Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perjanjian PBB dan NATO yang Menyebabkan Semakin "Arogan"

6 Februari 2022   13:02 Diperbarui: 6 Februari 2022   15:05 11927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boleh lah menganggap negaranya dan sekutunya menjadi polisi dunia, adikuasa dan adidaya dan adi segalanya. Namun UN atau PBB sebagai organisasi internasional yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional. Sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan didirikan setelah Perang Dunia II untuk mencegah terjadinya konflik serupa.

Pada saat didirikan, PBB memiliki 51 negara anggota; saat ini terdapat 193 anggota, Memiliki perangkat dan badan yang menempati tempat terhormat mewakili anggotanya untuk menjaga perdamaian dunia salah satunya, dan tentu aspek lainnya.

Sehingga terkait dengan Arogansi  Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang kerap bersebrangan dengan USA dan sekutunya, sejak perang dingin hingga saat ini. Dalam persoalan invasi milter ke Ukraina kini. Saya akan ulas menjadi satu artikel, namun dengan penekanan pada peranan NATO dengan atau tanpa restu PBB. 

Saya sengaja menyoroti peran NATO yang terindikasi menjadi tetaranya PBB dan lewat resolusi Dewan Keamanan kepada mereka, membuat Nato semakin "Besar Kepala" di dalam melakukan apa saja yang menurut mereka patut dilakukan untuk melindungi negaranya, anggota dan aliansinya tanpa memperhatikan piagam PBB dan konvesi internasional yang juga turut ditandatanganinya.

Ok saya nyinggung sedikit dulu Masalah Rusia-Ukraina. Sebenarnya Sejak Januari tahun 2021, publik rusia khususnya media sudah menyoroti apa yang akan dilakukan putin terhadap Ukraina. Dilansir dari laman aljazeera-com (31/01/2021). Dengan judul "How are Russian media outlets portraying the Ukraine crisis?".  

Sebelumnya, pada Bulan Desember 2021, Moskow menyampaikan serangkaian ultimatum kepada anggota kunci NATO, Amerika Serikat, di antaranya memaksa NANTO berjanji tidak akan pernah mengizinkan Ukraina menjadi anggota. Namun AS dan NATO telah menolak permintaan itu. Akibatnya kita bisa memahami apa yang dilakukan pasukan NATO yang diterjunkan di Ukraina. Dalam soal kesepakan Anggota Nanto akan di bahas di bagian lain artikel ini.

Namun saya sudah mendapat kesimpulan pribadi dari pemberitaan Aljazeraa tersebut, bahwa sekalipun Kekuasaan Rusia Bersatu secara resmi meminta pemimpin negara itu untuk secara terbuka mempersenjatai Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk yang separatis, pro-Rusia. Namun artikel melalui situs stasiun radio independen Echo of Moscow, Lev Schlossberg, seorang politisi dan anggota partai Yabloko yang liberal, mengatakan dia percaya bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin memainkan permainan yang sangat berbahaya dengan NATO, karena aliansi itu tidak mungkin mundur atau sebaliknya.

"Apa tujuan ultimatum Rusia, yang jawabannya hanya bisa berupa penolakan yang tak terelakkan?" tulisnya, menambahkan bahwa Putin bisa terjebak karena jika pemimpin Rusia ingin memnfaatkan penolakan NATO sebagai dalih untuk perang, dia akan menanggung taruhannya "lebih tinggi dari yang diizinkan dari sumber daya yang dimilikinya".

Schlossberg mendesak Putin untuk mencapai kompromi dalam "negosiasi nyata, di mana Anda harus mempertimbangkan kepentingan semua orang, dan bukan hanya kepentingan Anda sendiri". Katanya

Beberapa di antara oposisi Rusia percaya bahwa peningkatan ketegangan dengan Ukraina dan Barat pada dasaranya akan memiliki danmpak berupa ancaman dari luar, dan semua itu untuk menunjukkan "keuntungan" bagi Putin sebagai seorang pemimpin dunia.

Sehingga sekalipun keteganga politik Rusia dan Ukraina akan tetap berlangsung, sekalipun telah atau akan terjadi kesepakan antara NATO dan Rusia, khususnya dengan Ukraina. Namun  dalam masalah invasi Milter dalam kurun waktu yang kita sendiri tidak tahu. Kemelut Rusia dan Ukraina secara politik akan terus belangsung, baik dengan menggerakan milisi pro rusia yang akan bermain senyap atau menekan Ukraina dalam meja perundingan dan tekanan politik dan ekonomi bila perlu. 

Sampai bagian ini, saya yakin sekalipun citra satelit Amerika Serikat telah mendeteksi pergerakan pasukan dan kendaraan militer ke perbatasan Ukraina, seperti diberitakan newyork times hari rabu (2/02/2022) lalu. Namun saya cukup yakin, kemelut militer atas nama pemerintah dan militer RUSIA akan berhenti. Namun tidak ada jaminan, kelompok atau gerakan-gerakan bawah tanah pro putin, dalam membuat kericuhan dan kontak senjata, masih dimungkinan terjadi.

Nah saya cukupkan prediksi saya, soal siatuasi ukranina, dan ketegangan Rusia dan NATO. Yang sudah saya ramalakan di atas. Hanya show force sekalipun dengan agenda tersendiri.

Pertanyaan besar saya pribadi, entah anda. Sekalipun kita pernah membaca dan menetahui sekilas peran NANTO di dalam PBB yang seharusnya memiliki sikap tersendiri dan memiliki resolusi dan cara perundingan dan lain-lain bedasarkan Piagam  PBB yang wajib dijalankan oleh Dewan Keamanan PBB, namun dalam kenyataannya banyak diketahui sepertinya Dewan Keamanan PBB membuka pintu atau jalan kepada NATO untuk menjalankan tugasnya dan tanpa sadar NATO memiliki perjanjian dan ikatan tersendiri. Sehingga harapan pencegahan terjadinya perdamaian bisa saja bertolak belakang dengan prinsip-prinsip NATO.

Saya awali dulu dengan PBB.

Perlu diketahui bersama, bahwa Tindakan Terkait Ancaman terhadap Perdamaian, Pelanggaran Perdamaian, dan Tindakan Agresi oleh Dewan Keamanan PBB khususnya dalam Bab VII Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan kerangka di mana Dewan Keamanan dapat mengambil tindakan penegakan.

Hal ini memungkinkan Dewan untuk "menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian, atau tindakan agresi" dan untuk membuat rekomendasi atau menggunakan tindakan non-militer dan militer untuk "mempertahankan atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional" . Repertoar mencakup referensi implisit dan referensi eksplisit pada Bab VII dan Pasal 39 hingga 51 Piagam dalam dokumen Dewan Keamanan, serta studi kasus tentang kasus di mana Dewan membahas masing-masing Pasal Bab VII dengan mempertimbangkan situasi khusus dalam agendanya, antara lain

  • Pasal 39 -- Penetapan ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian, atau tindakan agresi
  • Pasal 40 -- Tindakan sementara untuk mencegah memperburuk situasi
  • Pasal 41 -- Tindakan yang tidak melibatkan penggunaan kekuatan bersenjata
  • Pasal 42 -- Tindakan lain untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional
  • Pasal 43-47 -- Komando dan penempatan kekuatan militer
  • Pasal 48 -- Kewajiban Negara Anggota untuk menerima keputusan Dewan yang mengikat
  • Pasal 49 -- Bantuan timbal balik yang harus dibayar oleh Negara-negara Anggota dalam melaksanakan keputusan Dewan
  • Pasal 50 -- Dampak dari tindakan pencegahan atau penegakan Dewan terhadap Negara ketiga
  • Pasal 51 -- Hak membela diri individu atau kolektif

Kita langsung menuju ke pasal 51 yang menjadi rujukan NATO dalam perjanjian atau deklarasi anggota-anggoatanya.

Pasal 51 Piagam memberikan pengecualian terhadap larangan penggunaan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 (4) Piagam . Hak pembelaan diri individu atau kolektif dapat digunakan jika terjadi "serangan bersenjata" terhadap Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Negara-negara harus segera melaporkan kepada Dewan tindakan yang diambil dan menghentikannya segera setelah Dewan itu sendiri telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk pemeliharaan perdamaian internasional.

Repertoar mencakup setiap permohonan hak membela diri dalam keputusan Dewan, dalam pertimbangannya dan dalam korespondensi resmi dari Negara Anggota

NATO ( North Atlantic Treaty Organization )

Sementara Pakta Pertahanan Atlantik Utara ( NATO) juga disebut Aliansi Atlantik Utara , adalah aliansi militer antar pemerintah antara 27 negara Eropa, 2 Amerika Utara negara, dan 1 negara Eurasia. Organisasi ini mengimplementasikan Perjanjian Atlantik Utara yang ditandatangani pada 4 April 1949.

Dari sumber, "A short history of NATO".  Yang dipublikasi NATOpada 26 Maret 2017 menyatakan bahwa Sejak didirikan,  telah beranggotakan negara anggota baru dan jumlahnya meningkatkan, dimana  aliansi dari 12 negara asli menjadi 30. Negara anggota terbaru yang ditambahkan ke NATO adalah Makedonia Utara pada 27 Maret 2020. Kemudian NATO saat ini mengakui Bosnia dan Herzegovina , Georgia , dan Ukraina sebagai calon anggota (Tinggal selanggakah, sehingga dapat dianggap anggota dalam sitausi seperti saat ini)

Tambahan 20 negara berpartisipasi dalam program Kemitraan untuk Perdamaian NATO , dengan 15 negara lain yang terlibat dalam program dialog yang dilembagakan. Pengeluaran militer gabungan dari semua anggota NATO pada tahun 2020 merupakan lebih dari 57% dari total nominal global. Anggota sepakat bahwa tujuan mereka adalah untuk mencapai atau mempertahankan target pembelanjaan pertahanan setidaknya 2% dari PDB mereka pada tahun 2024

Berusmber dalam laman NATO, perli diketahui apa yang menjadi tujuan mereka dan perjanjian bersama dalam soal pengaman anggotanya, kita soroti saja pasal 5, Tentang "Pertahanan kolektif" (Collective defence), yang ringsakannya sebagai berikut,

Prinsip pertahanan kolektif adalah inti dari perjanjian pendirian NATO. Ini tetap menjadi prinsip unik dan abadi yang mengikat anggotanya bersama, berkomitmen untuk melindungi satu sama lain dan menetapkan semangat solidaritas di dalam Aliansi.

  • Pertahanan kolektif berarti bahwa serangan terhadap satu Sekutu dianggap sebagai serangan terhadap semua Sekutu.
  • Prinsip pertahanan kolektif diabadikan dalam Pasal 5 Perjanjian Washington.
  • NATO menggunakan Pasal 5 untuk pertama kalinya dalam sejarahnya setelah serangan teroris 9/11 terhadap Amerika Serikat.
  • NATO telah mengambil langkah-langkah pertahanan kolektif pada beberapa kesempatan, misalnya dalam menanggapi situasi di Suriah dan setelah krisis Rusia-Ukraina.
  • NATO memiliki pasukan tetap yang bertugas aktif yang berkontribusi pada upaya pertahanan kolektif Aliansi secara permanen.

Pada tahun 1949, tujuan utama dari Perjanjian Atlantik Utara - perjanjian pendiri NATO - adalah untuk menciptakan pakta bantuan timbal balik untuk melawan risiko bahwa Uni Soviet akan berusaha untuk memperluas kendalinya atas Eropa Timur ke bagian lain dari benua itu.

Setiap negara peserta sepakat bahwa bentuk solidaritas ini merupakan inti dari Perjanjian, yang secara efektif menjadikan Pasal 5 tentang pertahanan kolektif sebagai komponen kunci dari Aliansi.

Dalam pasal tersebut mengatur bahwa jika Sekutu NATO menjadi korban serangan bersenjata, setiap anggota Aliansi lainnya akan menganggap tindakan kekerasan ini sebagai serangan bersenjata terhadap semua anggota dan akan mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk membantu Sekutu yang diserang. .

"The Parties agree that an armed attack against one or more of them in Europe or North America shall be considered an attack against them all and consequently they agree that, if such an armed attack occurs, each of them, in exercise of the right of individual or collective self-defence recognized by Article 51 of the Charter of the United Nations, will assist the Party or Parties so attacked by taking forthwith, individually and in concert with the other Parties, such action as it deems necessary, including the use of armed force, to restore and maintain the security of the North Atlantic area.

Any such armed attack and all measures taken as a result thereof shall immediately be reported to the Security Council. Such measures shall be terminated when the Security Council has taken the measures necessary to restore and maintain international peace and security."

Jika diterjemahkan bebas,

"Para Pihak setuju bahwa serangan bersenjata terhadap satu atau lebih dari (anggota) mereka di Eropa atau Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap mereka semua dan akibatnya mereka setuju bahwa, jika serangan bersenjata seperti itu terjadi, masing-masing dari mereka, dalam pelaksanaan hak pembelaan diri individu atau kolektif yang diakui oleh Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan membantu Pihak atau Para Pihak yang diserang dengan segera, secara sendiri-sendiri dan bersama-sama dengan Para Pihak lainnya, tindakan yang dianggap perlu, termasuk penggunaan angkatan bersenjata, untuk memulihkan dan menjaga keamanan kawasan Atlantik Utara.

Setiap serangan bersenjata tersebut dan semua tindakan yang diambil sebagai akibatnya harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan. Tindakan tersebut akan dihentikan ketika Dewan Keamanan telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk memulihkan dan memelihara perdamaian dan keamanan internasional."

Terlihat jelas, pasal 51 Piagam PBB menjadi dasar arumentasi dari NATO untuk memperkuat aliansinya yang kerap semena-mena.

Pasal 5 Nato ini dilengkapi dengan Pasal 6 yang mengatur:

"Untuk tujuan Pasal 5, serangan bersenjata terhadap satu atau lebih Pihak dianggap termasuk serangan bersenjata:

  • di wilayah salah satu Pihak di Eropa atau Amerika Utara, di Departemen Aljazair Prancis 2 , di wilayah Turki atau di Kepulauan di bawah yurisdiksi salah satu Pihak di wilayah Atlantik Utara di utara Tropic of Cancer ;
  • pada pasukan, kapal, atau pesawat dari salah satu Pihak, ketika di atas wilayah ini atau wilayah lain di Eropa di mana pasukan pendudukan dari salah satu Pihak ditempatkan pada tanggal ketika Perjanjian mulai berlaku atau Laut Mediterania atau wilayah Atlantik Utara di utara Tropic of Cancer

Prinsip memberikan bantuan

Dengan penerapan Pasal 5, Sekutu dapat memberikan segala bentuk bantuan yang mereka anggap perlu untuk menanggapi suatu situasi. Ini adalah kewajiban individu pada setiap Sekutu dan setiap Sekutu bertanggung jawab untuk menentukan apa yang dianggap perlu dalam keadaan tertentu.

Bantuan ini diambil bersama-sama dengan Sekutu lainnya. Itu tidak harus militer dan tergantung pada sumber daya material masing-masing negara. Oleh karena itu diserahkan kepada penilaian masing-masing negara anggota untuk menentukan bagaimana kontribusinya. Setiap negara akan berkonsultasi dengan anggota lainnya, mengingat tujuan utamanya adalah untuk "memulihkan dan menjaga keamanan kawasan Atlantik Utara

Pada penyusunan Pasal 5 pada akhir 1940-an, ada konsensus tentang prinsip saling membantu, tetapi ketidaksepakatan mendasar tentang modalitas pelaksanaan komitmen ini. Para peserta Eropa ingin memastikan bahwa Amerika Serikat akan secara otomatis membantu mereka jika salah satu penandatangan diserang; Amerika Serikat tidak ingin membuat janji seperti itu dan diekathui bahwa ini tercermin dalam kata-kata dalam Pasal 5 tersebut.

Contoh Invocation of Article 5 (Penerapan Pasal 5) 

Yang menurut saya, kebangkitan atau peningkatan solidaritas dan komitmen yang kuat negara anggota NATO atas kejadian Serangan teroris 9/11, yang menyebabkan NATO semakin "Bringas" di dalam segala agresi militernya.

Ketika Amerika Serikat menjadi sasaran serangan teroris brutal pada 11 September 2001. Konsep Strategis Aliansi 1999 telah mengidentifikasi terorisme sebagai salah satu risiko yang mempengaruhi keamanan NATO. Tanggapan Aliansi terhadap 9/11, bagaimanapun, melihat NATO terlibat secara aktif dalam perang melawan terorisme, meluncurkan operasi pertamanya di luar kawasan Euro-Atlantik dan memulai transformasi kemampuannya yang luas. Selain itu, hal itu membuat NATO menerapkan Pasal 5 Perjanjian Washington untuk pertama kalinya dalam sejarahnya.

Aksi solidaritas

Pada malam hari tanggal 12 September 2001, kurang dari 24 jam setelah serangan, Sekutu menerapkan prinsip Pasal 5. Kemudian Sekretaris Jenderal NATO Lord Robertson kemudian memberi tahu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang keputusan Aliansi.

Dewan Atlantik Utara -- badan pembuat keputusan politik utama NATO -- setuju bahwa jika memutuskan bahwa serangan itu diarahkan dari luar negeri terhadap Amerika Serikat, itu akan dianggap sebagai tindakan yang tercakup dalam Pasal 5. Pada tanggal 2 Oktober, setelah Dewan diberitahu tentang hasil investigasi serangan 9/11, diputuskan bahwa mereka dianggap sebagai tindakan yang tercakup dalam Pasal 5.

Dengan menerapkan Pasal 5, anggota NATO menunjukkan solidaritas mereka terhadap Amerika Serikat dan mengutuk, dengan cara yang sekuat mungkin, serangan teroris terhadap Amerika Serikat.

Tindakan yang Diambil

Setelah 9/11, ada konsultasi di antara Sekutu dan tindakan kolektif diputuskan oleh Dewan. Amerika Serikat juga dapat melakukan tindakan independen, sesuai dengan hak dan kewajibannya di bawah Piagam PBB.

Pada tanggal 4 Oktober, setelah ditentukan bahwa serangan itu datang dari luar negeri, NATO menyetujui paket delapan langkah untuk mendukung Amerika Serikat. Atas permintaan Amerika Serikat, ia meluncurkan operasi anti-teror pertamanya -- Eagle Assist -- dari pertengahan Oktober 2001 hingga pertengahan Mei 2002. Ini terdiri dari tujuh pesawat radar AWACS NATO yang membantu berpatroli di langit Amerika Serikat; total 830 anggota awak dari 13 negara NATO terbang lebih dari 360 sorti. Ini adalah pertama kalinya aset militer NATO dikerahkan untuk mendukung operasi Pasal 5.

Pada tanggal 26 Oktober, Aliansi meluncurkan operasi kontra-terorisme kedua sebagai tanggapan atas serangan terhadap Amerika Serikat, Active Endeavour. Elemen Pasukan Angkatan Laut Tetap NATO dikirim untuk berpatroli di Mediterania Timur dan memantau pengiriman untuk mendeteksi dan mencegah aktivitas teroris, termasuk perdagangan ilegal. Pada bulan Maret 2004, operasi diperluas untuk mencakup seluruh Mediterania.

Delapan langkah untuk mendukung Amerika Serikat, sebagaimana disepakati oleh NATO adalah:

  • untuk meningkatkan pembagian intelijen dan kerja sama, baik secara bilateral maupun dalam badan-badan NATO yang sesuai, yang berkaitan dengan ancaman yang ditimbulkan oleh terorisme dan tindakan yang akan diambil untuk melawannya;
  • untuk memberikan, secara individu atau kolektif, sebagaimana mestinya dan sesuai dengan kemampuan mereka, bantuan kepada Sekutu dan negara-negara lain yang sedang atau mungkin menjadi sasaran ancaman teroris yang meningkat sebagai akibat dari dukungan mereka untuk kampanye melawan terorisme;
  • mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan keamanan fasilitas Amerika Serikat dan Sekutu lainnya di wilayah mereka;
  • untuk mengisi kembali aset Sekutu yang dipilih di wilayah tanggung jawab NATO yang diperlukan untuk secara langsung mendukung operasi melawan terorisme;
  • untuk memberikan izin penerbangan menyeluruh untuk Amerika Serikat dan pesawat Sekutu lainnya, sesuai dengan pengaturan lalu lintas udara dan prosedur nasional yang diperlukan, untuk penerbangan militer yang terkait dengan operasi melawan terorisme;
  • untuk menyediakan akses bagi Amerika Serikat dan Sekutu lainnya ke pelabuhan dan lapangan udara di wilayah negara-negara anggota NATO untuk operasi melawan terorisme, termasuk untuk pengisian bahan bakar, sesuai dengan prosedur nasional;
  • bahwa Aliansi siap untuk mengerahkan unsur-unsur Pasukan Angkatan Laut Tetapnya ke Mediterania Timur untuk memberikan kehadiran NATO dan menunjukkan tekad;
  • bahwa Aliansi juga siap untuk mengerahkan unsur-unsur Pasukan Peringatan Dini Lintas Udara NATO untuk mendukung operasi melawan terorisme.

