Mohon tunggu...
Viandra Fendhi Gunawan
Viandra Fendhi Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar menuntut ilmu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia Pengarang: Oemarsalim, S.H

14 Maret 2023   08:35 Diperbarui: 14 Maret 2023   08:56 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

6.KETENTUAN-KETENTUAN UMUM TENTANG SI PENINGGAL WARISAN DAN AHLI WARIS

Syarat-syarat bagi si peninggal warisan. Jika saat ini akan dijabarkan mengenai masalah syarat-syarat umum untuk pribadi orang yang meninggalkan warisan, maka yang dimaksud ialah hanya orang yang meninggalkan warisan dalam membuat suatu hibah wasiat. Tidak salah lagi bagi orang yang meninggal dunia dengan tidak membuat hibah wasiat adalah sudah wajar dengan adanya syarat-syarat untuk bisa menjadi sebagai peninggal warisan, maka dari masing- masing orang yang meninggal dunia tentu saja dianggap sebagai orang yang meninggalkan warisan bagi barang-barang milik yang ditinggalkan.

Ketentuan utama bagi seorang untuk bisa membuat hibah wasiat pada dasarnya adalah sama dengan syarat utama bagi orang yang melaksanakan perbuatan hukum pada umumnya, yaitu bahwa orang tersebut wajib dapat memastikan harapannya secara bebas dan merdeka. Apabila bisa dijelaskan bahwa, dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara Hukum Adat, Hukum Islam dan hukum Burgerlijk Wetboek. Akal sehat Hanya sebagai penjelasan dalam pasal 895 BW yang menentukan bahwa untuk membuat suatu hibah wasiat, orang harus mempunyai kemampuan berfikir secara normal. Kemampuan berfikir secara normal ini tidak ada pertama-tama terhadap orang yang sakit ingatan serta seseorang yang dalam keadaan sakit demam yang parah, menjelaskan berbagai masalah (lende koorts), atau pada seseorang yang baru mabuk setelah meminum minuman keras membuat suatu hibah wasiat, maka tentang sahnya hibah wasiat.

Hal ini berarti. jika seorang yang dalam kondisi demikian tersebut dapat ditentang oleh orang-orang yang berkepentingan, yaitu para ahli waris serta para yang mempunyai piutang dari orang yang meninggalkan warisan. Yang mempunyai piutang dari orang yang meninggalkan warisan. Pasal 446 ayat 3 BW menetapkan, bahwa seorang yang adalah mempunyai kekuasaan untuk membuat hibah wasiat, ada di bawah pengawasan curatele oleh karena pemborosan dapat disimpulkan bahwa seorang curandus yang diawasi berhubung sakit ingatan, sedikitpun tidak dapat membuat wasiat juga dalam keadaan yang bersangkutan kadang-kadang dapat berfikir dengan agak normal.

Dan juga tidak mempunyai kekuatan untuk membuat hibah wasiat apabila seorang yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Hal ini bisa disimpulkan dari pasal-pasal 37, 41, serta 43 dari staatsblad 1897--54 (Reglement Krankzinnigen Wezen atau peraturan mengenai orang sakit ingatan). Terdapat suatu ketetapan umum dalam BW, yang menye butkan bahwa hanya seorang yang telah dewasa saja yang dapat melakukan perbuatan hukum. Sedangkan pada pasal 897 BW disebutkan tentang hal yang menyimpang dari ketentuan umum ini, yakni bahwa seorang yang belum dewasa juga dapat membuat suatu testament dengan catatan ia harus telah berumur paling sedikit 18 tahun.

Menurut pasal 898 BW, untuk menetapkan apakah seseorang itu telah mempu membuat diperhatikan keadaan orang tersebut disaat testament tersebut dibuat. Namun jika dengan jelas keadaan orang tersebut saat sebelum dan sesudah membuat testament dalam keadaan sakit gila, jadi dapat disimpulkan bahwa saat ia membuat testament tersebut iapun sedang sakit gila. suatu keadaan, harus patuh pada peraturan umum tentang pembuktian. satu testament, haruslah

Namun untuk pembuktian Tidak ada kesalahan Suatu testament mungkin dianggap batal atau tidak sah, jika di dalam nya disebutkan suatu penyebab yang memaksa si peninggal warisan untuk memberi sesuatu terhadap seseorang, sedang dikemudian hari terdapat kekeliruan atas penyebab tersebut, serta jika diketahui oleh si peninggal warisan tentang kekeliruan tersebut sebelumnya penghibahan itu tidak akan dilakuka nnya. Hal ini sesuai dengan pasal 890 BW.

Namun biasanya suatu testament tidak terlalu diselidiki apa penyebab yang mendorong si peninggal warisan untuk menghibahkan barang tersebut. Seda ngkan kini, tentang penyebab tersebut menjadi syarat sesuai dengan pasal 890 ini. Contohnya: m isal si penghibah dalam testamentnya menyebutkan memberi suatu barang kepada si A, karena si Aini adalah anak angkatnya.

Namun ternyata kemudian yangdiangkat adalah si B dan bukannya si A, dengan demikian maka dapatlah dikatakan tahwa terdapat kekeliruan dimana menurut pasal 890 BW penghibahan tersebut dapat dianggap batal. Tidak ada paksaan atau penipuan. Hal mengenai tidak adanya paksaan serta penipuan ini pasal 893 BW menyatakan, bahwa suatu testam ent dia nggap batal jika dibuat dibawah ancaman atau penipuan.

Namun untuk ini wajib dibuktikan. Sampai sejauh mana dianggap terdapatnya unsur paksaan Secara analogi Hakim harus memperhatikan hal seperti ini ini wajib dibuktikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. berlaku bagi perjanjian pada umumnya (lihat pasal-pasal 1324, 1325, dan 1326 BW serta buku "Asas-asas Hukum Perjanjian" karangan Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, cetakan keempat halaman 30 dan 31).ARIQ Berlaku juga pasal 1327 BW yang menetapkan, bahwa telah tiada serta selanjutnya si peninggal warisan telah pembatalan tidak bisa dituntut, jika terhadap paksaan tersebut menerima dan menyetujui penghibahan tersebut, baik penyetujuan tersebut secara terang-terangan ataupun secara diam-diam.

Persyaratan bagi ahli waris. Para ahli waris harus sudah terlahir disaat meninggalnya si peninggal warisan. Ketentuan tersebut di atas ditetapkan bagi ahli waris tanpa testament pada pasal 836 BW serta bagi ahli waris dengan testament pada pasal 899 ayat 1 BW. Pengertian tentang sudah terlahir ini tidak hanya berarti "sudah dilahirkan" saja, akan tetapi juga berarti bayi yang masih dalam kandungan ibunya, karena kedua pasal tersebut menunjuk pada pasal 2 BW yang berbunyi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun