Mohon tunggu...
Uweis AlQorni
Uweis AlQorni Mohon Tunggu... -

Berhenti ketika langkah kaki berhenti melangkah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Radio

7 Desember 2011   15:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:42 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung Pagi hari.

Matahari bertahta pada pijarnya yang mencoba menerangi selaput jagad raya yang dikehendakinya. Tanpa paksaan, tanpa halangan. Burung-burung pun ikut menikmati sinar pijarnya, bernyanyi dan menari.

Waktu telah menujukkan pukul 09.00 pagi, namun aku masih saja terlelap dalam tidurku. Tanpa iku menikmati pijarnya sang mentari sperti burung-burung yang bertengger diatas pohon beringn tua depan kontrakanku.

drriiiiiiiiiiing.....

Suara jam weker ku pun berbunyi. Jam weker yang telah berjerit-jerit membangunkan lelap tidurku, namun aku tak kunjung bangun.

Driiiing.....

Jam weker ku pun kembali teriak membangunkanku, akhirnya aku sadar dari lelap tidurku. Kulirikkan mata sebelah kearah jam weker yang berada di meja sebelah tempat tidurku. Waktu ternyata telah menunjukkan pukul 09.30 Wib.

"haaaaa.....waduuucchhh, aku telaat..... " teriakku sambil melompat dari tempat tidurku menuju kamar mandi.

Pukul 10.00 pagi ini aku ada wawancara kerja disebuah radio besar di kota Bandung. Setelah sudah cukup lama aku mengirimkan surat lamaran kerjaku ke setiap Radio dikota Bandung ini, akhirnya semua lelah dan kerjaku berbuah hasil juga.

Tanpa mandi, hanya menyikat gigi dan cuci muka saja, aku pun langsung mengambil sepatu Hak tinggi yang berada di balik pintu kamar.

"Aduch.... gimana sech cara memakainya ini ??? " gumamku yang gak mengerti cara memakai sepatu Hak tinggi.

Jujur saja, ini adalah pengalaman Pertamaku memakai sepatu Hak tinggi. Biasanya aku lebih suka memakai sepatu biasa. Kalau saja pacarku Yoga tidak pernah memaksaku untuk memakainya dan kalau saja hari ini tidak ada wawancara kerja, mungkin aku tidak akan pernah mau memakainya bahkan menyentuhnya.

Tiba-tiba suara Handphoneku berdering. Bertandakan 1 sms masuk. 1 sms dari Yoga pacarku.

"Sayang, pasti kamu baru bangun tidur dan sekarang lagi terburu-buru serta merasa risih dengan sepatu Hak tinggi baru kamu ya ??? "

Yoga memang sangat mengenal karakterku. Bahkan hal-hal yang kecil dari sifatku pun dia tahu. Tapi jujur aku tidak dengan satu sifatnya yang terlalu otoriter padaku. Semua kehendaknya, pasti saja selalu harus dituruti. Tapi karena aku merasa kasihan padanya, makanya aku masih tetap mencoba untuk bertahan menjadi pacarnya.

Akhirnya aku berhasil juga memakai sepatu hak tinggiku. Setelah merasa yakin tidak ada yang ketinggalan satu pun, aku pun mengunci pintu kamar kontrakanku dan berjalan menuju ujung bibir gang depan kontrakanku.

"Waduh, macet lagi..... kalau aku naik angkot pasti bakal 2 jaman baru sampai ditempat. " gumamku sambil mengaruk-ngaruk kepala karena bingung.

"Good morning Swetty Lala...." sapa A'Asep tetanggaku.

Tiap hari A'Asep pasti selalu menggodaku. Tidak peduli pagi, siang mau pun malam, dia selalu saja mengejar-ngejar mengharap cintaku. tapi idih amit-amit, ogah ah... gimana aku mau menerima cintanya, melihatnya saja aku ogah.

"Swetty Lala, mau kemana ??? Aa Asep anterin ya, pakai Vespa Pujangga Aa ??? " goda A'Asep.

Awalnya sech aku ogah menerima tawaran A'Asep, tapi kalau dipikir-pikir, dari pada aku telat untuk wawancara kerja, yah mau tidak mau. hehehehe

"Boleh... Tapi cepatan yaa ??? " sahutku sambil naik keatas Vespanya.

"Aduh, gimana caranya aku duduk diatas Vespanya A'Asep ya ??? Duduk seperti biasa atau duduk menyamping ?? " ujarku dalam hati.

Akhirnya aku memilih duduk menyamping.

----- ***** -----

Setelah melakukan perjalanan ditengah macetnya Bandung pagi hari dengan menggunakan Vespanya A'Asep, akhirnya aku sampai juga disebuah radio tempat aku dipanggil kerja.