Kekuatan Belada Diri  (Standing forces)

Langkah-langkah pertahanan kolektif tidak semata-mata didorong oleh peristiwa. NATO memiliki sejumlah pasukan tetap yang bertugas aktif yang berkontribusi pada upaya pertahanan kolektif Aliansi secara permanen. Ini termasuk kekuatan maritim NATO, yang siap bertindak ketika dipanggil. Mereka melakukan tugas yang berbeda mulai dari latihan hingga misi operasional, di masa damai dan di masa krisis dan konflik.

Selain itu, NATO memiliki sistem pertahanan udara terintegrasi untuk melindungi dari serangan udara, yang juga terdiri dari sistem pertahanan rudal balistik Aliansi. NATO juga melakukan beberapa misi kepolisian udara, yang merupakan misi masa damai kolektif yang memungkinkan NATO untuk mendeteksi, melacak dan mengidentifikasi semua pelanggaran dan pelanggaran wilayah udara dan untuk mengambil tindakan yang tepat. Sebagai bagian dari misi tersebut, jet tempur Sekutu berpatroli di wilayah udara Sekutu yang tidak memiliki jet tempur mereka sendiri. Mereka beroperasi 24/7, 365 hari setahun

Setelah pemaparan di atas, kita perlu melihat hubungan NATO dengan UN atau PBB, apakah hanya Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi rujukan utama NATO sehingga leluasa dan seolah-olah diberikan jalan bebas hambatan (Direstui) oleh PBB dalam setiap tindakan NATO, padahal kita tahu UN adalah badan tertinggi yang memiliki Dewan Keamanan  PBB yang melnajalankan Piagam PPB, namun disamping itu kita perlu mencatat bahwa Dewan Keamanan PBB kerap mengeluarkan resolusi kepada NATO dalam membantu tugas meraka, namun kejadian beberapa tahun belakangan ini kita di suguhkan pada serangan militer NATO mulai dari skala kecil dan besar, pertanyaanya apakah ini yang diinginkan Resolosi Dewan Keamanan PBB?

Sekarang kita bahas apa sih sebenarnya ikatan NATO dan PBB yang begitu erat, bahkan menjadi ambigu siapa yang berkuasa dalam penggerakan militer dalam pencegahan atau invasi suatu negara yang menurut rovulusi PBB sudah melanggar prinsip-prinsip dasar piagam PBB.

Hubungan dengan PBB

Hal ini dapat dibaca pada laman NATO, tentang Relations with the United Nations (5/10/2021)

Saya ringkasin saja, biar gak terlalu panjang.

NATO dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) komitmen untuk bermitra dan menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Kedua organisasi telah bekerja sama di bidang ini sejak awal 1990-an, dalam mendukung operasi dalam mendukung perdamaian dan manajemen krisis. Kompleksitas tantangan keamanan saat ini membutuhkan dialog yang lebih luas antara NATO dan PBB. Hal ini telah mendorong penguatan kerjasama dan pengaturan hubungan antara staf kedua organisasi, serta badan-badan khusus PBB.

Beberapa hal lain yang perlu di high light :

  • Konsep Strategis 2010 NATO mengikat Aliansi untuk mencegah krisis, mengelola konflik dan menstabilkan situasi pasca-konflik, termasuk dengan bekerja sama dengan PBB dan Uni Eropa (UE) melalui "pendekatan komprehensif" untuk manajemen dan operasi krisis.
  • Resolusi Dewan Keamanan PBB telah memberikan mandat untuk operasi NATO di Balkan Barat, Afghanistan dan Libya, serta untuk misi pelatihan pertama NATO di Irak.
  • NATO juga telah memberikan dukungan untuk operasi yang disponsori PBB, termasuk bantuan logistik untuk operasi penjaga perdamaian Uni Afrika yang didukung PBB di Darfur, Sudan dan di Somalia; dukungan untuk operasi bantuan bencana PBB di Pakistan pada tahun 2005; dan pengawalan untuk kapal dagang yang membawa pasokan kemanusiaan Program Pangan Dunia di lepas pantai Somalia.
  • Pada tahun 2020, pengangkutan udara Sekutu mendukung Program Pangan Dunia dengan pengiriman rumah sakit lapangan ke Ghana sebagai bagian dari upaya respons COVID-19 NATO yang lebih luas.
  • Kerja sama praktis antara NATO dan PBB melampaui operasi termasuk: penilaian dan manajemen krisis; kerjasama sipil-militer; pelatihan dan pendidikan; pemberantasan korupsi di bidang pertahanan; tindakan ranjau; mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh alat peledak improvisasi (IED); kontrol senjata dan non-proliferasi; perang melawan terorisme; Perempuan, Perdamaian dan Keamanan; dan topik keamanan manusia.
  • Untuk mendukung operasi perdamaian PBB, NATO meluncurkan pada tahun 2020 inisiatif pengembangan kapasitas pertahanan untuk memperkuat Pusat Layanan Regional PBB di Entebbe, Uganda dengan memberikan pelatihan penjaga perdamaian di bidang-bidang utama, seperti melawan IED, perawatan medis, TI/komunikasi, dan evaluasi kinerja.
  • Deklarasi Bersama yang diperbarui yang menetapkan rencana untuk kerja sama masa depan antara NATO dan PBB ditandatangani pada 26 Oktober 2018.

Kerangka Kerjasama

Pada bulan September 2008, berdasarkan pengalaman lebih dari satu dekade bekerja sama, Sekretaris Jenderal NATO dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat untuk membentuk kerangka kerja untuk konsultasi dan kerja sama yang diperluas.

Sejak penandatanganan kerangka kerja tahun 2008, kerjasama terus berkembang secara praktis, dengan mempertimbangkan mandat, keahlian, prosedur dan kemampuan khusus masing-masing organisasi. Pertukaran dan dialog reguler di tingkat senior dan kerja tentang isu-isu politik dan operasional telah menjadi fitur standar dari hubungan antar-lembaga. Sekretaris Jenderal NATO melaporkan secara teratur kepada Sekretaris Jenderal PBB tentang kemajuan dalam operasi yang dipimpin NATO yang diamanatkan oleh PBB dan keputusan penting lainnya dari Dewan Atlantik Utara, termasuk di bidang manajemen krisis dan dalam perang melawan terorisme.

