Mohon tunggu...
Vinsensius Sitepu
Vinsensius Sitepu Mohon Tunggu... -

Saya adalah alumnus Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara angkatan 2000. Lulus dari perguruan tinggi pada 2005, saat ini saya mengajar pada almamater dalam kapasitas asisten pengajar (lektor luar biasa) S1 dan D3 untuk mata kuliah perkembangan teknologi komunikasi dan jurnalistik media cetak. Selain gemar membaca dan menulis saya juga gemar berdesain grafis sejak SMU dan berpengalaman bekerja sebagai desainer grafis di beberapa media lokal dan komunitas, di antaranya Harian Global (2006-2008) dan Medan Weekly. Di media yang sama saya dipercaya sebagai redakur bidang teknologi informasi. Saya juga menyukai berdiskusi tentang berbagai bidang, seperti komputer, desain grafis, desain web, teknologi komunikasi, media massa, komunikasi, sosial politik, filsafat dan lain-lain. Bidang-bidang tersebut terkadang menjadi pilihan topik dalam berbagai artikel yang pernah dimuat di media massa. Saat ini saya sedang menempuh studi sarjana S2 di Universiti Sains Malaysia (USM) dalam studi komunikasi massa. Bersama beberapa sahabat saya mendirikan penerbitan independen di Medan, Mahapala Multimedia (www.mahapalamultimedia.com). Dalam tumbuh kembangnya lembaga berbasis komunitas ini menerbirkan beberapa buku, e-book, membuat dan mengembangkan situs web, dan desain corporate identity. Sebelum mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Sumatera Utara (USU), menulis adalah hal sangat sulit bagi saya, apalagi saya tidak suka aktifitas berdiskusi dan berinteraksi dengan orang banyak. Tetapi semuanya berubah ketika saya bergabung di Pers Mahasiswa SUARA USU (www.suarausu-online.com) pada tahun 2001. Di lembaga media ini saya belajar banyak hal mengenai seluk beluk menulis, khususnya jurnalisme. Ternyata menulis, tentu saja membaca memaksa saya ikut dalam aktifitas berbicara di depan orang banyak, karena dengan cara demikian muncul perdebatan mengenai topik yang hendak diangkat menjadi berita. Dalam diskusi pun saya banyak belajar mengenai pemikiran orang berbeda, mengadu wacana dengan berbagai ideologi dan cara pandangnya. Diskusi internal di lembaga itu merangsang saya menjajal kemampuan argumen dengan orang banyak orang, sembari mendapatkan aneka gagasan untuk menulis. Dan hasilnya memang luar biasa, ternyata gagasan menulis didapat dari kemampuan berinteraksi dengan banyak orang. Selama tiga tahun menjadi aktivis pers mahasiswa, hingga jabatan terakhir sebagai pemimpin redaksi, saya mulai bergelut dengan bidang yang paling saya minati. Meski sulit, saya memang harus memilih berbagai bidang yang memang saya kuasai, di antaranya komputer, desain grafis, teknologi komunikasi, kritik media, dan public speaking. Karena merasa nyaman di bidang-bidang tersebut, saya pun menulis tentang itu dalam bentuk artikel dan buku. Hingga saat ini ada sekitar 120 artikel lintas bidang dan 3 buku bertemakan komputer grafis. Di antaranya berjudul Membuat Animasi Alam dengan Corel Bryce, Elex Media Komputindo (2005). Saat ini saya sedang berkonsentrasi menjajal bidang ilmu komunikasi-media sebagai ajang menambah kompetensi saya di bidang yang menuntut kejelian pemikiran dan intelektualitas ini. Lebih dari 4 tahun saya mendalami bidang ini ada beberapa artikel yang sebagian besar hadir di media cetak lokal Medan. Blog ini juga memuat beberapa artikel yang pernah dimuat itu. surel: be_web2001[at]yahoo.com | ponsel: 085761597034

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rezim Soeharto: Kebebasan Pers Gelang Karet

5 Januari 2011   04:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:57 2035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Astrid Susanto, ia sendiri pernah jadi anggota Dewan Pers pada era rezim Orde Baru dekade 1970-an, minta tanggung jawab pers dalam melakukan pendidikan pada masyarakat, baik langsung maupun tak langsung. “Karena pers berada di ruang publik berarti pers harus bertanggung jawab pada publik.”

“Kalau dulu tanggung jawab yang besar tak diikuti dengan kebebasan yang besar, sekarang kebebasannya besar tapi tanggung jawabnya tak dipenuhi,” kata Susanto, mengacu pada zaman pers di bawah sensor Orde Baru (TAUFIK ANDRIE; Media Kepala Batu;   http://www.pantau.or.id/txt/25/02.html).

Benarkah terjadi press euphoria di Indonesia sekarang? Kenalan penulis itu pernah melakukan penelitian analisis isi pers Indonesia ketika berlangsung kampanye pemilu dan pemilu terakhir zaman rezim Orde Baru dan ketika banyak terjadi kerusuhan massal. Menurut dia, pers Indonesia waktu itu memang masih dipenuhi rasa takut (terrified) karena ancaman pembredelan. Lebih lagi TV, katanya, terlalu didominasi pemerintah. TV tidak banyak menayangkan kerusuhan. Pers juga selalu harus mendasarkan berita-berita politik pada sumber resmi. Tetapi ditambahkannya sudah banyak penulis yang vokal (outspoken) asal tak langsung mengritik militer dan Presiden Soeharto sekeluarga. Waktu itu ia meramalkan, akan terjadi perubahan besar dalam sistem komunikasi politik di Indonesia akibat masuknya jaringan internet global (cyberspace) yang elusive (sukar dijangkau oleh kekuasaan dan hukum Indonesia).

Mengapa para pengamat asing menilai seakan-akan ada euforia kebebasan informasi di Indonesia saat ini? Karena selama puluhan tahun media massa nasional terus-menerus “tiarap”. Sekarang sistem komunikasi otoriter sudah berhasil ditumbangkan oleh gerakan reformasi mahasiswa dengan dukungan media massa terutama media cetak. Kekuasaan absolut rezim Orde Baru ibarat sebuah bendungan raksasa yang tiba-tiba bobol oleh terjangan banjir besar. Maka meluaplah air yang selama ini terbendung.

Ihwal yang jelas adalah, tuntutan reformasi total membuat pers merasa pantas menjadi pelaksana reformasi (agent of reform). Sebagai salah satu pelaksana reformasi, pers juga pantas berperan sebagai kekuasaan keempat (the fourth estate). Implementasinya adalah anjing penyalak (watchdog) terhadap jalannya pemerintahan, pelaksanaan demokrasi, penegakan hukum dan HAM. Dasar hukumnya ada, yakni pasal 3 UU Pers yang masih berlaku, tentang hak kontrol, kritik dan koreksi (juga ada dalam RUU Pers yang baru).

Di zaman rezim Orde Baru, fungsi tersebut tidak dapat terlaksana karena adanya ketentuan perundang-undangan lain (pasal lain) dalam UU Pers dan kebijaksanaan (media policy) yang mematikannya, yakni pembatalan SIUPP atau pembredelan. Di zaman lampau itu, kebebasan pers (kebebasan komunikasi) sebagai salah satu HAM yang universal tidak terwujud karena dihambat oleh tanggung jawab pers kepada keamanan dan stabilitas kekuasaan.

Hingga kini pengaruh zaman rezim otoriter Orde Baru itu masih sangat terasa di bidang pers. Hal itu dapat dibuktikan dengan masih seringnya terjadi tindakan kekerasan terhadap wartawan oleh aparat keamanan dan oleh warga masyarakat. Kekerasan terhadap wartawan dan mahasiswa yang melakukan aksi damai mempunyai akibat yang berat. Di samping merupakan kejahatan (penganiayaan), juga menghambat terlaksananya reformasi dan melanggar HAM karena kebebasan berkomunikasi adalah HAM. Mujurlah, RUU Pers yang baru memberi wartawan akses yang luas (qualified privilege) kepada sumber-sumber informasi . Tindakan dalam bentuk apa pun yang bersifat menghalangi akses tersebut, apa lagi dengan kekerasan, pelakunya dihukum berat. Ketentuan baru tersebut memungkinkan pers merasa aman dalam memberitakan dan mengulas pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.

Selama masa rezim Orde Baru dalam pengamatan, pers tidak mampu mengangkat konflik yang terjadi di masyarakat sesuai realitas sosiologi. Ini terjadi karena pers selama ini dikooptasi oleh penguasa. Akhirnya pers pun gagal sebagai sistem peringatan dini terhadap sistem yang ada (Pers Partisan, Lahan Hidup atau Perjuangan?   http://aliansi.hypermart.net/1999/09/serba.htm)

Kebebasan dalam mendapat informasi dan kebebasan menyampaikan pendapat menjadi salah satu aspek yang dirasakan sangat penting dan menjadi hal yang paling dasar dalam rangka mewujudkan civil society, karena kita semua menyadari benar bahwa tanpa adanya jaminan kebebasan dalam memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat tidak akan pernah dicapai civil society dengan kadar sekecil apapun.

Informasi yang menjadi salah satu kunci proses menuju civil society bukanlah hal yang istimewa atau mewah sebenarnya, jika tidak ada mekanisme atau instrumen yang dijadikan suatu justifikasi oleh pemerintah dalam menjerat lawan lawan politiknya atau pihak pihak yang diangap membahayakan kekuasaan dari phak yang sedang berkuasa, seperti yang terjadi selama rezim orde baru berkuasa. Kita melihat begitu hebatnya management kontrol informasi yang dijalankan oleh rezim Orde Baru dalam membungkam semua pergerakan demi mempertahankan kekuasaan, jelas adanya fakta bahwa informasi dapat memberikan kontrol yang luar biasa besarnya dalam segala aspek (Ferry Kurniawan Sinergi Pers, Media dan Gerakan LSM menuju Civil Society   http://www.lsm.or.id/workshop/sinergi.html; Yayasan  Pakta).

Pemerintah Orde baru melalui Departemen Penerangan yang dipimpin oleh Harmoko banyak memainkan teknik-teknik propaganda akan kebijakan-kebijakan pemerintah kepada khalayak pada masa itu. Salah satunya adalah sistem komunikasi sambung rasa yang menekankan pada pentingnya usaha penerbitan pemerintah guna lebih terperinci dalam mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan pemerintah, di samping berita-berita yang disampaikan oleh   massa lainnya. Melalui penerbitan pemerintah diharapkan partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam usaha percepatan pembangunan nasional. Dan masyarakat lebih tahu banyak tentang kebijaksanaan, langkah-langkah maupun tugas-tugas pemerintah dalam pembangunan (Harmoko; Komunikasi Sambung Rasa dalam Pembangunan Nasional, Kumpulan Pidato, Sambutan, Pengarahan dan Ceramah Menteri Penerangan RI 1984; Deppen RI; 1985).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun