Takut Ketinggalan (FOMO) Â
Sementara FOMO telah ada jauh lebih lama daripada media sosial, situs-situs seperti Facebook dan Instagram tampaknya memperburuk perasaan bahwa orang lain lebih bersenang-senang atau menjalani kehidupan yang lebih baik daripada anda. Gagasan bahwa Anda melewatkan hal-hal tertentu dapat memengaruhi harga diri Anda, memicu kecemasan, dan memicu penggunaan media sosial yang lebih besar lagi. FOMO dapat memaksa Anda untuk mengangkat telepon anda setiap beberapa menit untuk memeriksa pembaruan, atau secara kompulsif menanggapi setiap peringatan --- bahkan jika itu berarti mengambil risiko saat Anda mengemudi, kehilangan waktu tidur di malam hari, atau memprioritaskan interaksi media sosial atas hubungan dunia nyata.
Sementara banyak dari kita menikmati untuk tetap terhubung di media sosial, penggunaan yang berlebihan dapat memicu perasaan cemas, depresi, isolasi, dan FOMO. Inilah cara mengubah kebiasaan seseorang yang berdampak pada suasana hati Anda.
Menurut 3 refrensi sekaligus, yaitu Artikel Ilmiah dari Andrew K, Przybylski; Murayama, Kou; DeHaan, Cody R.; Gladwell, Valerie (July 2013). yang berjudul "Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out" terkait Computers in Human Behavior,  Wortham, J. (April 10, 2011). Dengan judul "Feel like a wall flower? Maybe it's your Facebook wall". Dipublikasi The New York Times dan  Shea, Michael (27 July 2015). Yang berjudul "Living with FOMO". Terbitan The Skinny. 9 January 2016.
Mengemukakan bahwa FOMO atau kepanjangan dari Fear of missing out adalah perasaan khawatir bahwa seseorang gak mengetahui atau kehilangan informasi, peristiwa, pengalaman, atau suatu keputusan hidup yang dapat membuat hidup seseorang menjadi lebih baik. Atau dapat disederhanakan, takut ketinggalan informasi.
FOMO juga dikaitkan dengan rasa takut akan penyesalan , yang dapat menyebabkan kekhawatiran bahwa seseorang mungkin kehilangan kesempatan untuk berinteraksi sosial , mendapat pengalaman baru, mengingat peristiwa yang tak terlupakan.
Hal ini ditandai dengan keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan orang lain, dan dapat digambarkan sebagai ketakutan untuk gak berpartisipasi adalah pilihan yang salah. FOMO dapat terjadi misalnya karena gak mengetahui tentang suatu percakapan apalagi masalah yang sedang trending, melewatkan acara TV, gak menghadiri pernikahan atau pesta, atau mendengar bahwa orang lain telah menemukan suatu kesenangan yang baru, entah itu berwisata, menimati kuliner, mengalami promosi kenaikan pangkat, mendapat penghargaan dan lain sebainya. FOMO dalam beberapa tahun terakhir telah dikaitkan dengan sejumlah gejala psikologis dan perilaku negatif
Dalam padangan yang ekstrim FOMO di gambarkan sebagai fenomena yang berkaitan dengan perasaan selalu ingin merasa menang dan gak ingin tertinggal oleh yang lain.
Hal ini dapat terlihat, dimana ponsel yang digengaman kita, dalam keadaan siaga, ibu jarin dan jemari lain yang digunakan kadang dalam posisi siap untuk mengirim pesan text atau Memposting sesuatu  saat melihat sesuatu di layar ponsel yang dalam keadaan hidup. Dan tentu kosentrasi kita seolah-olah tak mau sedetik pun (hyperbola), jauh dari smartphone kita.
Isolasi  Diri
Sebuah penelitian di University of Pennsylvania menemukan bahwa penggunaan Facebook, Snapchat, dan Instagram yang tinggi justru meningkatkan perasaan kesepian. Sebaliknya, penelitian ini menemukan bahwa mengurangi penggunaan media sosial sebenarnya dapat membuat Anda merasa gak terlalu kesepian dan terisolasi dan meningkatkan kesejahteraan Anda secara keseluruhan.