PBB sering diundang untuk menghadiri pertemuan dan pertemuan tingkat menteri NATO; Sekretaris Jenderal NATO berpartisipasi dalam Majelis Umum PBB; dan pertemuan tingkat staf, yang mencakup berbagai kerja sama dan dialog, berlangsung setiap tahun antara sekretariat NATO dan PBB. Pada tahun 2018, Sekretaris Jenderal setuju untuk memperbarui komitmen ini untuk meningkatkan kerja sama dan dialog di bidang kepentingan bersama, termasuk melawan ancaman yang ditimbulkan oleh alat peledak improvisasi; peningkatan kapasitas dan reformasi sektor pertahanan; perlindungan warga sipil; anak-anak dan konflik bersenjata; Perempuan, Perdamaian dan Keamanan; agenda Pemuda, Perdamaian dan Keamanan; dan pertahanan siber.

Pada tahun 2010, NATO memperkuat pengaturan penghubung yang ada dengan mendirikan jabatan Petugas Penghubung Sipil NATO untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, selain sebagai Petugas Penghubung Militer, yang didirikan pada tahun 1999.

Jika ditilik lebih lanjut bidang kerjasama ini, bukan saja soal persoalan-persoalan perang atau masalah militer. Namun mencakup

Key areas of cooperation (Bidang Utama Kerjasama)

Operasi perdamaian

Kemampuan dan pengalaman unik NATO dapat menjadi sumber dukungan yang berharga bagi PBB, yang pasukan penjaga perdamaiannya beroperasi di lingkungan yang semakin menantang dan berbahaya. Staf NATO dan PBB telah bekerja untuk membangun kerja sama praktis dalam domain ini.

Pada Leaders' Summit on Peacekeeping 2015, Sekretaris Jenderal NATO berjanji untuk meningkatkan dukungan kepada PBB, khususnya di bidang melawan alat peledak improvisasi (IED), pelatihan dan kesiapsiagaan, mendukung upaya PBB untuk menyebarkan lebih cepat, dan bekerja lebih banyak. erat pada pengembangan kapasitas di negara-negara yang berisiko, baik dengan PBB maupun UE. Pada tahun 2020, NATO meluncurkan inisiatif pengembangan kapasitas pertahanan, yang menawarkan keahlian Sekutu untuk dukungan pelatihan penjaga perdamaian di berbagai bidang termasuk melawan IED, perawatan medis, TIK/komunikasi dan evaluasi kinerja. Paket tersebut bertujuan untuk memperkuat kemampuan PBB untuk meningkatkan dan mempertahankan operasi penjaga perdamaian dengan meningkatkan kinerja operasional dan keselamatan dan keamanan pasukan penjaga perdamaian PBB. Ketika PBB mereformasi pendekatannya terhadap operasi perdamaian,

Kontra-terorisme

Strategi Kontra-Terorisme Global PBB, konvensi dan protokol internasional melawan terorisme, bersama dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan memberikan kerangka kerja bagi upaya NATO untuk memerangi terorisme. NATO bekerja erat di tingkat staf dan komite dengan Komite Kontra-Terorisme PBB (UN CTC) dan Direktorat Eksekutifnya, serta dengan Satuan Tugas Pelaksanaan Kontra-Terorisme dan banyak organisasi komponennya. Cabang Pencegahan Terorisme dari Organisasi PBB untuk Narkoba dan Kejahatan juga merupakan mitra penting bagi NATO. 

Non-proliferasi

NATO bekerja sama dengan PBB dan organisasi internasional lainnya untuk memerangi proliferasi senjata pemusnah massal (WMD) dan untuk mempertahankan diri dari ancaman kimia, biologi, radiologi dan nuklir.

NATO berkontribusi pada pekerjaan Komite Dewan Keamanan PBB yang dibentuk setelah adopsi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNSCR) 1540 (2004), yang membahas ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional yang ditimbulkan oleh proliferasi senjata nuklir, kimia dan biologi dan sarana pengiriman mereka. Sejak tahun 2004, Aliansi telah menyelenggarakan Konferensi Tahunan Senjata Pemusnah Massal (WMD), Kontrol Senjata, Perlucutan Senjata dan Non-Proliferasi dengan partisipasi aktif dari negara-negara mitra dan organisasi internasional.

Kerjasama baru, yang diadakan pada November 2020 dan dihadiri oleh Wakil Sekretaris Jenderal dan Perwakilan Tinggi PBB untuk Urusan Perlucutan Senjata Izumi Nakamitsu, mengeksplorasi bagaimana Sekutu dan mitra NATO dapat mendukung dan memperkuat Perjanjian Non-Proliferasi (NPT), terutama mengingat Konferensi Tinjauan mendatang.

NATO juga telah membahas implementasi UNSCR 1540 di tingkat regional dan sub-regional, termasuk melalui Program Sains untuk Perdamaian dan Keamanan, dan akan terus menangani kebutuhan akan bantuan dari negara-negara mitra berdasarkan permintaan.

Perempuan, Perdamaian dan Keamanan

NATO tetap berkomitmen untuk implementasi penuh dari UNSCR 1325 tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan dan Resolusi terkait, yang bertujuan untuk mempromosikan hak-hak perempuan, meningkatkan partisipasi perempuan dalam mencegah dan mengakhiri konflik, dan melindungi perempuan dan anak perempuan dari kekerasan seksual terkait konflik. Sejalan dengan kebijakan yang dikembangkan oleh Sekutu NATO, bersama dengan mitra di Dewan Kemitraan Euro-Atlantik (EAPC), kemajuan signifikan telah dibuat dalam mengimplementasikan tujuan yang ditetapkan dalam Resolusi ini.

Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal NATO untuk Perempuan, Perdamaian dan Keamanan secara teratur berpidato di Dewan Keamanan PBB pada kesempatan Debat Terbuka tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan, dan tentang kekerasan seksual terkait konflik, menyoroti pekerjaan yang dilakukan oleh NATO untuk mengimplementasikan resolusi .

Membangun kerangka kerja UNSCR 1325, NATO merevisi kebijakannya tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan pada tahun 2018, memperkenalkan prinsip-prinsip kebijakan integrasi, inklusivitas dan integritas. NATO telah terlibat secara teratur dengan PBB dalam sejumlah inisiatif, termasuk Kebijakan pertama NATO tentang Mencegah dan Menanggapi Eksploitasi dan Pelecehan Seksual , yang didukung oleh Pemimpin NATO pada KTT Brussels 2021. Kedua organisasi juga telah bergabung dalam upaya untuk merancang Kebijakan NATO tentang Memerangi Kekerasan Seksual Terkait Konflik, untuk mendukung pelajaran dan praktik yang baik, dan untuk mempromosikan pengembangan rencana aksi nasional untuk negara-negara anggota NATO.

Melindungi anak-anak dalam konflik bersenjata

NATO berkomitmen untuk implementasi UNSCR 1612 dan Resolusi terkait tentang perlindungan anak-anak yang terkena dampak konflik bersenjata. Pada KTT NATO 2014 di Wales, para Pemimpin NATO memutuskan lebih banyak yang dapat dilakukan untuk memastikan Aliansi cukup siap kapan pun dan di mana pun masalah Anak-anak dan Konflik Bersenjata kemungkinan akan dihadapi. Hasilnya adalah dokumen kebijakan NATO " The Protection of Children in Armed Conflict - Way forward".

