Mohon tunggu...
Habib Alfarisi
Habib Alfarisi Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rezim Internasional, Konsep Dasar, Pengertian dan Studi Kasus

20 Januari 2020   23:34 Diperbarui: 20 Januari 2020   23:43 25007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal tersebut dikarenakan kedua pemerintahan dari kedua negara yaitu Cina dan Indonesia tidak ingin berlarut secara lama lama dalam konflik tersebut, mengingat Cina merupakan partner strategis Indonesia terutama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Indonesia tentu tidak mau kehilangan peran Cina dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Begitu juga Indonesia di mata Cina yang merupakan ladang investasi Cina. Konflik antara kedua negara yang terus berlangsung tentu akan berefek kepada hubungan diplomatik kedua negara.

Adanya rezim internasional terutama yang mengatur soal hukum kelautan yaitu UNCLOS atau United Nation on Law of the Sea yang dibentuk pada tahun 1982 tidak menjamin secara keseluruhan bahwasannya konflik perebutan wilayah laut akan sirna, melainkan hadirnya rezim internasional seperti UNCLOS bertujuan untuk melindungi negara dari konflik yang berkepanjangan dan dapat merusak perdamaian serta hubungan negara tersebut dengan negara lain. Konflik antara Cina dan Indonesia dapat diselesaikan dengan adanya itikad baik kedua negara dan juga dengan hadirnya UNCLOS.

Peran UNCLOS hanyalah sebatas untuk menetapkan wilayah kelautan yang dapat diklaim oleh suatu negara berdasarkan wilayah daratannya. Menjaga serta melindunginya merupakan tanggung jawab negara masing-masing. Oleh karena itu dapat dikatakan Indonesia sudah dapat menunaikan tanggung jawabnya dengan baik dengan melakukan pendekatan secara diplomatik untuk mencegah konflik yang berkelanjutan dengan partner strategisnya yaitu Cina. Indonesia tidak ingin kehilangan Cina dan sebaliknya akibat konflik tersebut.

Analisis ini menimbulkan pertanyaan lain yaitu "Mengapa Cina ingin mengklaim Natuna yang notabenenya merupakan wilayah Indonesia?". Hal tersebut tentu dapat dianalisis dengan pendekatan konstruktivisme. Penulis menegaskan bahwasannya pendekatan Konstruktivisme merupakan pendekatan yang menekankan kepada unsur kognitif suatu negara seperti ideologi, kepercayaan, budaya serta arus informasi yang masuk ke negara tersebut.

Menurut buku yang ditulis Sukawarsini Djelantik disebutkan bahwasannya Laut Cina Selatan (Natuna berada dalam wilayah Laut Cina Selatan) merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam (Djelantik, 2015). Sumber daya alam tersebut termasuk ikan yang berlimpah dan yang paling penting adalah minyak. Cina berusaha untuk mendapatkan Laut Cina Selatan sepenuhnya untuk menguasai sumber daya alam yang ada di sana berdasarkan informasi yang mereka terima, walaupun secara tidak langsung langkah yang diambil oleh pemerintah Cina dikeatahui akan mendapatkan tentangan dari banyak negara. Namun langkah tersebut tetaplah diambil oleh Cina dan diikuti oleh para pasukannya.

Cina merupakan negara yang memiliki paham Konfusianisme. Paham Konfusianisme memiliki prinsip untuk mematuhi orang tua dan tidak memperbolehkan seseorang untuk membangkang orang tuanya sendiri. Jika tidak, maka terdapat hukuman yang keras bagi mereka yang durhaka terhadap orang tuanya sendiri. Orang Cina sendiri sudah menganggap bahwa negara seperti orang tua sendiri. Maka daripada itu, pasukan Cina dipastikan loyal terhadap para pemimpin negaranya dan menganggap negaranya harus Berjaya. Oleh karena itu, Cina selalu dengan percaya diri untuk melakukan langkah-langkah yang kontroversial seperti klaim atas Laut Cina Selatan.

Selain daripada hal tersebut, pandangan realisme menyebutkan bahwa langkah yang dilakukan Cina berkaitan dengan hegemoninya di Asia Tenggara guna mengalahkan Amerika Serikat sebagai negara Super Power dan berusaha menggantikan AS. Cina sedang gencar gencarnya melakukan industrialisasi terutama di bidang militer. Agar menjamin keamanannya, Cina memerlukan sumber daya alam yang lebih banyak guna menggantikan AS sebagai negara super power.

Walaupun Cina mengetahui dengan jelas bahwasannya tindakannya akan melanggar prinsip UNCLOS, langkah tersebut tetap saja dilakukan. Perlu ditegaskan bahwa rezim internasional hanyalah sebatas norma dan negara tidak wajib mematuhinya. Negara masih memegang kekuasaan tertinggi atas dirinya dan pasti mengetahui secara detil agar bisa bertahan hidup dari segala bentuk ancaman yang mungkin terjadi di masa depan. Walaupun Cina gagal dalam mendapatkan klaimnya, Cina telah menunjukkan kepada dunia bahwasannya terdapat "A New Rising Super Power", bahwasannya Cina telah terbangun dari tidurnya yang Panjang dan naga tersebut sedang terbang menuju langit walaupun banyak yang menghalanginya.

Analisis Neoliberalisme mengatakan bahwasannya Cina berusaha untuk memaksimalkan keuntungannya di Laut Cina Selatan dengan menggunakan celah klaim atas sejarah di Laut Cina Selatan. Laut Cina Selatan merupakan laut paling strategis dan menguntungkan, terutama wilayah Natuna. Laut ini menjadi perairan paling padat di dunia, karena dilewati beribu-ribu kapal tiap tahunnya (Associated Press, ROBIN McDOWELL, July 21, 2011.). Hal tersebut memotivasi Cina untuk menggunakan celah yang ada di rezim internasional untuk keuntungan pribadi, yaitu untuk menambah pemasukan pribadi Cina dengan menjadi penguasa tunggal di wilayah tersebut.

5.1 Non-Nuclear Proliferation Treaty dan Iran

Non-Nuclear Proliferation Treaty atau Perjanjian untuk tidak mengembangkan nuklir merupakan perjanjian yang ditujukan untuk menjaga perkembangan senjata nuklir di dunia internasional, yang dibentuk pada tahun 1965 sampai 1968 di Jenewa, Swiss (mimirbook.com). Perjanjian ini merupakan usaha dunia untuk menjaga umat manusia dari kepunahan massal akibat nuklir. Seperti yang diketahui bahwasannya nuklir merupakan senjata yang paling mematikan yang pernah diciptakan oleh manusia. Dalam hiutngan menit, dapat menghabisi semua nyawa dalam satu kota. Tentu penggunaan senjata nuklir yang berkelanjutan akan membahayakan bagi umat manusia sendiri, terlebih setelah apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Jepang pada pengeboman Hiroshima dan Nagasaki untuk mengakhiri Perang Dunia II.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun