Lamun sira sekti, ojo mateni (meskipun kamu sakti, jangan sekali-kali menjatuhkan). Lamun siro banter, ojo ndhisiki (meskipun kamu cepat, jangan selalu mendahului). Lamun sira pinter ojo minteri. (Meskipun kamu pintar, jangan sok pintar) -Jokowi -
Saya bukan orang yang sembarang mengkultusan seseorang secara “buta”. Diantara banyak sosok yang saya kagumi, Joko Widodo adalah sosok yang saya kagumi (tidak pakai kata cukup), sekalipun beberapa tulisan saya ada yang mengkritik (tepatnya mengingatkanya) dalam kapasitasnya sebagai Presiden maupun karena ulah para pembantu-pembantunya (menteri atau setingkat menteri) termasuk orang terdekatnya yang tidak terlepas dari tanggung jawabnya, tidak sama sekali mengkritiknya secara pribadi.
Terlepas dari kekurangannya sebagai manusia. Sosok Jokowi Widodo, selain merupakan putra terbaik Indonesia, saya menghormati dan menjulukinya “Miracle Man” atau “Pria Ajaib”. Karena kepribadiannya yang unik yang sulit saya bandingkan dengan politisi lain sepanjang sejarah Indonesia. Sekalipun ada, dapat kita bedakan dengan menempatkannya secara jujur pada periodisasi atau masa perjalanan bangsa ini sejak kemerdekaan, terlebih pada era reformasi.
Anda pasti sudah mengetahui track record sosok jokowi. Namun senang saya membaca berbagai literatur bahkan berita, mendalami sera mengulas lagi secara ringkas sebagai catatan atau pengingat saya pribadi dalam ilmu perbandingan politik (Politik komparatif) yang saya pelajari. Untuk memahami sosok unik ini dibandingkan tokoh politik lain baik di Indonesia maupun di Negara lain.
Saya rasa tidak ada yang menyangka, pria kelahiran solo ini, tanpa modal pengalaman politik yang mumpuni dan kepopuleran yang belebihan sebagaimana para Priyayi atau berdarah biru yang menegacu pada suatu kelas sosial golongan bangsawan. Bukan juga tokoh atau keturunan tokoh yang terkenal di republik ini, baik pejuang, tokoh militer, pejabat, pemuka agama bahkan bisa juga dikaitkan kelompok “selebritas” yang dalam KBBI diartikan sebagai orang yang terkenal atau masyhur. Karirnya politiknya melejit dengan ajaib di kancah politik Indonesia.
Silahkan anda analisa sendiri, rekam jejak politisi yang “loncat kelas” (melejit dengan cepat) dari walikota solo, gubernur jakarta hingga menjadi pemimpin Negara ini selama dua periode.
Jika konstitusi mengizinkan seperti halnya Soekarno sang proklamator sekaligus presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat sebagai presiden sejak 1945 hingga 1967. Namun empat tahun sebelum lengser kedudukannya, Soekarno sempat dinobatkan sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS pada 1963. Hal itu berdasarkan sidang MPRS dan tertuang dalam ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963. Maka bisa saja, Jokowi dapat mengulang sejarah yang sama, bila kondisinya sama.
Kesempatan memperpanjang kepemimpinannya sebagai Presiden Indonesia, dengan bermodal dukungan masa (basis masa) yang besar di Indonesia, lewat pengaruhnya dapat saja mengademenkan konstitusi untuk tujuan tersebut. Namun sebagai warga negara yang baik, ia patuh dan tunduk pada konstitusi dan tidak berambisi sedikitpun.
Saya berusaha menganalisa secara runut untuk menebak teka-teki manuver politiknya untuk Pemilu 2024 nanti.
Pengaruh Jokowi