Disiapkan kerjasama dengan PBB tersebut bertujuan untuk memperdalam implementasi UNSCR 1612 ke dalam operasi dan misi NATO. Upaya ini termasuk melatih pasukan Aliansi yang dikerahkan untuk mengenali, memantau dan melaporkan pelanggaran terhadap anak-anak dan untuk memasukkan masalah perlindungan anak ke dalam skenario latihan NATO. Saat diundang untuk melatih pasukan lokal, NATO juga menekankan pentingnya melindungi anak-anak dalam konflik bersenjata.

Senjata kecil dan senjata ringan  (Small arms and light weapons)

NATO mendukung pelaksanaan Program Aksi PBB untuk Mencegah, Memerangi, dan Memberantas Perdagangan Gelap Senjata Kecil dan Senjata Ringan (SALW), yang diadopsi pada Juli 2001 oleh hampir 150 negara, termasuk semua negara anggota NATO. Aliansi juga berpartisipasi dalam pertemuan pakar PBB dan tinjauan konferensi . Kelompok Kerja Ad Hoc NATO/EAPC tentang SALW dan Pekerjaan Ranjau menyediakan forum kunci untuk berbagi informasi dengan organisasi seperti PBB untuk meningkatkan koordinasi dan menghindari duplikasi pekerjaan. Mekanisme Dana Perwalian NATO didirikan pada tahun 1999 untuk mendukung negara-negara mitra dalam menerapkan ketentuan Konvensi Ottawa (juga dikenal sebagai Konvensi Pelarangan Ranjau Anti-personil) dan sekarang meluas ke bidang-bidang termasuk pembuangan amunisi, senjata ringan dan lebih-lebih lagi dalam reformasi pertahanan. ,

NATO juga telah bekerja sama secara erat dengan badan-badan PBB untuk mengembangkan standar internasional untuk manajemen siklus hidup amunisi, seperti Pedoman Teknis Amunisi Internasional. NATO telah menerbitkan pedoman tentang pengarusutamaan gender di bidang SALW berdasarkan standar yang dikembangkan oleh PBB di bawah Standar Kontrol Senjata Kecil Internasional dan UNSCR 1325. Aliansi juga berusaha untuk mendukung upaya regional dan sub-regional dengan PBB dan mitra di luar EAPC bidang pengelolaan SALW, amunisi dan bahan peledak sisa-sisa perang. Dalam konteks ini, NATO mengembangkan beberapa kapasitas melalui Program Sains untuk Perdamaian dan Keamanan.

Bantuan bencana

NATO juga bekerja sama dengan PBB dalam mendukung operasi bantuan bencana. Melalui Pusat Koordinasi Respons Bencana Euro-Atlantik (EADRCC),  NATO mengoordinasikan upaya manajemen konsekuensi dengan PBB dan badan-badan lain dan berbagi informasi tentang bantuan bencana. Semua tugas EADRCC dilakukan dalam kerjasama erat dengan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN OCHA), yang memegang peran utama dalam koordinasi operasi bantuan bencana internasional.

EADRCC adalah mekanisme koordinasi regional, mendukung dan melengkapi upaya PBB. Dalam kasus bencana yang membutuhkan bantuan internasional, terserah kepada masing-masing anggota NATO dan negara-negara mitra untuk memutuskan apakah akan memberikan bantuan, berdasarkan informasi yang diterima dari EADRCC.

**

Jika dilihat dari kerjasama utama PBB dan NATO, tentu saja terlihat adanya ketergantungan PBB terhadap NATO dan mengharpakan uluran bantuan mereka. Sekalipun dalam implementasi beberapa point kerjasama pokok tersebut dijalankan. Namun lebih mengemuka adalah dalam soal militer, oleh karena itu dapat dipahami bahwa PBB dalam hal ini Dewan Keamanan PBB dapat saja mengeluarkan Resolusi yang memberikan legitimasi kepada NATO dalam jangka panjang dalam penanganan masalah Rusia-Ukraina.

Namun dalam implementasi kontra-terorisme dan dalam hubungan dengan piagam PBB pasal 51 apalagi pelaksanaannya diimplementasi menurut saya secara berlebihan sejak kejadian 911. Nanto, atau USA dan sekutunya, melakukan banyak tindakan diluar batas kemanusian. Anda boleh setuju atau tidak, namun kenyataan di lapangan jelas ada. Misalnya :

Afganistan 

Menyusul serangan teroris 9/11 terhadap Amerika Serikat, Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) dibentuk atas permintaan otoritas Afghanistan dan mandat PBB pada tahun 2001. ISAF dipimpin oleh NATO dari Agustus 2003 hingga Desember 2014 dan berhasil pada 1 Januari 2015 oleh Resolute Support Mission (RSM), yang dihentikan pada awal September 2021.

Misi ISAF adalah untuk mengembangkan pasukan keamanan Afghanistan yang baru dan memungkinkan pihak berwenang Afghanistan untuk memberikan keamanan yang efektif di seluruh negeri untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi berfungsinya lembaga-lembaga demokrasi dan pembentukan aturan hukum, dengan tujuan untuk mencegah Afghanistan menjadi tempat yang aman bagi teroris.

ISAF berkontribusi pada rekonstruksi dan pembangunan di Afghanistan. Hal ini dilakukan terutama melalui Tim Rekonstruksi Provinsi (PRT) multinasional -- yang dipimpin oleh negara-negara penyumbang pasukan ISAF secara individu -- mengamankan wilayah di mana pekerjaan rekonstruksi dapat dilakukan oleh aktor-aktor nasional dan internasional. PRT juga membantu pihak berwenang Afghanistan secara progresif memperkuat lembaga-lembaga yang diperlukan untuk sepenuhnya membangun pemerintahan yang baik dan supremasi hukum, serta untuk mempromosikan hak asasi manusia. Peran utama PRT dalam hal ini adalah untuk membangun kapasitas, mendukung pertumbuhan struktur tata kelola dan mempromosikan lingkungan di mana tata kelola dapat ditingkatkan.

ISAF adalah salah satu operasi manajemen krisis internasional terbesar yang pernah ada, menyatukan kontribusi dari hingga 51 negara yang berbeda. Pada akhir 2014, proses transisi tanggung jawab keamanan penuh dari pasukan ISAF ke pasukan tentara dan polisi Afghanistan telah selesai dan misi ISAF berakhir. Ini segera digantikan oleh misi non-tempur baru yang dipimpin NATO, Resolute Support, untuk melatih, memberi nasihat dan membantu pasukan dan institusi keamanan Afghanistan.

Resolute Support Mission (RSM) beroperasi dengan satu hub (di Kabul/Bagram) dan empat cluster di Mazar-e Sharif (Afghanistan utara), Herat (Afghanistan barat), Kandahar (Afghanistan selatan) dan Laghman (Afghanistan timur).

