Dalam Tahshal al-sa'adah Al-Farabi dengan jelas menyatakan pandangan tentang sifat agama dan filsafat serta hubungan antara keduannya: Ketika seseorang memperoleh pengetahuan tentang wujud atau memetik pelajaran darinya jika dia memahami sendiri gagasan-gagasan tentang wujud itu dengan inteleknya, dan pembenarannya atas gagasan tersebut dilakukan dengan bantuan demonstrasi tertentu, maka ilmu yang tersusun dari pengetahuan-pengetahuan ini di sebut filsafat. Tetapi jika gagasan-gagasan- itu diketahui dengan membayangkannya lewat kemiripan-kemiripan yang merupakan tiruan dari mereka, dan pembenaran terhadap apa yang dibayangkan atas mereka disebabkan oleh metode-metode persuasif, maka orang-orang terdahulu menyebut sesuatu yang membentuk pengetahuanpengetahuan ini agama.  Jika pengetahuan-pengetahuan itu sendiri diadopsi, dan metode-metode persuasif digunakan, maka agama yang memuat mereka disebut filsafat populer, yang diterima secara umum, dan bersifat eksternal.
3. Teori Pengetahuan Al-Farabi Â
         Persoalan derajat kedalaman bukti merupakan tema besar dalam filsafat ilmu Al-Farabi, dia mempertahankan pendapat bahwa sebagian ilmu lebih utama daripada ilmu lainnya karena untuk sampai pada klaim-klaim kebenaran sekaligus membuktikannya digunakan metode-metode yang lebih sempurna. Konsepsi Al-Farabi tentang metode pembuktian dijumpai dalam teori logisnya yang terutama sekali berkaitan dengan silogisme.  Dalam beberapa risalah Al-Farabi istilah "silogisme" digunakan untuk pengertian lebih umum yang memasukkan argumen-argumen retoris dan puitik. Tujuan utama argumen-argumen retoris adalah untuk meyakinkan pendengar agar mempercayai apa pun dengan membuat jiwanya merasa puas dan sependapat dengan argumen-argumen itu, kendati tanpa mencapai keyakinan. Tentang argumen puitik hanya mencoba meniru objek melalui ucapan dan menghasilkan imajinasi dalam jiwa manusia sedemikian rupa sehingga mereka menginginkan atau menghindari suatu objek tertentuÂ
Basis Ontologis dan Etis Hierarki IlmuÂ
1. Basis ontologis Â
        Gagasan hierarki wujud yang diistilahkan Al-Farabi sebagai muratib al-maujudat, memperoleh rumusan penjelasan yang kaya dalam tulisan banyak pemikir besar sepanjang masa. Sebagaimana dinyatakan oleh Arthur O.Lovejoy, gagasan ini adalah "salah satu dari setengah lusin  praanggapan yang paling kuat dan paling bertahan dalam pemikiran Barat". Al-Farabi membahas doktrin hierarki wujud terutama dalam dua karya besarnya, yaitu al-Siyasat al-madaniyah dan al-Madinat al fadhilah. Istilah yang digunakan untuk wujud (maujudat) dan wujud-wujud itu mempunyai keutamaan yang bervariasi. Dalam salah satu skemanya, hierarki dengan urutan derajat kesempurnaan yang menurun di kemukakan sebagai berikut: a) Tuhan yang merupakan sebab keberadaan segenap wujud lainnya b) Para malaikat yang merupakan wujud yang sama sekali imaterial c) Benda-benda langit atau benda-benda angkasa d) Benda-benda bumi.
Atas dasar tiga skema klasifikasi wujud yang berkaitan erat ini basis ontologis hierarki ilmu Al-Farabi dapat disusun sebagai berikut:
a) Materi Subjek Metafisika Ilmu filosofis tertinggi adalah metafisika karena materi subjeknya berupa wujud non fisik mutlak yang menduduki peringkat tertinggi dalam hierarki wujud. Dalam terminologi religius, wujud non fisik mengacu pada Tuhan dan Malaikat.
b) Materi Subjek IlmuÂ
Kealaman Posisi terendah dalam ilmu-ilmu filososfis ditempati ilmu alam karena materin subjeknya terdiri dari benda-benda bumi, yang menduduki derajat terendah dalam hierarki wujud. Al-Farabi membagi benda-benda alami, benda-benda bumi, kedalam tingkat-tingkat berikut: (1) binatang rasional, (2) binatang tak rasional, (3) tumbuhan, (4) mineral, dan (5) gabungan keempat unsur. Dari materi ini muncul benda-benda alami, yanitu empat unsur: Api, Udara, Air dan Tanah.Â
c) Materi Subjek MatematikaÂ
Ilmu-ilmu matematis dan ilmu politik agaknya menduduki sejenis posisi antara yang berada di tengah metafisika dan ilmu alam. Umtuk memahami alasannya, perlu diidentifikasi materi subjek masing-masing ilmu ini dan ditunjukkan bahwa materi subjek itu berupa wujud-wujud yang secara ontologis berada diantara wujud-wujud yang dikaji oleh metafisika dan benda-benda alami yang dikaji oleh ilmu alam. Â Â