"A'Asep kiri...." teriakku.

Vespa pun berhenti dan aku pun langsung turun dan jalan cepat menuju pagar kantor Radio tersebut.

"Lho kok langsung pergi aja sech, swetty Lala ??? Masa Aa Asep ga dapat kiss sech dari swetty Lala ??? " teriak A'Asep yang ganjen.

"Oh ya, makasih A'Asep atas tumpangannya...." Teriakku dibalik pagar kantor radio.

Tanpa mempedulikan A'Asep didepan pagar kantor radio, aku pun segera masuk kedalam kantor radio itu. Tapi pagi ini, mungkin  adalah pagi yang sial bagiku. tepat didalam kantor radio, seorang Office Boy (OB) menabrakku dan menumpahkan secangkir kopi yang dibawanya dibajuku.  Tanpa disuruh, si OB tersebut mencoba membersihkan tumpahan kopi dibajuku.

"Kurang ajar loe, berani-berani-beraninya pegang-pegang gue !!! Apa loe gak pernah diajarkan sopan santun ama Ortu loe ??? " teriakku sambil menampar wajah OB tersebut.

Seluruh karyawan diradio tersebut, menatap bingung kearahku yang sudah teriak-teriak.

Tak lama kemudian, muncul seorang wanita muda dengan kaca mata jadulnya dari balik pintu ruangan kerjanya. Ternyata dia adalah Ibu Santi, Manager SDM diradio tersebut.

"Ada apa ini ???? Pagi-pagi sudah buat keributan saja ?? " omel Bu Santi.

Seluruh pegawai tampak diam seribu kata. Tidak ada satu pun yang berani menjawab. Karena mereka takut disalahkan oleh Ibu Santi.

"Kamu siapa ???? tanya bu Santi padaku.

"Saya ??? " jawabku yang pura-pura tidak tahu.

"Ya iya kamu lah, memang siapa lagi orang yang tunjuk selain kamu ??? " balesnya ketus.

"Oh... perkenalkan saya Lala, buk. Saya kesini dipanggil untuk wawancara sebagai penyiar buk. " kataku tersenyum sambil mengulurkan tanganku pada Bu Santi.

Uluran tanganku dianggap dingin oleh Bu Santi.

"Kamu ikut saya ke ruangan " ujar Bu Santi dengan dingin tanpa sedikit senyuman.

Dengan perasaan malu, akhirnya aku pun mengikuti Bu Santi ke ruangannya.

Wawancara pun dimulai.

Berbagai pertanyaan ditanyakan Bu Santi padaku. Jujur saja, aku jadi sangat gugup dan tegan dibuatnya. Namun aku mencoba untuk sedikit tenang, kalau tidak harapan dan cita-citaku akan hancur berantakan. Karena hari ini adalah FINAL nya.

"Sebelumnya kamu pernah siaran ??? " tanya Bu Santi.

"Sudah, buk ??? " jawabku.

"Dimana ??? "

"Disebuah radio dangdut dikampung saya, buk." sahutku yakin dan percaya diri.

"Radio dangdut ??? " ujar Bu Santi yang bingung.

"Kamu tahu, radio disini, siapa saja pendengarnya ??? Radio disini, radio anak-anak muda remaja. Bukan radio dangdut." sambungnya.

Aku hanya diam menahan malu dan mengangguk-anggukkan kepala.

Aku pun menjadi semakin gugup. Keringatku pun berderas dengan kencangnya tanpa harus mendapatkan intruksi dariku.

Setelah berjam-jam wawancara dan aku diserang pertanyaan yang bertubi-tubi, akhirnya aku pun diterima bekerja menjadi seorang penyiar di radio tersebut.

"Baik lah, setelah saya pertimbangkan, kamu diterima di Perusahaan Radio ini untuk menjadi Penyiar. Kamu akan menemani Indah di acara Morning Bandung. " kata Bu Santi yang membuatku menjadi senang banget dengan keputusannya yang akhirnya mau menerimaku bekerja menjadi penyiar diradio ini.

"Acara Morning Bandung itu dimulai pukul 06.00 pagi, jadi kamu harus tiba dikantor pukul 05.00 untuk mempersiapkan bahan-bahan siaran" sambung Bu Santi.

"Haaah... Pukul 05.00 pagi harus tiba d kantor ??? Huufft... Apa aku bisa bangun pagi yaa ???  " ujarku dalam hati.

----- ***** -----

HARI PERTAMA KERJA.

Pukul 04. 40 WIB pagi. Jam wekerku dengan setia berteriak membangunkanku, walaupun teriakkannya mengusik dan mengganggu tetangga kontrakanku yang masih saja tertidur dengan lelapnya.