Fungsi utama termasuk: mendukung perencanaan, pemrograman dan penganggaran; memastikan transparansi, akuntabilitas dan pengawasan; mendukung ditaatinya prinsip rule of law dan good governance; mendukung pembentukan dan keberlanjutan proses seperti pembangkitan tenaga, perekrutan, pelatihan, pengelolaan dan pengembangan personel.

Dasar hukum RSM bertumpu pada undangan resmi dari pemerintah Afghanistan dan Status of Forces Agreement (SOFA) antara NATO dan Afghanistan, yang mengatur keberadaan pasukan Sekutu. Dukungan Tegas juga didukung oleh masyarakat internasional pada umumnya. Hal ini tercermin dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 2189, yang diadopsi pada 12 Desember 2014. Resolusi ini menyambut baik RSM dan menggarisbawahi pentingnya dukungan internasional yang berkelanjutan untuk stabilitas Afghanistan.

Namun, pada April 2021, Sekutu memutuskan untuk memulai penarikan pasukan RSM pada 1 Mei 2021 dan misi dihentikan awal September 2021.

IRAK

NATO melakukan operasi dukungan yang relatif kecil tetapi penting di Irak dari tahun 2004 hingga 2011 yang terdiri dari pelatihan, pendampingan, dan membantu Pasukan Keamanan Irak. Pada KTT Istanbul pada bulan Juni 2004, Sekutu mengatasi perbedaan mereka dan setuju untuk menjadi bagian dari upaya internasional untuk membantu Irak membentuk pasukan keamanan yang efektif dan akuntabel. Hasilnya adalah pembentukan Misi Pelatihan NATO di Irak (NTM-I). NTM-I menyampaikan pelatihan, saran, dan dukungan pendampingannya di sejumlah tempat yang berbeda. Semua negara anggota NATO berkontribusi pada upaya pelatihan baik di dalam atau di luar Irak, melalui kontribusi keuangan atau sumbangan peralatan. Secara paralel dan memperkuat inisiatif ini, NATO juga bekerja dengan pemerintah Irak dalam kerangka kerja sama terstruktur untuk mengembangkan Aliansi. Namun bila ditilik ke belakang, invasi militer untuk menjatuhkan rezim Sadam Husein, memakan korban dan memprakprandakan kota yang cukup Indah. Dan hingga saat ini masih menyisahkan permasalahan internal negara, antar faksi dan aksi ancaman keamanan bagi rakyat sipil

NATO dan Libya

Menyusul pemberontakan rakyat melawan rezim Gaddafi di Benghazi, Libya, pada Februari 2011, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1970 dan 1973 untuk mendukung rakyat Libya, " mengutuk pelanggaran berat dan sistematis hak asasi manusia ". Resolusi tersebut memperkenalkan langkah-langkah aktif termasuk zona larangan terbang, embargo senjata dan otorisasi bagi negara-negara anggota, bertindak sebagaimana mestinya melalui organisasi regional, untuk mengambil " semua tindakan yang diperlukan " untuk melindungi warga sipil Libya.

Awalnya, NATO memberlakukan zona larangan terbang dan kemudian, pada 31 Maret 2011, NATO mengambil alih komando dan kendali tunggal atas semua operasi militer untuk Libya. Operasi Unified Protector yang dipimpin NATO memiliki tiga komponen berbeda:

penegakan embargo senjata di laut lepas Mediterania untuk mencegah transfer senjata, material terkait dan tentara bayaran ke Libya;

  • penegakan zona larangan terbang untuk mencegah pesawat terbang membom sasaran sipil; dan
  • serangan udara dan laut terhadap pasukan militer yang terlibat dalam serangan atau ancaman untuk menyerang warga sipil Libya dan daerah berpenduduk sipil.
  • Mandat PBB dilaksanakan sesuai surat dan operasi dihentikan pada 31 Oktober 2011 setelah memenuhi tujuannya.

Membantu Uni Afrika di Darfur, Sudan

Misi Uni Afrika di Sudan (AMIS) bertujuan untuk mengakhiri kekerasan dan memperbaiki situasi kemanusiaan di wilayah yang telah menderita konflik sejak 2003. Dari Juni 2005 hingga 31 Desember 2007, NATO menyediakan transportasi udara untuk sekitar 37.000 personel AMIS, juga sebagai terlatih dan dibimbing lebih dari 250 pejabat AMIS. Sementara dukungan NATO untuk misi ini berakhir ketika AMIS digantikan oleh Misi UN-AU di Darfur (UNAMID), Aliansi segera menyatakan kesiapannya untuk mempertimbangkan setiap permintaan dukungan untuk misi penjaga perdamaian yang baru.

Konflik Teluk Kedua

Selama Konflik Teluk kedua, NATO mengerahkan pesawat radar AWACS NATO dan baterai pertahanan udara untuk meningkatkan pertahanan Turki dalam operasi yang disebut Display Deterrence Operasi ini dimulai pada tanggal 20 Februari 2003 dan berlangsung hingga 16 April 2003. Pesawat AWACS tersebut menerbangkan 100 misi dengan total 950 jam terbang.

Operasi kontra-terorisme pertama NATO

Pada tanggal 4 Oktober 2001, setelah ditentukan bahwa serangan teroris 9/11 di New York dan Washington DC datang dari luar negeri, NATO menyetujui paket delapan langkah untuk mendukung Amerika Serikat. Atas permintaan Amerika Serikat, Aliansi meluncurkan operasi kontra-terorisme pertamanya -- Operasi Eagle Assist -- dari pertengahan Oktober 2001 hingga pertengahan Mei 2002.

Ini terdiri dari tujuh pesawat radar AWACS NATO yang membantu berpatroli di langit Amerika Serikat; total 830 anggota awak dari 13 negara NATO terbang lebih dari 360 sorti. Ini adalah pertama kalinya aset militer NATO dikerahkan untuk mendukung operasi Pasal 5.

NATO di Bosnia dan Herzegovina

Dengan pecahnya Yugoslavia, konflik kekerasan dimulai di Bosnia dan Herzegovina pada April 1992. Aliansi merespons pada awal musim panas 1992 ketika mereka memberlakukan embargo senjata PBB atas senjata di Laut Adriatik (bekerja sama dengan Uni Eropa Barat dari 1993 ) dan memberlakukan zona larangan terbang yang dinyatakan oleh Dewan Keamanan PBB. Selama pemantauan zona larangan terbang itulah NATO terlibat dalam operasi tempur pertama dalam sejarahnya dengan menembak jatuh empat pembom tempur Serbia Bosnia yang melakukan misi pengeboman pada 28 Februari 1994.

