Viandra Rizal, mahasiswa angkatan 2010 dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan ilmu politik. Seperti halnya mahasiswa lain, aku pribadi juga antusiasme untuk KKN ini. Mengingat cerita keseruan dari seniorku satu kontrakan yang pernah bilang “KKN tak kan terlupakan dan kenangan cinta, kehidupan serta masyarakat akan melekat”.
Salah satuPembekalan dan pelepasan oleh Rektor Universitas Brawijaya selesai, Aku dan kelima anggota kelompokku sudah masuk mobil sewaan untuk menuju ke desa KKN kami. Desa yang lumayan jauh, di luar Kota Malang, tepatnya di Kabupaten Pasuruan yang berada di lereng gunung Bromo dengan budaya yang begitu mengakar.
“Bagus Yu di sana?” tanyaku saat mobil sudah berjalan menuju desa KKN kami.
“Diam wae, lihaten nanti” jawab Bayu salah satu teman akrabku.
Aku pun diam, menikmati perjalanan dengan pemandangan eksotis yang luar biasa. Rimbun daun pepohonan tinggi menjulang dari hutan, hamparan kebun, dan tinggi gunung, sungguh surga dunia yang pernah aku lihat.
“Nikmat Tuhan mana yang ku dustakan” Syukurku dalam hati.
Satu setengah jam terlalui, mobil kami sudah masuk jalan kecil yang muat satu mobil dengan jalan tanah berbatu. Hingga membuat mobil kami bergoyang, persis main komedi putar di pasar hiburan malam.
Ketidaknyaman itu terasa sekarang, bukan karena pemandangan buruk tapi karena jalannya yang membuat kami mual. Terutama Yayuk, teman kelompok dari Ilmu Komunikasi yang duduk di belakangku mual hingga muntah berceceran di mobil.
“Kenapa kamu Yuk?” tanyaku setelah mendengar suara Yayuk seperti memuntahkan sesuatu.
“Muntah loh, lihaten kakimu Ian”
Tiba-tiba bayu menyahuti setelah menengok ke bawah kursi melihat ada tumpukan nasi setengah giIing ada di bawah jok kursiku.
“Allah swt” teriakku.
“Maaf Ian? Mualku gak bisa di tahan” ucap Yayuk dengan mata berlinang air bukan karena sedih tapi efek muntah.
Aku tersenyum ke arah Yayuk, mahasiswi yang terkenal cantik. Bahkan teman sejurusanku ilmu politik angkatan 2010, hampir semuanya naksir dia.
“Tahu Yayuk muntah, kamu kok diam ae toh Fid!”
Bayu yang menengok ke belakang dengan posisi sama sepertiku kesal kepada Fida yang cuman diam sambil megangi pundak Yayuk.
“Diam katamu!?, Matamu kemanain Yu. Gak lihat ini lagi mijetin pundak Yayuk” sahut Fida dengan mata melotot ke arah bayu.
“Sudah!, perkara muntah aja ribut. Penting Yayuk gak apa-apa” ucapku melerai berdebatan mereka berdua sambil membalikkan badan ke arah depan untuk duduk. Begitu juga Bayu ikut membalikkan badan untuk duduk sepertiku.
Tak lama, setelah kejadian gilingan nasi tercecer akibat muntahan Yayuk, mobil berhenti tepat di sebuah gapura ekstetik cerminan budaya hindu dengan dua patung semar yang di atasnya bertuliskan “Desa Budaya Sriwiti”. Tapi ada yang aneh dari kedua patung itu, berasap wangi kemenyan seperti habis di sembahyangi.
“Nyampek Yu?” tanyaku saat mobil berhenti.
“Udah, ayo turun kabeh” jawab Bayu sambil mengajak semuanya untuk turun.
Sesuai instruksi Bayu, kami semua turun dengan tak lupa mengambil tas dan koper bawahan di bagasi mobil. Sedangkan mobil sewaan langsung kembali pulang dan menjemput sesuai tanggal kepulangan kami.
Mobil itu meninggalkan kami untuk memulai petualang baru melalui KKN yang akan mengubah perjalanan hidup dan cinta kami, terutama untukku. Sebuah kenangan KKN yang menjadi prinsip hidup dan cintaku hingga sekarang ini.
“Hanya pepohonan lebat hutan gini Yu, Mana desanya?” tanya Andri berdiri selepas mobil sudah pergi jauh.
“Bener Bay, kita KKN apa camping di sini?”.
Bilqis menyahuti sebelum bayu sempat menjawab pertanyaan Andri.
“Gimana se Bay? Kamu kan yang survey ke sini”.
Fida ikut-ikut bercerocos, menimpali karena memang dirinya juga kesal dengan Bayu saat Yayuk muntah di mobil tadi.
“Stop!. Cerocos semuanya” hardik Bayu.
“Desanya masih masuk jalan setapak lewat hutan jadi gak kelihatan dari sini” terangnya.
“Ooohhh”
Serentak aku beserta teman-teman menyahutinya sambil mengangkat tas dan koper yang kita taruh dibawah.
“Nunggu apalagi, ayo kita jalan” ajakku.
Kami semuanya memulai jalan kaki, memasuki gapura indah nan mistis penuh sesajen dan wangi kemenyan. Bayu berjalan memimpin barisan di depan, di susul Andri dan bilqis yang berjalan berdampingan.
Sedangkan Yayuk yang lemas di papah Fida di belakang Andri dan Bilqis. Sementara aku berjalan di belakang sendiri menjaga barisan agar bisa sigap ketika ada salah satu dari mereka membutuhkan bantuan.
“Jauh gak Ian?” tanya Fida sambil menoleh ke arahku.
“Aku sendiri gak tahu Fid” jawabku.
“Kasihan Yayuk, udah lemas sekali badannya” sahut Fida.
Mendengar itu, aku menambah laju langkah kaki, berjalan menyusul Fida dan Yayuk untuk membantu memapah.
“Sabar Yuk, mungkin sebentar lagi nyampek” ucapku sambil menyodorkan botol air minum.
Yayuk tersenyum ke arahku sambil tangannya menerima botol air minum itu.
“Makasi”.
“Aku mana Ian?”.
Fida yang melihat aku memberikan botol air minum kepada Yayuk, ikut-ikutan meminta.
“Hmmm, nih” jawabku sambil memberikan botol air minum.
Fida meringis ke arahku, menampilkan wajah kepuasaan karena berhasil mencuri keuntungan dariku.
Setelah beberapa lama kami berjalan, di depan nampak sebuah permukiman aneh dengan ada istiadat yang kental dan tradisional.
“Apa ini desanya?” pikirku dalam hati.
Sebuah desa di tahun 2013 masih tak tersentuh modernisasi dan teknologi. Bagiku aneh tentunya sebagai mahasiswa ilmu politik yang belajar pemerintahan juga.
Depan permukiman, kami di sambut seorang bapak tua, berambut ikal dengan jenggot lebat tumbuh di dagunya.
“Pak Ageng” panggil Bayu sambil berjabat tangan.
“Gimana perjalanannya mas Bayu?” tanya Bapak itu yang bernama Pak Ageng.
“Lancar Pak, dan ini anggota kelompok KKN saya” jawab Bayu yang juga memperkenalkan kami semua.
“Ini Pak Ageng Kepala Desa dan pembina kita nanti di sini”
Bayu memperkenalkan bapak Ageng sebagai Kepala Desa dan pembina kami selama melakukan KKN di Desa Sriwiti. Lantas, kami berjabat tangan satu persatu memperkenalkan diri sembari masuk ke dalam permukiman.
Sepanjang jalan masuk permukiman, kekagumanku dan keanehan bercampur jadi satu. Desa adat atau bisa di bilang desa budaya yang luar biasa, tak ada lampu hanya obor sebagai cahaya hidup di malam hari. Bangunan gedhek sebagai dinding dan jerami sebagai atap membuatku aneh dengan timbul sebuah pertanyaan pilihan “Apa bantuan pemerintah tidak ada atau memang kebijakan desa yang menjunjung adat istiadat?”.
