Definis Etika
Plato adalah seorang filsuf yang berasal dari Yunani, secara spesifiknya dari Athena. Plato digolongkan menjadi sebagai filsuf Yunani Kuno. Pemikiran plato banyak yang dipengaruhi oleh Sokrates dan karyanya yang paling terkenal adalah Republik, isinya berisikan pandangannya pada keadaan yang ideal, Plato juga menulis buku yang berjudul " Hukum".
Etika menurut Plato adalah moral yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang bisa dicapai, seperti mencapai suatu kesenangan hidup dan perspektif berbudi luhur pada diri manusia.Â
Etika Plato ini bersifat intelektual dan rasional. Pada dasarnya ajaran Plato mencapai budi yang baik. Budi diartikan ialah "tahu". Plato mengatakan bahwa tujuan manusia itu memperoleh suatu kesenangan hidup dan kesenangan hidupnya itu diperoleh dengan sebuah pengetahuan.Â
Menurut Plato sendiri ada dua macam budi, yaitu Budi Filosofis dan Budi baisa. Budi Filosofis adalah budi gaib dan sedangkan Budi Biasa adalah suatu keperluan materil untuk hidup didunia. Plato menyadari bahwa tiap manusia akan menghadapi banyaknya rintangan dan hambatan di dalam hidupnya.Â
Menurut pandangan Plato kehidupan yang ideal itu adalah kehidupan yang membuat manusia menjadi bijaksana, berani dan adil. Kehidupan teringgi dalam kehidupan didunia ini adalah mengharmonisasikan antara ideal dengan kenyataan atau kebenaran yaitu dengan mewujudkan keadilan, keberanian, kebaikan dan kebijaksanaan melalui petunjuk rasio.Â
Plato adalah seseorang yang disebut sebagai pemikir politik yang sangat kritis terhadap penguasa di Athena, tidak lupa bahwa Socrates yang dihukum mati oleh pemerintah maka dari itu Plato mulai berkembang dan kritis terhadap pemerintah sehingga Plato pun berpendapat bahwa orang yang tepat dan baiksebagai pemimpin yaitu orang yang berfilsafat ( Filsuf ).
Konsep etika Plato ini kurang lebihnya hampir serupa dengan konsep Socrates. Etika Socrates menekankan pada unsur pengetahuan, menurut Socrates manusia akan hidup dengan pengetahuaannya apabila manusia tersebut telah memiliki pengetahuan yang cukup. Ia menyimpulkan bahwa pengetahuan dan moral merupakan sebuah kesatuan yang tak dapat dipisahkan dan Socrates percaya bahwa hidup yang layak adalah hidup yang baik.
Etika Plato ini didasari dengan dunia ide. Menurutnya dunia ide adalah dunia yang indra-indra kita bisa rasakan hanya sebuah bayangan yang tidak sempurna dari bentuk ideal yang ada di dunia idea. Konsep mengenai bentuk-bentuk ideal  didunia pada umumnya sudah ada sejak manusia lahir.Â
Dunia ide menruut Plato sendiri memiliki ciri-ciri, yaitu tidak berubah, tetap dan merupakan sebuah bentul asal dari segala sesuatu. Perubahan-perubahan yang terjadi itu mengakibatkan bentuk tiruan dari bentuk asal didunia ide. Plato berpendapat bahwa dunia yang kita rasakan itu melalui indra kita hanyalah bayangan semata yang tidak menunjukan bentuk asli dari kondisi ideal di dunia ide, maka dari itu memperoleh pengetahuan yang sejati manusia harus mempelajari dunia ide.Â
Plato mengatakan bahwa tujuan hidup manusia itu adalah mencapai kesenangan hidup, menurutnya kesenangan hidup adalah dengan memperoleh suatu pengetahuan, bukan hanya kesenangan hidup duniawi saja. Â
Dikarenakan pengetahuan sejati terdapat didunia ide dan ide tertinggi menurut Plato adalah kebaikan, maka manusia harus melakukan kebaikan untuk bisa mencapai kesenangan atau kebahagiaan itu di hidupnya.
Orang Athena menjelaskan bahwa jiwa meurpakan penguasa tubuh manusia dan karena itu harus memperioritaskan jiwa dari pada tubuh. Namun demikian, dari kebanyakan manusia gagal dalam melakukan hal seperti ini dan merek lebih memilih mengejar suatu kecantikan, kekayaan dan kesenangan dengan mengorbankan moralnya dan akibatnya mereka memprioritaskan tubuh mereka dari pada jiwa mereka. Meskipun manusia harus mengutamakan jiwanya, mereka juga berkewajiban untuk menjaga tubuh mereka.Â
Namun orang-orang tidak menghormati tubuh mereka dengan menjadi sangat cantik, sehat dan kuat, sebaliknya mereka lebih menghormati tubuh dengan mencapai rata-rata di antara esktremnya masing-masing negara bagian. Prinsip yang sama hanya berlaku untuk kekayaan, apabila terlalu banyak kekayaan atau harta akan menyebabkan munculnya permusuhan dan keserakahan dan sementara kekayaan yang terlalu sedikit akan membuat seseorang rentan terhadapt eksploitasi.
