Iyan tahu, ini salah. Tapi hatinya nyaman. Dia tak munafik akan itu semua. Sampai dalam hatinya pun terpanjat doa.
"Ujungkan cinta pada kebaikan sisi yang tepat, Tuhan" .
Keikhlasan!, bukan. Hanya sekedar doa akan ketepatan pilihan rasa pada segitiga sisi yang tepat.
Iyan yang berdiri di pagar rumah kos, tiba-tiba terkejut. Fida datang!, kedatangannya tak berkabar, memanggil "Mas" pada posisi masih duduk di motornya yang sama dengan kepunyaan Bilqis.
Kebetulan atau memang sudah di atur?, yang jelas realitasnya Fida datang ketika Bilqis sudah pergi yang membuat Iyan sedikit lega.
"Fida"
Panggilan yang Iyan ucapkan di tengah rasa lega berbalut ketakutan memikirkan kekecewaan Fida.
Raut wajah Fida sudah menunjukkan itu, rasa kecewa!. Dia mengendarai motor masuk ke parkiran sepeda di kos Iyan tanpa turun. Sementara itu, Iyan berjalan mengikutinya dari belakang sembari menutup pintu pagar.
Iyan tahu!, Fida kecewa. Dia hanya bisa mencoba membujuk guna melunakkan hati dengan membantunya melepaskan helm Fida yang sudah berhenti diparkiran motor kos.
"Duduk dulu, Fid" ajak Iyan untuk duduk di kursi depan kamar kosnya.
Tak menjawab, itu yang Fida lakukan. Berjalan menuju kursi saksi tempat kenyaman rasa itu di mulai bersama Fida.