"Kenapa harus aku? Kenapa bukan kau?" balas Jani.
      "Sudah!!! Biar aku saja yang tanyakan!" hardik Ridan, membuat kaget kedua sejawatnya.
      Ridan menggerakkan jari-jarinya di atas layar gawainya, terdengar nada kirim lalu dia bergeming menunggu. Hampir satu menit kemudian terdengar nada pesan masuk yang dengan cepat dibaca lalu menatap kedua pria dihadapannya.
      "Bukan dikubur, tapi dikremasi," katanya singkat.
      "Kau bertanya pada siapa? Mawe?" tanya Jani.
      "Bukan, ke semua teman kita dengan fitur penyebar pesan ke semua orang tapi yang menjawab Catano. Hari ini keluarga Siya dan Mawe berangkat dari rumah ke rumah duka bersama rahib yang akan membawakan doa dan upacara berkabung    ."
      "Hari ini juga dikremasi? Di mana? Kenapa Catano mau ikut?" cecar Tuar.
      "Sebentar aku tanyakan detilnya dulu," jawab Ridan. Jari-jarinya kembali bergerak di atas layar alat komunikasinya, terdengar nada kirim, menunggu lalu bunyi nada balasan.
      "Catano tidak ikut, dia kebetulan ingat bertanya pada Mawe waktu melayat kemarin malam. Soal kapan dikremasi, dia tidak tahu. Tempatnya di rumah duka di pinggir kota," Ridan membaca pesan sambil bicara.
      "Aku tahu letak rumah duka itu," sahut Tuar.
      "Kau mau ke sana? Mau melihat jenazah Siya dibakar?" celetuk Jani.