Aku yang mendengar ultimatum tersebut sangat marah mendengar apa yang dilakukan oleh Inggris, Sungkono yang saat itu sedang bersama ku pun sama geram nya, terlihat dari rahangnya yang mulai mengeras dan tangannya yang mengepal kuat.
   "Apa-apaan mereka!" ucapku dengan amarah yang tertahan. "Mereka pikir kita akan menyerah semudah itu?"
   "Kita tidak boleh sampai mematuhi mereka, kita harus membakar semangat rakyat agar mereka tidak terpengaruh dengan apa yang sudah dilakukan para sekutu." Sungkono menambahkan dengan amarah yang sudah memuncak.
   "Aku akan pergi ke studio siaran untuk memberi orasi kepada rakyat, aku akan membakar semangat mereka! Kau pergilah, kumpulkan para pejuang untuk persiapan esok hari"
   Aku duduk di kursi yang biasa aku gunakan untuk siaran, menarik nafas pelan kemudian mendekatkan mulut ku di depan pengeras suara. Diluar sana, para arek-arek Suroboyo mendekatkan telinga nya ke tepi radio, mendengarkan dengan seksama.
   Bismillahirrohmanirrohim..Merdeka!!!Â
   Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya.Â
   Kita semuanya telah mengetahui. Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang.Â
   Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan. Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka.
   Suara senapan dan riak kecil pengepungan sudah dilakukan sekutu sejak dini hari ini. Arek-arek Surabayo pun sudah berkumpul, membunuh dinginnya malam sambil menunggu seruan untuk bergerak. Berbagai pasang mata tetap terjaga, menunggu tank lewat dan menyergapnya dengan kilat Â
   Arek-arek Surabaya bersandar di puing-puing bangunan yang sudah hancur terkena mortir. Darah mereka semakin mendidik, menciptakan api dalam sekam yang membara tanpa ada arah. Mereka tak mau pergi, masih duduk dengan kepala panas yang siap menumpahkan lahar Gunung Semeru pada kolonial. Arek-arek Suroboyo memilih untuk berperang bersama Sungkono.