Ramshad sama sekali tidak merasa terancam. Sebagai pria yang telah mengenal Taja sejak wanita itu berusia delapan belas tahun, kadang sesekali harus mengulur tali kendali dan membiarkan dia menang. Meski sering adu mulut, bukan berarti saling menyakiti. Justru ia cukup kaget dengan luasnya informasi Taja tentang dirinya. Benarkah Taja begitu sesumbar menguak pribadinya lebih dalam? Memikirkan hal itu, Ramshad berusaha menyembunyikan segaris senyum yang nyaris tampak di bibirnya.
“Baiklah, kau menang. Lagi pula, matahari semakin meninggi. Aku kerja dulu.” Ramshad bangkit. “Oh ya, sekadar mengingatkanmu, Nona Panglima. Jangan mengirim orang untuk mencariku, dan setelah kau ‘mati’, Ramshi milikku. Selamat tinggal. Nikmati tehmu.” Ia pamit sambil meraih gelas Taja dan meneguknya hingga teh di dalamnya tak bersisa. Sebuah ‘penghinaan’ kecil yang sering mereka lakukan jika sedang bersama. “Pelayan!” panggilnya pada seorang pemuda yang kebetulan lewat membawa baki.
“Ya, Tuan?”
“Dia yang bayar.” Telunjuk Ramshad mengarah pada Taja yang menatapnya sinis. “Sudah,ya.” Kedipan matanya menyudahi pertemuan mereka pagi itu.
Sesudah kepergian Ramshad, Taja memandangi sekitar. Banyak orang lalu-lalang. Kedai makan memang berada di wilayah pasar yang ramai dan menguntungkan sekaligus menjadi tempat berkumpul prajurit istana yang menginginkan menu lain selain menu dapur istana yang sudah terjadwal setiap hari.
Ia melihat kuda kesayangannya kini tunduk pada laki-laki itu sehingga harus memikirkan kuda pengganti. Kala sosok Ramshad menghilang terhalang kerumunan, seorang prajurit istana menghampiri dan menyerahkan sebuah kantong kecil.
“Tuan Ramshad memerintahkan saya untuk menyerahkan ini setelah dia pergi.” Kemudian prajurit itu pun berlalu tanpa menjelaskan apapun lagi.
Kantong berisi beberapa logam emas.
Taja tahu maksud Ramshad. Pria itu selalu bertanggung jawab atas segala tindakannya. Mungkin sebagai biaya makan pagi, minuman, juga kuda pengganti Ramshi. Yang jelas sikap dewasa Ramshad membuat persahabatan mereka tetap awet.
“Baiklah, Tuan Ramshad. Anggap saja ini investasi,” ucap Taja. Lagi-lagi senyumnya menyimpan rencana tersembunyi.
***