Bagiku, pertanyaan masalah itu menjadi sasaran untuk project KKNku disini. Masalah yang selalu membuatku kritis dalam berfikir namun rendah dalam bernaluri hati terutama untuk cinta.
“Ini rumah tempat tinggal kalian semua selama di sini” ucap Pak Ageng.
Kami semua sudah sampai depan sebuah bangunan panggung berdindingkan gedhek yang akan menjadi tempat tinggal kami selama di sini.
Tak sabar untuk masuk, melihat ke dalam rumah. Takjub yang ku rasa, rumah berlantaikan tanah dengan ruang tamu luas yang memiliki hanya dua kamar saja di sebelah kiri dan kanan.
“Kalian semua jadi satu tidur di sini, mbaknya di sebelah kiri dan masnya di sebelah kanan. Jaga etika dan diri, ini desa adat dan berlaku hukum adat meski mayoritas penduduknya agama hindu” ucap Pak Ageng sembari pergi meninggalkan kami.
Bayu, Andri dan Bilqis langsung masuk ke kamar selepas Pak Ageng pergi. Sedangkan aku masih berdiri merasa cemas dengan kondisi Yayuk yang lemas.
“Fid, segera bawa Yayuk masuk ke kamar, kasihan udah lemas gitu. Lagian udah sore juga biar istrahat” pintaku kepada Fida.
“Kamu ini, udah kayak juragan beras, tukang perintah. Minta tolong gitu kek” sahut Fida sedikit kesal tapi menuruti perintahku membawa Yayuk.
Aku hanya tersenyum meringis mendengar itu sambil kedua mata melihat Fida dan Yayuk berjalan masuk ke kamar. Diriku memang menyukai Yayuk tapi entah Yayuknya menyukaiku atau tidak sebab kita berdua dekat tapi hanya teman.
Sesudah Yayuk dan Fida masuk kamar, aku juga berjalan masuk kamar. Di dalam, aku lihat hanya satu dipan untuk kamu bertiga tidur. Tapi untungnya dipan itu lumayan besar dan masih ada ruang untukku tidur di antara Bayu dan Andri.
Sore sudah berganti malam, aku terbangun dari tidurku. Ku lihat di sampingku hanya Andri yang lelap tidur. Sedangkan Bayu sudah tak ada.
“Mungkin sedang duduk menikmati malam” pikirku.
Aku bangun, berjalan untuk mengambil air minum. Namun saat hendak membuka selambu kamar, ku dengar jelas percakapan antara seorang laki-laki dan perempuan.
“Aku seneng awakmu, gelem jadi pacarku gak?”
Aku mengintip sedikit dari kelambu, rupanya Bayu dan Fida.
“Sepurane Yu, aku seneng ama Ian dan Yayuk dewe iku seneng awakmu. Aku gak bisa ngelarani teman Yu”.
Jantungku tak berdetak sebentar mendengar itu. Fakta hati jika Fida menyukaiku dan Yayuk menyukai sahabatku bayu. Sedih hati rasanya, tak bisa terekpresikan dalam kata. Cintaku untuk Yayuk tak terbalaskan.
Saat pandanganku teralihkan di selambu kamar perempuan, aku melihat seseorang yang juga berdiri di balik selambu sepertinya juga menguping percakapan Bayu dan Fida di ruang tamu.
“Apa itu Yayuk?. Sudahlah” pikirku.
Aku memutuskan kembali mencoba tidur, berpura-pura tak tabu tentang semua ini meski hatiku bersedih. Hingga Bayu datang ke kamar untuk tidur, tapi aku tetap berpura-pura tidur dan tak tahu fakta cinta tadi.
Hari pertama KKN sudah bisa membuka satu fakta cinta yang ku ceritakan. Apalagi 30 hari, pasti aku tulis semua cerita KKN ku dulu yang menarik sekali dari kelanjutan cintaku dan peristiwa yang terjadi saat KKN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H