Etika Yunani Kuno pada umumnya diartikan sebagai egois yang berarti bahwa penyelidikan etis berpusat pada pertenayaan tentang bagaimana  kehidupan terbaik bagi seorang individu. Dalam kerangka ini, diskusi tentang mengapa seseorang itu harus menjadi moralitas dikaitkan dengan bagaimana moralitas berhubungan dengan kesejahteraan.Â
Dengan kata lain, Plato berpendapat bahwa kita memiliki alasan untuk menjadi moral, yaitu moralitas akan membantu kita menjalani kehidupan yang sukses dan bahagia. Dengan pemikiran seperti ini, sangat masuk akal jika Platon berfikir bahwa kita berkewajiban untuk merawat jiwa dan tubuh kita, karena membutuhkan kehidupan yang baik.
Pelu diingat bahwa teori-teori etika utama saat ini memiliki fitur-fitur tentang diri sendiri yang dibangun didalamnya dan dengan demikian gagasan ini tidak sepenuhnya unik bagi Plato sendiri.Â
Tiga teoi etika utama saat ini adalah etika  moralitas (yang diadvokasi oleh Plato), deontologi dan konsekuensialisme. Immanuel Kant berpendapat bahwa kita memiliki kewajiban untuk memperbaiki diri, sementara konsekuensialisme dalam bentuknya yang paling tradisional itu, berpendapat bahwa ketika menentukan bagaimana kita harus bertindak, kesejahteraan pribadi kita sendiri lah yang dipertimbangkan.Â
Setelah menyatakan bahwa warga negara harus menjaga orang lain, orang Athena menawarkan argumen yang menarik dalam membela kehidupan yang moral. Inti dari argumennya itu ialah bahwa sifat yang buruk akan mengarah ke ekstrem emosional dan sedangkan moralitas mengarah ke stabilitas emosional. Karena emosi yang ekstrem akan menyakitkan, maka kehidupan yang moral akan lebih menyenangkan.
Orang Athena memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa kehidupan yang moral itu akan membawa lebih banyak kesenangan hidup dari pada rasa sakit. Dengan melakukan hal ini, ia berharap untuk dapat meruntuhkan pemikiran yang terlalu umum, bahwa kehidupan yang secara moral buruk masih dapat dinikmati.
Definisi Hukum Bisnis
Plato merupakan murid dari Socrates yang mengaitkan hukum dengan kebijaksanaan dalam teori hukum itu sendiri. Socrates menempatkan kebijaksanannya dalam konteks mutu pribadi pada warga negara, namun Plato mengaitkan kebijaksanaan itu dengan tipe ideal negara yang dibawah pimpinan kaum asritokrat (para filsuf). Plato memiliki pandangannya pada hukum bahwa kesempurnaan individu itu hanya tercipta dalam konteks negara yang berada dibawah kendali guru moral, para pimpinan yang bijak, para mitra bestari yaitu kaum aristokrat.
Menurut Plato hukum itu adalah suatu instrumen untuk menghadirkan sebuah keadilan yang ditengah situasi ketidakadilan, maka dari itu hukum dibutuhkan sebagai sarana keadilan. Keadilan bisa tercipta tanpa adanya hukum karena yang menjadi penguasa ialah kaum cerdik, pandai dan bijaksana yang dapat mewujudkan theoria dalam suatu tindakan. Hal ini di ungkapkan oleh Plato didalam bukunya yang berjudul " The Republic".
Seperti karya plato yang lainnya tentang teori politik, seperti Negarawan dan Republik, bahwa hukum bukan hanya tentang pemikiran politik saja, namun tetapi melibatkan diskusi ekstensif tentang psikologi, etika, teologi, epistemologi dan juga metafisika. Namun, tidak seperti dengan karya-karya lainnya, hukum menggabungkan filosofi politik dengan undang-undang yang diterapkan sangat rinci tentang hukum dan prosedur apa yang seharusnya ada di Magnesia.Â
Contohnya termasuk percakapan tentang mabuk, apakah mabuk diperbolehkan di kota, lalu bagaimana para warga harus berburu dan menghukum bunuh diri. Detailnya hukum, memiliki prosa yang kikuk dan kurangnya organisasi yang telah menarik kecaman baik dari para sarjana kuno maupun modern.Â
Dalam hal ini banyak yang mengaitkan tulisan canggung ini dengan uisa tua Plato pada saat penulisan, meskipun demikian para pembacanya harus mengingat bahwa pekerjaan itu tidak pernah selesai, dan meskipun kritik-kritik seperti ini memiliki beebrapa manfaat dan ide-ide yang dibahas dalam hukum sangat cocok untuk kita pertimbangkan.Â
Banyak ide pada filsofis pada hukum yang telah teruji oleh waktu, seperti prinsip bahwa kekuasaan absolut itu dapat merusak dan tidak akan ada orang yang terbebas dari aturan hukum yang berlaku. Perkembangan-perkembangan penting lainnya sesuai yang ada didalam hukum tersebut mencakup sebuah penekanan oada rezim campuran, sistem pidana yang bervariasi, kejibakannya tentang wanita di militer dan upayanya pada teologi rasional.Â
Namum, Platon mengambil idenya yang paling original itu sebagai hukum yang harus menggabungkan persuasi dengan paksaan. Untuk meyakinkan warga negara supaya dapat mengikuti kode hukum, disetiap hukum memiiki pendahuluan yang menawarkan alasan mengapa seseorang harus mematuhi hal tersebut. Paksaan tersebut datang dengan bentuk hukuman yang melekat pada hukum jika persuasi harus gagal untuk memotivasi kepatuhan.
Selain itu, didalam hukum Plato membela beberapa posisi yang muncul dalam ketegangan dengan ide-ide yang diungkapkan dalam karya-karya lainnya. Mungkin perbedaan terbesarnya adalah bahwa kota yang ideal dalam hukum justru lebh demokratis dari pada kota yang ideal di republik.Â
Peredaan lainnya yang patut dicontoh yaitu tampaknya menerima kemungkinan adanya kelemahan kehendak (akrasia)---pada suatu kedudukan yang ditolak dalam karya-karya sebelumnya dan memberikan jauh lebih banyak wewenang kepada agama dari pada yang diharapkan oleh pembaca Euthyphro.Â
Meskipun republik dan hukum memiliki banyak persamaan, mereka yang datang ke hukum setelah membaca republik kemungkinan besar akan terkejut dengan apa yang mereka temukan dalam teks-teks tersebut karena kedua hal tersebut isinya bereda dalam hal isi dan betuk.Â
Dalam bentuk, hukum memiliki kualitas sastra yang jauh lebih rendah dari pada karya Plato yaitu Republik. Sebagian ini merupakan hasil dari fakta bahwa hukum berurusan dengan rincian kebijakan hukum dan pemerintahan sedangkan republik sebaliknya, republik berfokus pada politik dan etika yang tingkatnya jauh lebih umum.
Hubungan republik dengan hukum jelas ditetapkan oleh Plato. Menurutnya republik adalah negara terbaik dan hukum adlaah yang terbaik dibawah kondisi yang ada di Yunani. Hukum dengan jelas menhakuui apa yang sebagian diakui oleh republik bahwa cita-cita itu tidak ada bandingannya bagi kita sendiri, namun tetapi, kita pun harus mengangkat pandangan kita ke langit dan berupaya untuk mengatur kehidupan kita menurut dengan gambar ilahi.Â
Di republik, Socrates mengembangkan kota yang ideal yang disebut sebagai Callipolies (secara harfiah, yaitu kota yang cantik atau mulia). Callipolis terdiri dari tiga kelas yaitu kelas pekerja petani dan pengrajin, kelas militer dan sejumlah kecil filsuf elit yang nantinya akan memerintah kota.Â
Dalam hukum, orang Athena mengatakan bahwa hukum yang benar adalah yang berujuan untuk mengembangkan moralitas diseluruh tubuh warga negara. Struktur politik yang ada pada Callipolis mengamankan perilaku yang benar dari semua warga negara. Namun demikian, karena moralitas melibatkan pengetahuan yang dimiliki oleh para filsuf sedangkan non-filsuf hanya dapat memperkirakan moraliats.Â
Dengan kata lain, hukum tampaknya lebih terlihat optimis dari pad republik yang sehubungan dengan kemampuan rata-rata warga negara untuk berudi luhur. Republik mewakili pandangan ideal milik Plato tentang sebuah utopia politik, dan sedangkan hukum mewakili pandangnnya tentang kota terbaik yang bisa di capai mengingat buruknya sifat manusia.Â
Misalnya, Aritoteles berpendapat bahwa republik dan hukum itu memiliki banyak ciri-ciri yang sama, akan tetapi hukum itu menawarkan sistem yang lebih mampu atau sanggup diadopsi secara umum. Banyak para sarjana yang telah mendukung bacaan ini dengan menunjukan bahwa Magnesia dikatakan sebagai kota terbaik yang kedua, dengan kota yang ideal sebagai kota yang memiliki kesamaan antara wanita, anak-anak dan properti.
 Karena kota Callipolis adalah utopia yang tak bisa dicapai, tidak ada gunanya membahas mengenai adat istiadat secara detail apapun, tetapi karena Magnesia dapat dicapai, hal ini merupakan proyek yang berharga. Republik hanya menyajikan ideal teoritis saja dan hukum menjelaskan bahwa pada dasarnya republik itu dimodifikasi dan diwujudkan dalam dunia.Â
Pembahasan ini menyangkal bahwa memberikan dukungan untuk menyatakan bahwa Callipolis adalah kota yang ideal. Tegasnya, pada bagian itu hanya mengatakan bahwa kota yang ideal adalah tempat dimana segala sesuatu akan dianggap sama dan di Callipolis hanya para pengawal saja yang memiiki hal-hal yang sama. Hal ini mendukung hanya gagasan bahwa kota yang ideal yang diilustrasikan dalam hukum itu bukanlah Callipolis.Â
Christopher Bobonich (2002) berpendapat bahwa persepktif baru ini adalah hasil dari Plato yang mengubah pikirannya tentang psikologi, meninggalkan pandangan republik dimana jiwa memiliki bagian-bagian dan menggantinya dengan konsepsi yang lebih terpadu tentang agensi dan motivasi manusia.
 Namun para pembaca harus mencatat bahwa ini hanyalah diskusi sepintas tentang masalah yang sangat besar dan penting, ada banyak cara lain untuk menjelaskan perbedaan diantara teks-teks tersebut. Jostein Gaarder penulis buku "Sophie's World" mengatakan bahwa negara ideal yang dimaksudkan oleh Plato yaitu negara bayangan dan ideal yang dinamakan dengan negara utopis, yakni negara yang diperintah oleh para filsuf.Â
Menurut Plato, terciptanya sebuah negara yang baik itu tergantung pada akal, apakah negara itu diperintah oleh akal. Sebagaimana seperti kepala mengatur tubuh, maka filsuflah yang seharusnya mengatur masyarakat. Menurut Plato bahwa negera ideal itu merupakan suatu komunitas etikal demi mencapai kebajikan dan kebaikan.