Pada Agustus 1995, untuk memaksa diakhirinya kekerasan yang dipimpin Serbia di negara itu, pasukan penjaga perdamaian PBB meminta serangan udara NATO. Operasi Deadeye dimulai pada tanggal 30 Agustus melawan angkatan udara Serbia Bosnia, tetapi gagal menghasilkan kepatuhan Serbia Bosnia dengan tuntutan PBB untuk mundur. Hal ini menyebabkan Operasi Pasukan yang Disengaja, yang menargetkan instalasi komando dan kontrol Serbia Bosnia dan fasilitas amunisi. Kampanye udara NATO ini merupakan faktor kunci dalam membawa Serbia ke meja perundingan dan mengakhiri perang di Bosnia.

Dengan penandatanganan Kesepakatan Damai Dayton pada bulan Desember 1995, NATO segera mengerahkan Pasukan Implementasi (IFOR) yang diamanatkan PBB yang terdiri dari sekitar 60.000 tentara. Operasi ini (Operation Joint Endeavour) diikuti pada bulan Desember 1996 dengan pengerahan Pasukan Stabilisasi (SFOR) berkekuatan 32.000 orang.

Mengingat situasi keamanan yang membaik, NATO mengakhiri operasi dukungan perdamaiannya pada bulan Desember 2004 dan Uni Eropa mengerahkan kekuatan baru yang disebut Operasi Althea. Aliansi telah mempertahankan markas militer di negara tersebut untuk melaksanakan sejumlah tugas khusus yang terkait, khususnya, untuk membantu pemerintah dalam mereformasi struktur pertahanannya.

ISIS

Belum lagi Nato terlibat dalam Intervensi militer internasional terhadap Negara Islam (ISIS), dimana berita terakhir 3 Februari melalui Newyork Times, Presiden Ameria, Joe Biden mengumumkan kematian pemimpin ISIS sebagai peringatan bagi teroris

Presiden Biden mengatakan pada hari Kamis bahwa pemimpin Negara Islam tewas dalam serangan oleh pasukan komando Operasi Khusus AS dalam serangan dini hari di barat laut Suriah.

Sekitar dua lusin pasukan komando Amerika melakukan serangan dengan helikopter yang menargetkan Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi, yang dimulai sekitar tengah malam di sebuah bangunan tempat tinggal di Atmeh, di Provinsi Idlib Suriah. Petugas penyelamat mengatakan wanita dan anak-anak termasuk di antara setidaknya 13 orang yang tewas dalam serangan itu.

Biden mengatakan al-Qurayshi meninggal ketika dia meledakkan bom yang menewaskan dia dan anggota keluarganya. Biden menambahkan dalam sebuah pernyataan, "Semua orang Amerika telah kembali dengan selamat dari operasi."

Serangan itu terjadi beberapa hari setelah pertempuran di penjara Suriah tempat para pejuang ISIS ditahan, keterlibatan AS dalam pertempuran terbesar dengan Negara Islam sejak akhir kekhalifahan tiga tahun lalu.

**

Di atas, hanya beberapa catatan yang saya ringkas, Dan saya yakin  masih banyak caatan lainnya yang dapat diperoleh dengan membaca dari berbagai litelatur , peran NATO atas dasar kesepakatan dengan PBB, banyak mengarahkan perhatiannya dalam aksi milter yang tidak sedikit memakan korban.

Sehingga pada kesimpulan akhir saya, PBB memang seperti macan "ompong" karena praktis tidak memiliki pasukan resmi, hanya pasukan penjaga perdamaian. NATO lah menjadi andalan mereka dalam menangani berbagai krisis militer di beberapa negara. Sedangkan perlu dicatatan kerjasama UN atau PBB dengan NATO bukan hanya mencakup hal ini.

Jika kembali ke krisis Rusia-Ukraina, Rusia sendiri pasti merasa ketar-ketir dengan kekuatan NATO, bukan soal persenjataan jarak jauhnya tidak mampu melumpuh lantahkan ukraina, namun Rusia sendiri telah melanggar piagam PBB. Dengan pergerakan pasukan milter menandakan adanya tujuan invasi militer untuk menguasai Ukraina yang nota bene adalah anggota NATO, sekalipun keanggoataannya di  kecam oleh rusia sehingga penempatan pasukan AS dan tentu saja sekutunya (NATO) turun tangan.

Kremlin mengatakan pada hari Kamis bahwa rencana AS untuk mengirim pasukan ke Eropa Timur atas kekhawatiran tentang Ukraina dimaksudkan untuk "membangkitkan ketegangan."

AS telah mengumumkan keputusan untuk mengirim 3.000 tentara tambahan pada hari Rabu (2/02/2022), mengatakan bahwa hal itu akan membantu mempertahankan sekutu NATO dari ancaman agresi Rusia.

Pejabat AS dan citra satelit menunjukkan bahwa Rusia tidak memperlambat pembangunan militernya, menambahkan lebih banyak pasukan dan perangkat keras militer selama 24 jam terakhir di dekat perbatasan Ukraina dan di negara tetangga Belarusia.

Namun juru bicara Kremlin, Dmitri Peskov, menuduh Amerika "memicu ketegangan di benua Eropa," dan menggambarkan penempatan AS ke Polandia dan Rumania sebagai tindakan mengancam "di sekitar perbatasan kita."

Jadi, menurut saya, Putin akan mempertimbangan segala aspek termasuk suara dari rakyatnya sendiri, termasuk resolusi PBB yang telah dilanggarnya, Ia mungkin tidak akan pernah takut akan serangan militer, karena menghancurkan dengan hulu ledak nuklir jarak jauh terhadap ukraina tanpa pergerakan pasukan militer bisa dia lakukan. Saya pikir ini hanya sebuah tontonan putin kepada dunia barat, khsususnya Amerika dan sekutunya. Sekalipun masih bertahan pada agenda yang akan berjalan terus, untuk menekan ukraina dengan berbagai cara.

Dengan demikian sekali lagi PBB seperti macam ompong, didikte secara tidak langsung oleh AS dan sekutunya atau NATO dalam penanganan masalah-masalah keamanan dunia. Dalam kasus Rusia-Ukraina, dalam keadaan dianggap genting ataupun tidak, bila PBB lewat Dewan Keamanannya tidak mampu menangani perundingan, Maka sudah dipastikan Resolusi baru dikeluarkan kepada Nanto untuk menyelesaikan masalah ini.  

Tidak ada pilihan lain dalam situasi yang mendesak, dan sejarah sudah membuktikan bahwa cukup banyak resolusi PBB dalam hal ini Dewan Keamanan kepada NATO untuk menyelesaikan semua itu. Tanpa atau dengan pertumpahan darah dimana-mana hingga anak dan perempuan yang tak berdosa.

Sekian ulasan saya, karen ini opini, bisa saja berbeda dengan prespektif pembaca atau pengamat lain. Saya bukan pengamat militer namun berimpati terhadap korban yang berjatuhan lantaran arogansi NATO yang berlebihan.  Sehingga perlu ditinau ulang kerjasama PBB dengan NATO dan membatasi agresifitas mereka dalam melindingu anggota atau aliansinya tanpa mempehatikan piagam PBB secara keseluruhan bukan hanya mengacu pada satu pasal saja.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun