"Bukan begitu mas... aku hanya.." belum selesai Aime berbicara tiba-tiba Sujatmo memotong perkataannya itu.
"Cukup... aku kecewa engkau berubah Aime. Aku sudah bersamamu selama 25 tahun, tepat di tahun yang sama juga aku aktif untuk pertama kalinya di organisasi politik. Dan pada saat berkenalan denganmu aku terpesona denganmu karena engkau selalu mendukung orang-orang yang berideologi kuat." Sahut Sujatmo
"Mas kau harus tau kondisi dan budaya di negeri ini, negeri ini tidak akan cocok dengan ideologimu mas..." jawab Aime
"Istriku selama kita bersama engkau selalu mendukung segala ide dan pemikiranku. Engkau selalu antusias jika aku memiliki pandangan-pandangan baru tentang politik. Namun sekarang, engkau tidak setuju padaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, istriku. Namun satu hal yang kutahu, aku lebih mementingkan rencanaku ini daripada aku harus mempertahankanmu!" jawab Sujatmo.Â
Aime sangat terkejut mendengar hal itu, ia tidak menyangka suaminya dengan tega mengatakan itu. Aime berpikir bahwa semua yang ia lakukan selama ini adalah sia-sia untuk suaminya, ia sudah memberikan seluruh tenaganya untuk mendukung apapun yang dilakukan oleh suaminya. Aime lalu berkata pada suaminya, "Mas... setelah sekian banyak dukunganku padamu, engkau sekarang malah ingin meninggalkan aku, mas jika saja kamu tahu aku melakukan ini demi keselamatanmu dan keselamatan jutaan orang lainnya."
Sujatmo pun menjawab dengan pedas, "Aime, hubungan kita sudah berakhir disini, setelah puluhan tahun kita bersama namun kali ini kau sudah tidak mendukungku lagi. Kamu menganggap aku meninggalkanmu, tapi justru kamulah yang menghianatiku dengan peristiwa ini. Aku sangat kecewa dengan sikapmu ini Aime... mulai sekarang kita berpisah!"
'Mas......" kata Aime.
Setelah itu Sujatmo pun berpisah dengan istrinya, Aime. Setelah 25 tahun mereka bersama.
 Sujatmo pun melanjutkan rencananya itu, ia lalu pergi dari rumahnya, meninggalkan anak-anaknya dan bersiap melancarkan rencananya itu pada lusa setelahnya. Ia menginap di kantornya dan dengan fokus benar-benar mempersiapkan rencananya itu. Pada tanggal 1 Oktober 1965, subuh-subuh jam 3 pagi ia baru selesai memikirkan rencananya itu. Pada siangnya ia mengomando pasukannya di suatu tempat tersembunyi di Jakarta. Dengan baik ia melakukan strateginya itu agar besok pada malam harinya bisa melakukan revolusinya itu. Segala persiapannya sudah siap hingga jam 8 malam. Pada jam 12 malam di kantornya ia berbincang kepada Harun dan Broto terkait rencananya sesudah revolusi ini dilakukan jika berhasil. Sujatmo akan menjadikan Harun Sekjen partainya dan Broto akan menjadi menteri luar negerinya. Pada 2 Oktober 1965 jam 2 lewat 21 subuh ia masih berbincang. Sujatmo merencanakan kudetanya itu di tanggal 3 Oktober 1965. Namun seketika... Dorr, ada suara tembakan yang terdengar menyerbu markasnya. Tiba-tiba pintu didobrak dan banyak tentara menyerang markasnya, perang pun tak bisa dihindarkan. Terlihat Tentara Keamanan Rakyat menyerbu markasnya. Tampaknya pemerintah sudah mengetahui rencananya. Ia berpikir siapa anggota partainya yang membocorkan rahasianya. Kemudian ia kabur menggunakan mobil bersama rekannya, serta dikawal oleh sedikit tentara. Saat ia kabur menuju ke jalan raya, tiba-tiba jalan raya sudah diblokade oleh banyak tentara. Terjadi pertempuran sengit antara tentara dan pengawal pribadinya. Sujatmo berlari kabur ke arah hutan, tetapi sial, kakinya terkena tembakan sehingga ia terjatuh dan tak bisa berlari lagi. Akhirnya ia ditangkap oleh tentara namun Harun bisa lolos kabur ke hutan, sementara Broto tertembak di bagian kepala dan langsung mati ditempat. Sujatmo lalu dibawa ke pengadilan dan diadili bersama dengan orang-orang partainya yang masih hidup. Ia mendapatkan hukuman mati dengan cara diberondong oleh senapan. Namun, sebelum meninggal ia diberi 1 kesempatan terakhir untuk memperoleh keinginannya. Namun, Sujatmo hanya bertanya siapa yang membocorkan informasi terkait rencana revolusinya. Dan hakim pun mendatang kan seseorang, dan seseorang itu adalah.... Aime, mantan istri dari Sujatmo
Sujatmo dengan terkejut berkata, "Aime... tidak kusangka ternyata engkau adalah seorang penghianat yang keji, engkau tega menusukku dari belakang dan membuat mati para pendukungku."
Aime berkata, "Mas, sebenarnya sudah sejak lama aku tidak setuju pada gagasanmu itu. Sejak engkau kembali dari kuliahmu di luar negeri, engkau adalah seseorang dengan paham politik yang sangat berbeda, tetapi aku masih menerimamu. Aku menerima jiwamu dan segalanya terkait dirimu kecuali pandangan politikmu, itu sebabnya aku melakukan ini daripada rakyat yang lebih banyak yang kau korbankan. Selamat tinggal mas, aku sungguh-sungguh mencintaimu."