Dialog dimulai dengan orang Athena yang menanyakan mengenai asal usul suatu hukum, apakah hukum itu berasal dari dewa atau manusia. Clinias menyatakan bahwa Apollo dianggap sebagai pencetus hukum Kreta, sedangkan Zeus dianggap sebagai pendiri Sparta. Percakapan tersebut bergeser ke pertanyaan tentang tujuan pemerintah.
 Megillus dan Clinias berpendapat bahwa tujuan pemerintah adalah untuk menang dalam perang, karena konflik merupakan kondisi yang sangat penting bagi seluruh umat manusia. Karena tujuan utamanya adalah kemenangan dalam perang, Clinias dan Megillus mempertahankan bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membuat warga negara berani.Â
Orang Athena menanggapi dengan menunjukan bahwa perukunan dan keharmonisan di antara pihak-pihak yang berperang lebih unggul dari pada kelompok yang saling mengalahkan. Ini menunjukkan bahwa perdamaian lebih unggul dari pada kemenangan. Konsekuensinya yaitu sistem pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus secara eksklusif  pada memupuk keberanian dalam diri warga negaranya, tetapi juga harus mengembangkan kebajikan secara keseluruhan, termasuk tidak hanya keberanian tetapi juga kebijaksanaan, moderasi dan keadilan. Memang keberanian, menurut tanggapan orang Athena adalah kebajikan yang paling tidak penting. Tujuan hukum adalah untuk membantu warga negaranya berkembangan, dan mengembangkan kebajikan didalam diri mereka.
Dalam meminta karakter mengajukan posisi tertentu yang mereka lakukan, Plato meminta kita untuk merenungkan cara institusi dimana lembaga politik membentuk nilai-nilai warga negara. Misalnya Clinias dan Megillus yang keduanya berasal dari kebudayaan yang berpusat pada militer, percaya bahwa konflik manusa itu merupakan bagian mendasar dari sifat manusia dan keberanian adlaha kebajikan terbesar. Sebaliknya, orang Athena yang berasal dari kebudayaan seni filsafat, memandangan keharmonisan, kedamaian, dan waktu senggang sebagai sesuatu yang ideal. Oleh karena itu, agar warga negara mengembangkan watak yang pantas, sangatlah penting agar kota itu memiliki kebijakan yang benar dan warga negara menerima pendidikan yang benar.
The Origin of Legislation ( asal usul perundang-undangan )
Orang Athena memulai pembicaraan dengan berbicara tentang gagasan tradisional bahwa budaya yang berkembang berulang kali dimusnahkan oleh banjir besar. Dari banjir ini muncul budaya primitif. Selama ini kami hidup sederhana dan damai. Karena hanya ada sedikit orang, orang-orang senang bertemu satu sama lain dan sumber dayanya berlimpah. Meskipun tidak memiliki hukum resmi, orang-orang hidup menurut sistem politik yang disebut autokrasi atau dinasti.Â
Dalam sistem ini yang tertua memerintah dengan wewenang diturunkan melalui orang tua. Pada akhirnya, suku-suku kecil mulai bergabung dan membentuk kota-kota. Begitu hal ini terjadi, timbulah konflik karena ada para penatua yang berbeda, masing-masing mengaku memiliki wewenang. Selain itu setiap kelompok membawa adat agama yang berbeda. Dari konflik ini munculah undang-undang. Orang-orang dipilih untuk mewakili kepentingan berbagai kelompok yang membentuk kota. Para wakil ini berbicara kepada para pemimpin masing-masing mengenai peraturan apa yang harus diterima.Â
Dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam asal usul legislasi, ada tiga pelajaran yang dapat ditarik, pertama, kota dan peradaban adalah perkembangan yang alami. Orang Athena menolak gagasan bahwa kota dan hukum itu tidak alami. Kedua, manusia tidak secara alami menentang Clinias dalam buku 1, tetapi memiliki itikad yang baik secara bersama. Ketiga, fitur yang diperlukan dari perundang-undangan adalah rekonsiliasi konflik yang berkepentingan.
Penjajah dan sebagian besar akan datang dari Kreta walaupun inidvidu dari Peloponnese yang lebih besar akan disambut juga.pada awalnya, ini menimbulkan suatu masalah. Magnesia terdiri dari individu-individu dengan adat dan budaya yang berbeda. Solusi Athena pada tahap argumentais ini adalah seorang ditaktor moderat dan legislator yang bijaksana harus mengembangkan kode hukum dan konstitusi. Keuntungan dari kediktatoran adalah bahwa hukum dan kebiasaan akan didapat dengan mudah untuk diubah karena kekuasaan terletak pada satu individu.Â
Perlu membuat kode hukum agar kekuasaan dapat ditransfer ke berbagai pejabat. Pada proyek selanjutnya ialah menggambarkan sebuah konstitusi apa yang akan dibuat oleh diktator nan baik hati ini. Tetapi tidak ada jawaban langsung yang diberikan, justru sebaliknya, orang Athena lah yang menawarkan mitos kehidupan selama masa Cronos ayah Zeus). Mitos ini menjelaskan bahwa selama pemerintahan Cronos, kehidupan selalu diberkati dan selalu berbahagia. Cronos mengetahui, bahwa kodratnya manusia itu bejat, menempatkan makhluk ilahi yang bertanggung jawab atas manusia. Ini terlihat mirip dengan bagaimana manusia memerintah hewan peliharaannya.Â
Pelajaran yang didapati yaitu bahwa seseorang tidak boleh diperintah oleh yang sederajat, tetapi seseorang boleh diperintah oleh atasannya. Orang Athena menjelaskan bahwa meskipun pemerintahan Cronos sudah berakhir dan makhluk ilahi tidak lagi menbimbing kita, didalam diri manusia pasti ada elemen ilahi yaitu adalah akal. Dengan alasan tersebut, hukum akan mencerminkan pemerintahan ilahi yang terjadi selama masa pemerintahan Cronos dan manusia akan berbahagia. Mitos ini menghubungkan para pembaca kembali ke topik awal dari hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antara hukum dan ilahi.Â
Orang Athena secara eksplisit menghubungkan akal, hukum dan ilahi. Dari kasus mitos Cronos sudah jelas bahwa hukum itu harus rasional namun tetapi siapa yang harus dilayani dan dimana letak otoritasnya itu? Lalu, orang Athena mengemukakan pendapatnya itu bahwa dalam hukum apapun yang tidak melayani kepentingan seluruh kota adalah hukum palsu. Karena itulah, mereka yang memegangi jabatan politik disebut dengan pelayan hukum dari pada disebut dengan penguasa. Dari sini jelas bahwa hukum itu memilliki otoritas atas semua warga negara dan hukum itu pada dasarnya memperhatikan kesejahteraan seluruh masyarakat dan bukan kelompok atau individu tertentu.
