Diluar sana Sungkono begitu dominan dalam memimpin arek-arek Suroboyo yang sedang mendidih dalam perang mempertahankan Surabaya. Ketika melihat para pasukannya mulai kendor ia naik ke mimbar untuk membangkitkan semangat para pejuang dengan berkata :
   "Aku akan melawan tentara sekutu meski sendirian" ucapnya.
   Perkataan itulah yang membuat rakyat kembali dibakar oleh semangat yang membara, perlawanan yang tadinya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, semakin hari semakin teratur. Di pusat kota pertempuran terjadi lebih dahsyat, banyak mayat yang bergelimangan di selokan, suara peperangan menggema di tengah gedung kantor yang kosong. Inggris tidak hanya menyerang kota kami dari satu sisi, mereka membombardir kami dengan meriam dari laut dan darat yang lantas melibatkan penduduk kami untuk ikut andil dalam peperangan sehingga menyebabkan ribuan warga sipil menjadi korban dalam serangan itu. Melihat rakyat yang mulai putus asa, sembari melawan para bala tentara, aku terus mempelopori serta memotivasi mereka sampai pertempuran berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
   Pertempuran ini berlangsung selama 3 minggu sebelum kami akhirnya kalah dan seluruh kota Surabaya jatuh ke tangan Inggris. Aku dan para pejuang lainnya yang masih hidup mengekor ribuan pengungsi untuk meninggalkan Surabaya dan selanjutnya menciptakan garis pertahanan baru dari Mojokerto di Barat sampai ke arah Sidoarjo di Timur.
                                                                   ~~~
   Setibanya kami di kamp pengungsian, dengan sigap anggota palang merah membantu para pasukan yang gugur dan terluka, tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan luka yang lumayan parah dan banyak juga yang mendapat luka ringan sepertiku. Seorang wanita yang merupakan anggota palang merah membantuku untuk menyembuhkan luka, ia terlihat begitu cantik dengan bulu mata lentik, bibir tipis serta pipi yang merona alami, tapi dia terlihat begitu cuek, tidak seperti kebanyakan wanita pada umumnya. Biasanya wanita yang berada di dekat ku akan mencoba untuk menarik perhatianku atau semacamnya. Perlahan secara tidak sadar aku selalu memperhatikan kebiasannya dari mulai dia yang selalu menyisihkan telur putih untuk dimakan terakhir ketika ia sedang makan sampai da yang baru aku tau ternyata merupakan salah seorang pecinta sastra.
   Melihat kecintaannya terhadap sastra, aku memiliki sebuah ide untuk mendekatinya. Aku menulis surat untuknya dan menitipkan surat tersebut lewat temannya, aku pikir dia akan bereaksi seperti yang aku harapkan ketika membaca suratku, tetapi ternyata tidak. Aku yang disitu sudah merasa kecewa pada akhirnya memilih untuk mundur.
   Berhari-hari aku mencoba mengalihkan pikiranku, dan disinilah aku sekarang, berjalan tanpa arah di sekitar kamp, ditemani semilir angin yang berpaduan dengan suara air sungai yang mengalir deras. Aku duduk di pinggiran sungai menatap langit senja yang mulai kehilangan sinarnya, cukup lama aku terduduk melamun sampai akhirnya ada seseorang yang duduk di sebelahku.
   Dia adalah Sulistina, gadis yang aku dekati belakangan ini. Oh Tuhan, kenapa disaat aku sudah merelakan perasaan ku dia malah datang kepadaku, lantas dia memberikan segelas teh hangat untukku.
   "Terima Kasih" ucapku.
   "Maaf aku sudah mengacuhkan mu selama ini" katanya tiba-tiba.