"Aku sangat senang dagangan ku habis hari ini, jadi aku bisa pulang lebih cepat" jawabnya tanpa memudarkan senyumnya sedari tadi.
   Anak laki-laki itu terlihat sangat manis dengan dua lesung pipi yang menghiasi wajah nya, bola mata hitam legam dengan bulu mata yang lentik ditambah alis nya yang tebal membuat anak tersebut terlihat sangat tampan. Sayang sekali anak di usia belia sepertinya sudah harus bekerja keras demi menghadapi kerasnya hidup, usia yang seharusnya ia nikmati dengan bermain bersama teman-teman nya sudah harus ia gunakan untuk bekerja keras.
   "Kalau begitu cepatlah pulang, ibumu mungkin sudah menunggu mu pulang sedari tadi" ucapku sambil mengusap kepalanya.
   Anak itu kemudian mengangguk bersiap meninggalkanku sesudah berkali-kali mengucapkan kata terima kasih. Tapi sebelum ia beranjak aku menahan lengannya dan memberikan soto yang tadi aku beli, biarlah hari ini aku merelakan soto yang sejak lama aku idam-idamkan, Aku rasa anak ini lebih bahagia jika bisa membawa pulang makanan yang bisa ia santap bersama keluarganya.
   Dalam perjalanan pulang aku berharap bahwa kelak anak tersebut bisa menjadi anak yang menjadi kebanggan kedua orang tua nya, dilihat dari kerja kerasnya sejak dini tidak dapat diragukan lagi bahwa ia adalah tipe anak yang akan mengerahkan segala kemampuannya demi menggapai apa yang ia cita-citakan.
   Semoga saja.
Â
SURABAYA, 1939
 Menjadi Redaktur mingguan pembela rakyat sekaligus Wartawan dan penulis pojok harian berbahasa Jawa membuat ku bertambah sibuk setiap harinya, bahkan tak jarang aku harus menghabiskan banyak waktu di kantor untuk lembur karena pekerjaan yang menumpuk. Belum lagi sebagai wartawan aku harus mendatangi narasumber secara langsung, bahkan terkadang setelah lembur sampai hampir dini hari, paginya aku harus pergi ke tkp untuk mencari tau lebih dalam apa yang sedang terjadi saat itu. Untungnya dari melakukan pekerjaan ini adalah aku dapat mengetahui lebih jelas tentang situasi yang terjadi saat itu, karena terkadang apa yang disiarkan kepada media hanya garis besarnya saja, tidak sampai ke akar-akarnya.
   Tumpukan kertas dan beberapa cangkir kopi yang sudah tandas tak bersisa memenuhi meja kerjaku, Aku memijat kepala yang mulai terasa pening akibat terlalu dipaksakan untuk bekerja. Waktu yang seharusnya dipakai untuk beristirahat malah kupakai untuk menyelesaikan pekerjaan ku yang menumpuk ini, belum lagi jika Aku pulang ke rumah besok ibu pasti akan mengomeli ku dengan sapu lidi yang bertengger di tangan nya, ia akan berceramah tentang Aku yang seharusnya jangan bekerja terlalu keras, jangan ini, jangan itu. Aku mengerti tujuan ibu baik, ia tidak ingin anaknya sakit karena kelelahan bekerja seperti yang sudah terjadi beberapa waktu yang lalu tapi mau bagaimana lagi, pekerjaan tetaplah pekerjaan tidak bisa diganggu gugat, mau dibayar apa aku nanti jika pekerjaan ku saja tidak selesai. Tapi pada akhirnya Aku tetaplah menuruti perkataan ibu walaupun beberapa hari kemudian pasti mengulang kesalahan yang sama. Dasar bebal.
SURABAYA, 1945