Penyusunan awal pada hukum terbentuk langsung dari legislator dan diktator. Orang Athena menyatakan bahwa, ini adalah salah satu cara yang terbaik dan paling efisien untuk menegakkan hukum yang baik dikota. Akan tetapi, jika hukum terbentuk sepenuhnya dari luar, lalu mengapa warga negara mengikuti hukum tersebut secara sukarela?. Orang Athena memecahkan permasalahan tersebut dengna menciptakan ide pendahuluan didalam hukum. Orang Athena memulai penjelasannya itu dengan analogi medis yang dimana ia membandingkan praktik medis seorang dokter bebas dengan dokter budak.
 Para dokter tersebut tidak sependapat tentang siapa yang mereka perlakukan dan bagaimana para dokter itu memperlakukan mereka. Sang dokter budak umumnya memperlakukan budaknya dan bertindak seperti diktator---cukup mengeluarkan perintah dan memaksa pasiennya untuk taat. Namun sebaliknya, dokter bebas umumnya memperlakkan orang bebas dan memperhatikan pasiennya itu sebelum dia memberikan resep obatnya.Â
Faktanya bahwa dokter bebas ini tidak akan menawarkan resep sampai dia membujuk pasiennya tentang apa prosedur medis yang benar. Dan sedangkan dokter yang bagaikan seorang diktator, merupakan dokter yang bebas mengunakan persuasi atau bujukan dan paksaan. Orang Athena ini ingin membuat hukum menjadi seperti dokter bebas, baik menggunakan bujukan maupun paksaan. Persuasi dicapai dengan melampirkan pendahuluan pada hukum. Dalam komposisi msik, pendahuluan adalah pertunjukan musik singkat yang mendahului komposisi utama.Â
Panggung musik dirancang untuk melengkapi penampilan yang akan ditampilkan sehingga dapat diterima dengan baik oleh penontonnya. Begitu pula dengan hukum, pembuat hukum dapat mengawali hukum dengan pernyataan singkat yang akan membuat warga negara lebih kooperatif dan siap belajar, dan juga dengan demikian lebih mudah untuk menerima hukum dengan leluasa. Paksaan dicapai dengan menyertakan hukuman kepada hukum jika warga negara harus memilih untuk tidak mematuhi hukum tersebut.
Orang Athena jelas ingin sekali warganya mematuhi hukum dengan sukarela. Ia menyadari bahwa supaya hal ini terjadi warga negara harus melihat hukum sebagai hal yang melayani kepentingan mereka dan pendahuluan yang dimaksudkan untuk mencapai hal ini. Ada tiga interprestasi utama yaitu, penafsiran pertama adalah bahwa persuasi itu rasional. Seorang pembela pada pandangan ini memiliki pendapat bahwa inti dari pendahuluan itu adalah untuk menjelaskan kepada warga negara alasan sebenarnya yang mendasari hukum itu.Â
Penafsiran kedua yaitu, menyatakan bahwa persuasi itu tidak rasional dan tidak menarik bagi akal warga negara, melainkan emosi bagi mereka. Bukti utama yang mendukung hal ini terdapat dalam pendahuluan itu sendiri. Banyak dari pendahuluan merupakan seperti kohtbah konvensional, yang hanya mempermalukan warga negara agar menjadi taat. Contoh favorite dari mereka yang mendukung pembacaan non-rasional adalah pendahuluan untuk hukum berburu.Â
Dalam pendahuluan ini, orang Athena hanya menegaskan pendapatnya bahwa hanya berburu hewan darat dengan kuda, anjing atau berjalan kaki yang layak dilakukan dengan keberanian dan bahwasannya bentuk berburu lainnya itu seperti menjebak yaitu malas dan seharusnya tidak dilakukan.Â
Orang Athena tidak berusaha untuk menjelaskan alasan mengapa beberapa dari bentuk berburu itu malas, sementara yang lain berani, dia juga tidak mengatakan apaun mengapa bentuk berburu yang malas itu buruk dan bukan hanya sekedar penggunaan waktu yang efisien. Dan penafsiran ketiga yaitu bahwa ia mencoba untuk mendamaikan pembacaan rasional dan non-rasional. Misalkan, pendahuluan sudah dijelaskan oleh orang Athena sebagai menarik suatu akal dan anggaplah bahwa pendahuluan yang sebenarnya tidak menarik bagi akal, melainkan emosi.Â
Dua jawaban yang muncul yaitu pertama, bahwa orang asing menggunakan deskripsi pendahuluan untuk menawarkan cita hukum dengan warga negara secara bebas dan rasional mematuhi hukum tersebut. Nmun karena keterbatasan psikologi mansia, pendahuluan yang sebenarnya tidak  akan sesuai dengan cita-cita ini. Yang kedua ini lebih progmatis, orang Athena ingin warga negaranya termotivasi untuk mematuhi hukum. Dia mengakui bahwa warga negara akan beragam kepentingan maupun kemampuan intelektualnya. Karena itu, pembuat hukum harus mengajukan banding ke berbagai jenis untuk memotivasi warga negaranya, beberapa menjadi rasional, sementara yang lain menjadi non-rasional.
Dalam apa yang disebut Plato "dialog awal", Socrates membela pernyataan yang berlawanan bahwa ketidakadilan selalu disengaja karena ketidaktahuan. Si pelaku kejahatan sebenarnya menginginkan apa yang baik jadi apabila mereka bertindak  salah, mereka tidak melakukan apa yang sebenarnya ingin mereka lakukan.Â
Kita dapat memecahkan pandangan paradoks tersebut menjadi dua tuntutan yaitu; tesis ketidaksengajaan: tidak seorang pun secara sukarela tidak adil. Tesis ketidaktahuan: semua kesalahan merupakan suatu akibat dari ketidaktahuan tersebut. Platon akan mencoba memecahkan kedua tuntutan tersebut. Disatu sisi, orang Athena bersikeras bahwa tesis yang tidak disengaja itu adalah benar, tetapi disisi lain, dia mengakui bahwa semua pembuat hukum tampaknya menyangkalnya.Â
Para pembuat hukum memperlakukan kesalahan yang disengaja sebagai hukuman yang lebih berat dari pada kesalahan yang tidak disengaja. Dan selain itu, konsep pemidanaan seolah-olah mengandaikan bahwa para pelaku kejahatan tersebut bertanggung jawab atas perbuatannya dan hal ini seolah-olah mereka bertindak secara sukarela ketika mereka bertindak dengan tidak adil.Â
Dengan demikian, orang Athena menghadapi dilema; dimana ia harus meninggalkan tesis yang tidak disengaja itu atau dia harus menjelaskan bagaimana tesis yang tidak disengaja dapat mempertahankan pemikiran yang mendasarndalam hukum bahwa beberapa tindakan kejahatan bersifat kebetulan dan yang lainnya tidak. Orang Athena menolak untuk meninggalkan tesis yang tidak disengaja itu dan mencoba untuk menyelesaikan kesulitan ini dengan menawarkan perbedaan antara cedera dan ketidakadilan.Â
Cedera mengeksplorasikan jenis kerugian apa yang dilakukan pada korban dan apa yang harus dilakukan penjahat kepada korban, keluarga mereka atau negara. Ketidakadilan mengeksplorasikan kondisi psikologis dimana kejahatan itu dilakukan. Dia menyebutkan tiga kondisi utamanya yaitu kemarahan, kesenangan dan ketidaktahuan.Â
Meskipun ada banyak perdebatan ilmiah seputar masalah ini, gagasan umum tampaknya bahwa seorang penjahat dapat menyakiti seseorang secara sukarela ataupun tidak, akan tetapi tidak pernah bisa  untuk tidak adil secara sukarela. Contoh sederhananya, misalnya saya menabrak gerobak tukang sayur yang sedang berjualan sehingga sayur yang ada digerobak tersebut tersebar kemana-mana.Â
Hal pertamanya adalah bahaya yang disengaja dan sedangkan yang kedua adalah bahaya yang tidak disengaja. Dengan demikian, hal pertama bahaya yang disengaja akan mendapatkan hukuman jera atau hukuman berat dan hal yang kedua bahaya yang tidak disengaja tidak mendapati hukuman apapun.Â
Demikian dalam kasus tersebut ketika saya dengan sukarela ingin merusak gerobak tersebut saya secara tidak sukarela tidak adil. Ini dikarenakan tidak ada yang menginginkan hal buruk bagi mereka sendiri dan ketidakadilan itu merupakan suatu hal yang buruk bagi seseorang, maka dari itu tidak ada seorang pun yang menginginkan ketidakadilan itu. Jika seseorang tidak terlibat dalam kejahatan maka jiwanya adil. Dan dengan begitu, Platon ingin mempertahankan tesis sukarela sambil mengabaikan tesis ketidakthuan dengan memungkinkan bahwa kemarahan dan kesenangan dapat menggerakkan seseorang untuk bertindak tidak adil.
Banyak para pakar yang menunjukkan bahwa orang Athena tampaknya meragukan istilah "sukarela" dan "terpaksa". Ketika membahas bahayanya sukarela dan tidak disengaja, istilah tersebut digunakan dalam pengertian biasa yang mencerminkan apa yang diinginkan oleh agen secara aktif atau sadar. Namun, ketika membahas ketidakadilan sukarela dan tidak disengaja, istilah tersebut digunakan dalam pengertian Socrates yang mencerminkan apa yang sangat diinginkan dan diinginkan oleh seorang agen.Â
Oleh sebab itu, pengertian biasa hanya mengacu pada keadaan psikologis secara sadar dan sedangkan pengertian Socrates dapat merujuk pada keadaan tidak sadar atau dengan apa yang diisyaratkan oleh keinginan yang baik.Â
Poin-poin dari keseluruhan orang Athena itu sudah jelas. Bahwa hukuman tidak boleh hanya melihat dari kerugian yang disebabkan, tetapi harus melihat keadaan psikologis dimana cedera iu terjadi. Ini memiliki manfaat memungkinkan nuansa ketika menghukum agen karena tingkat kesalahan dapat ditemukan dalam keadaan psikologis agen tersebut. Seorang agen bermusyawarah dan kemudian membunuh seseorang itu tidak boleh diperlakukan sama dengan orang yang membunuh seseorang dalam kemarahan atau sebagai akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terduga.
Pentingnya Etika dan Hukum;
Etika merupakan suatu konsep dalam baik atau buruknya seseorang, dan dengan etika kita bisa mengetahui ataupun menilai perilaku seseorang. Etika iini sangat mempengaruhi kehidupan manusia karena dengan adanya etika manusia dapat berorientasi bagaimana mereka menjalankan kehidupannya dengan tindakan sehari-hari dan mereka dapat membedakan mana perbuatan benar dan mana perbuatan yang salah.Â
Namun, dalam kenyataannya bahwa etika secara perlahan mulai menghilang seiring dalam perkembangan zaman. Coba kita lihat peristiwa-peristwa yang terjadi pada sekitar kita, bahwa banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan melanggar sebuah etika, hal ini terjadi karena kurang kesadaran manusia atas dasar pentingnya etika.Â
Karena hal ini lah yang dapat menyebabkan terjadinya peristiwa yang melanggar moralitas. Perlu diketahui bahwa etika itu sangat penting untuk diterapkan kedalam kehidupan kita, agar kita dapat membedakan perbuatan yang buruk atau salah dengan perbuatan yang benar selain itu etika juga dapat membatasi pergaulan kita dengan sesama agar kita bisa mencapai kehidupan yang nyaman, aman dan tentram. Menerapkan etika dikehidupan sehari-hari membuat kita terlihat jadi lebih beretika terhadap orang lain dan lebih moralitas.Â
Menerapkan etika dikehidupan sehari-hari cukup mudah dilakukan, misalnya seperti membantu masyarakat sekitar untuk ikut bergotong royong disetiap akhir pekan, menolong seseorang yang sedang terjadi kecelakaan ringan (contohnya seperti jatuh dari sepeda motor), memberikan senyuman yang ramah kepada masyarakat sekitar ketika sedang berpapasan, bertutur kata yang baik pada orang lain agar orang tersebut terasa nyaman saat berbicara dengan kita.Â
Padahal hal tersebut sangat mudah dilakukan dikehidupan sehari-hari tetapi masih banyak orang yang merasa malas untuk melakukan hal tersebut sehingga dianggap tidak beretika. Orang-orang yang tidak menerapkan etika contohnya, orang yang memiliki rasa iri dengki kepada kepemilikan orang lain, tidak mau menolong orang-orang yang kesusahan, mengutarakan atau mengucapkan tutur kata yang tidak sopan dan menyakiti perasaan orang lain, bersikap egois, hanya ingin mementingkan kepentingan sendiri, tidak menghormati orang yang lebih tua.Â
Hal-hal seperti itu akan dianggap tidak memiliki etika karena perilakunya yang tidak bisa bertoleransi dengan sesamanya. Akibatnya orang yang tidak menerapkan etika akan kesusahan untuk meminta sebuah pertolongan disaat berada dikondisi yang sulit, dan dijauhi oleh orang lain dalam lingkungan sosialnya.
Didalam hukum, etika merupakan hal yang penting untuk diterapkan. Didalam hukum, suatu norma harus wajib dipatuhi atau ditaati oleh orang-orang yang terlibat oleh profesi tersebut. Tugas hukum merupakan tugas berkemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan atas nilai-nilai dasar perwujudan martabat manusia. Hukum berkaitan dengan masalah yang mewujudkan dan juga memelihara ketertiban dan berkeadilan dalam kehidupan bermasyarakat.Â
Perlu diketahui keadilan dan ketertiban merupakan suatu nilai dan keutamaan yang paling berbudi luhur. Dalam melaksanakan kewajiban dalam hukum, perlunya memiliki sikap manusiawi, sikap adil, sikap patut, dan sikap jujur. Apabila terjadi penyimpangan ataupun pelanggaran pada kode etik maka mereka yang terlibat dalam hukum harus sukarela untuk mempertanggung jawabkan atas akibat yang dilakukan. Untuk itu sebisa mungkin berusaha untuk menghindari penyimpangan atau pelanggaran tersebut dengan cara mematuhi kode etik yang berlaku. Orang-orang yang menerapkan etika pada dirinya itu akan dinilai profesional dan bermoralitas menurut pandangan dari masing-masing orang.
Hukum sangat diharapkan bisa memberikan nilai-nilai keadilan yang sebenarnya, namun keadilan ini dianggap sepele ataupun seolah-olah menjadi barang yang mahal dari jangkauan masyarakat. Keadilan harus terwujud dikehidupan saat ini, keadilan haru mewarnai perilaku dan kehidupan manusia dalam hubungan dengan seluruh ciptaan tuhan.Â
Keadilan pada bangsa ini adalah suatu yang sangat langka, sebab negara masih belum mampu untuk memberikan sebuah jaminan atas munculnya peraturan perundang-undangan yang memiliki jiwa keadilan dan tegaknya hukum bersandar pada keadilan. Makna keadilan ini seolah-olah lenyap begitu saja oleh penagakkan hukum, karena konsep hukum yang adil dan demokratis masih belum menjadi kenyataan yang dapat memberikan sebuah jaminan bahwa hukum mampu dalam memberi solusi yang adil bagi masyarakat ataupun warga negara. Dengan begitu etika dan hukum sangat penting untuk diterapkan pada diri manusia itu sendiri.
Contoh kasus etika dan hukum;
Contoh kasus yang bisa kita lihat dan kita ketahui yaitu kasus tentang pemalsuan surat bebas Covid-19. Tersangka adalah seorang pegawai honorer yang bertugas dibagian loket pendaftaran puskesmas. Kasus tersebut nyatanya sudah diproses oleh pihak yang berwenang. Kasus pemalsuan surat bebas Covid-19 tersebut terjadi di Kabupaten Mojokereto. Lalu tersangka ditangkap oleh polisi dan tersangka dijerat pada pasal 236 Ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara sesuai dengan keputusan dari pihak berwenang. Kasus tersebut bisa didasari karena surat bebas Covid-19 yang palsu itu bisa menyebabkan bahaya pada kalangan masyarakat secara umum, dan hal ini jadi efek jera agar masyarakat tidak melakukan pelanggaran hukum yang serupa.Â
Perbuatan tersangka itu dalam pemalsuan surat keterangan bebas Covid-19 selain merugikan masyarakat juga merugikan tenaga kerja kesehatan yang terkait namanya dalam surat pemalsuan tersebut yaitu Dokter penanggung jawab dan petugas tenaga  laboratorium medik. Dari kasus tersebut bahwa masih tingginya kasus Covid-19 pada saat itu harusnya ini dijadikan evaluasi dari kebijakan pemerintah untuk dapat melampirkan surat bebas Covid-19, dan evaluasi tersebut menyangkut paut segi efektivitas pelaksanaan peraturan tersebut dilapangan. Kasus ini merupakan kasus pidana karena melanggar aturan hukum dengan melakukan pemalsuan sebuah surat atas dasar kepentingan pribadi.
Pemerintah sangat diharapkan agar lebih menekankan sosialisasi atas bahayanya Covid-19 ini, dan menerapkan kembali protokol kesehatan pada lingkungan sosial ini. Banyak sekali masyarakat yang masih belum tersentuh sosialisasi dan edukasi mengenai bahayanya Covid-19 ini sehingga mereka mengabaikan segala protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Untuk saat ini mungkin kasus seperti ini sudah tidak lagi terjadi atau terulang kembali karena protokol kesehatan sudah mulai renggang dan rendahnya tingkat Covid-19. Akan tetapi, tetap saja pemerintah untuk siaga menerapkan prokes yang sederhana agar masyarakat bisa menjalani prokes tersebut dengan mudah dan terhindar dari segala pengaruh yang berkaitan dengan virus-virus menular. Bagi para masyarakat juga harus mengikuti aturan hukum yang berlaku sesuai yang diperintahkan oleh pemerintah, apa salahnya mengikuti atuan-aturan hukum? Dengan mengikuti aturan tersebut kita pasti akan terhindar dari yang namanya penyimpangan ataupun pelanggaran hukum.
Kesimpulan pada keseluruhan penjelasan diatas, bahwasannya etika itu sebagai pemikiran yang sistematis atas dasar mengenai moralitas yang secara langsung dapat membuat manusia jadi lebih baik. Etika sebenarnya tidak perlu dimiliki oleh manusia meskipun manusia membutuhkan moralitas. Etika bukanlah suatu kebaikan justru melainkan suatu pemahaman yang lebih mendasari mengenai mana yang dianggap baik dan dianggap buruk secara moralitas. Etika merupakan bentuk sarana orientasi hidup manusia, etika memberi bekal kepada manusia untuk bersikap rasional terhadap norma-norma.Â
Etika ini lebih mengarah perkembangan masyarakat untuk menuju suasana yang tentram, teratur, harmonis dan sejahtera. Disisi lainnya, bahwa hukum merupakan kumpulan peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan legislatif melalui legislasi. Peraturan-peraturan ini harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat agar bertindak dan berperilaku yang baik atau tidak semena-mena.Â
Hukum berbeda halnya dengan moral atau etika yang memiliki status legalitas sehingga orang-orang yang terikat pun harus wajib mematuhi hukum tersebut. Hukum pada dasarnya memiliki sanksi bagi pelanggar hukum, sehingga masyarakat mau tidak mau harus terikat dengan hukum tersebut. Dalam pembuatan hukum harus memiliki batasan dari nilai moral yang ada pada manusia sehingga hukum yang dipaksakan tersebut jelas atau masuk akal serta tidak mengecewakan atau merugikan masyarakat.
Referensi; Â Â Â Â Â Â Â
Internet Encyclopedia of Philosophy; Platon: The Laws
Fahmy Laura Etika dari sudut pandang Plato [Artikel]. - mei 2011.
Hakim Abdul Negeri dalam perspektif Plato [Jurnal]. - 2010. - 14125188 : Vol. IX.
Jayanto Dian Dwi Filsafat Plato Tentang Ide, Etika dan Negara [Artikel]. - Yogyakarta, 2021.
Platon Laws [Buku]. - Britania Raya; University of Oxford : tej, Benjamin Jowett, 2008.
Radjapedia Teor Plato: Hukum Sebagai Sarana Keadilan [Online] // Radjapedia. - 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H