Setelah bersusah payah untuk bangun pagi, akhirnya aku bisa juga untuk bangun lebih awal dari biasanya. Ini adalah pengalaman pertamaku, untuk bangun pagi. Yah walaupun masih saja tergolong masih saja kesiangan, tapi aku masih tetap bersyukur.

Walaupun kedua tuan mataku ini masih saja sangat berat dan masih tetap ingin untuk setiap berada dibalik selimut HARRY POTTER ku, namun aku terus berusaha melawannya. Dengan segera aku pun bangkit dari tempat tidurku untuk cuci muka, gosok gigi, wudhu dan sholat shubuh. Tanpa mandi. Hehehehe... memeang kebiasaanku pagi hari.

Setelah beres smuanya, aku pun segera melangkahkan kakiku menuju ujung bibir gang dpn kontrakanku untuk mencari angkot menuju tempat kerja baruku.

Sebuah angkot jurusan Ledeng-kelapa pun berhenti dihadapanku. Tanpa ragu, aku pun langsung naik. Angkot pun kembali berjalan.

Setelah melakukan perjalanan dijalan Bandung yang masih tampak sepi, akhirnya aku tiba didepan Kantor baruku.

"Kiri, mang...." teriakku.

Aku pun turun dari angkot, membayar ongkos dan langsung berjalan masuk kedalam kantor.

Ternyata Mbak Indah telah dulu tiba, tapi dia tampak enjoy saja, walaupun aku telat 10 menit.

Pagi ini adalah pengalaman pertamaku, menjadi penyiar disebuah radio besar anak muda di kota Bandung.

Walau pun kantuk, namun aku terus mencoba tetap profesional dalam bekerja. Karena hari ini, juga termasuk penentuan, apakah aku pantas dilepas untuk siaran sendirian membawa program acara yang telah ditentukan ???

Setelah menahan kantuk yang menggangguku, akhirnya aku pun berhasil siaran pagi ini.

----- ***** -----

Sudah sebulan lebih aku bekerja menjadi penyiar. Dan aku sangat enjoy dengan pekerjaan yang sudah lama aku impi-impikan. Namun kesenangan dan rasa enjoyku tidak untuk Yoga pacarku.

Semenjak aku menjadi penyiar, aku selalu saja sibuk siaran. Sebagai seorang penyiar baru, aku terus saja diminta untuk selalu siaran, baik itu siaran disetiap program-programku yang telah diberikan, mau pun menggantikan para senior-seniorku. Sebagai seorang junior yang baik hati, aku harus mengikuti alurnya.

Karena aku terlalu sibuk siaran, Yoga pacarku menjadi sangat kesal. Karena selama aku menjadi seorang penyiar, aku sama sekali tidak ada waktu untuk jalan dengannya.Yoga pun menjadi sangat kesal.

Suatu hari Ibunya Yoga mengundangku makan malam bersama keluarganya dirumah. Awalnya aku memenuhi undangan tersebut, namun pada hari "H", disaat aku hendak berangkat kerumah Yoga, tiba-tiba mbak Laras memanggilkku dan memintaku untuk menggantikan.

"Lala, sekarang kamu tolong gantikan Indah siaran ya, karena barusan saya dapat telepon dari keluarganya, kalau Ibunya meninggal di Rumah Sakit Umum" kata mbak Laras yang tiba-tiba keluar dari ruangan kerjanya.

"Aduch...bagaimana ini ??? " Satu sisi aku sudah terlampau janji pada Ibunya Yoga, namun satu sisi yang lain aku diminta untuk bersikap profesional dan sosial menggantikan mbak Indah yang sedang kemalangan" gumamku dalam hati.

Tiba-tiba handphoneku berdering bertandakan sebuah telepon masuk. tampak di layar Handphone, Yoga pacarku, menghubungiku.

Dalam keadaan bingung dan terjepit, aku pun membiarkan handphoneku terus berdering. Setelah 6x panggilan tidak terjawab dari Yoga, tiba-tiba handphoneku kembali berdering bertandakan 1 sms masuk. Sms dari Yoga.

"Sayang, kamu dimana sekarang ??? Aku sudah nunggu kamu dari tadi didepan kantor kamu."

"Ayo Laras, kamu harus bisa dan berani mengambil sebuah keputusan yang sangat berat detik ini. Kamu pilih Yoga kekasih kamu, yang selalu Over Protektif terhadap kamu, atau kamu lebih memilih pekerjaan sebagai penyiar, pekerjaan yang sudah kamu impikan sejak kamu masih kecil. Ayo Lala, kamu harus bisa mengambil keputusan itu." ujar ku dalam hati.

Sambil menarik nafas panjang, aku pun mengirimkan sms pada Yoga pacarku.

"Sorry Yog, aku masih saja siaran nech,. Tadi aku diminta menggantikan mbak Indah, karena Ibunya meninggal."

Akhirnya aku bisa mengambil sebuah keputusan yang sangat berat untuk diambil. Kusandarkan kepalaku disofa ruang tamu didepan Studio Siaran.  Tiba-tiba tanpa kusadari, ternyata Yoga sudah berdiri tepat didepanku.

"Jadi kamu, lebi memilih pekerjaan yang tidak penting ini, ketimbang memenuhi undangan makan malam Ibuku ??? Memang berapa sech gaji kamu disini ??? Aku bisa kamu lebih 4x lipat dari besarnya gaji kamu sebagai seorang penyiar. Kan aku sudah bilang, kalau aku itu tidak pernah setuju kamu jadi penyiar. Asal kamu tahu, seluruh keluarga besarku sudah pada kumpul dan mereka dari tadi sudah menunggu kehadiran kamu." ujar Yoga dengan keras. Hingga suara nya terdengar kedalam studio siaran.

"HEI.... siapa bilang kerjaanku menjadi penyiar ini tidak PENTING ??? Gue tidak butuh duit loe !!!! Asal loe tau gue lebih memilih menjadi penyiar radio, ketimbang gue memilih loe.  Menjadi seorang penyiar itu sangat mulia, karena bisa menghibur hati orang yang sedang sakit hati dan terluka." jawabku panjang lebar.

"Jadi mau kamu apa sekarang ??? " tanya Yoga mendorong tubuhku hingga terjatuh diatas sofa ruang tamu.

Melihat aku yang terjatuh didorong oleh Yoga, tiba-tiba Bram OB dikantorku, yang pernah aku tampar ketika aku hendak wawancara kerja, langsung saja memukul muka Yoga.

"Kalau loe jantan, jangan berani sama cewek !!! Lawan gue !!! Gue gak suka loe maen kasar sama cewek" ujar Bram pada Yoga.

Terjadilah pertengkaran besar saat itu. Tidak lama kemudian BU Santi datang dari pintu depan kantor.

"Apa-apaan ini ??? Berhenti!!! " bentak Bu Santi.

"Lala.... kenapa pacar kamu buat kerusuhan disini ??? Lebih baik kamu selesaikan malasah kalian berdua diluar sana !!! " sambung Bu Santi.

Dengan badan yang sakit karena dorongan Yoga, aku mencoba bangkit dari sofa. untung saja Bram mencoba menolong ku.

Tiba-tiba diluar kantor, aku dan Yoga pun menyelesaikan masalah kita berdua.

"Oh aku tahu sekarang, ternyata kamu lebih baik memilih siaran ketimbang memenuhi undangan makan malam Ibu, karena ada cowok sialan itu !!!" bentak Yoga.

"Kalau iya, kenapa ??? Mau loe apa ??? Lebih baik kita PUTUS !!! Gue udah cape ngehadapin loe selama ini !!!" jawabku garang.

Keputusanku terhadap Yoga, membuat Yoga kaget dan menjadi bingung. Tanapa mempedulikannya, aku pun langsung meninggalkan Yoga sendirian didepan pagar Kantor.

"Sayang, maafin aku donk, PLEASE !!! Aku gak mau kita putus !!! Aku takut kehilangan kamu sayang !!! " pinta Yoga sambil menarik tanganku dan menyembah-nyembah padaku.

Tapi keputusanku sudah sangat bulat, aku tetap ingin putus dari Yoga. Lebih baik aku mengakhiri hubunganku dengannya dari pada hidupku dikekang, dan dilarang untuk menjadi penyiar. Kulepas tangan Yoga yang terus menarik-narik tanganku.

----- ***** -----

Tiba didalam kantor, aku kembali merebahkan kepalaku diatas sofa ruang tamu. Sambil menangis mengenang kejadian yang membuatku terpukul. Apakah aku bisa tetap profesional disaat siaran nanti, atau aku akan terbawa dalam emosiku dan kesedihanku ???

Bram datang menghampiriku sambil membawa segelas air dingin untukku.

"Minumlah air dingin ini, biar kamu tenang" ujarnya tersenyum.

Aku jadi malu dengan kebaikan Bram padaku. Padahal dulunya aku pernah menampar wajahnya, karena sifat kurang ajar. Bram seorang pria polos yang berasal dari desa, tapi ternayata tak aku sangka kalau Bram itu adalah seorang Sarjana S2. Namun dia tidak malu dengan pekerjaannya sebagai Ofiice Boy (OB) dikantor tempatku kerja.

"Maafkan saya, karena saya suasan menjadi lebih kacau balau" sahutnya.

"Gak papa kok, justru aku yang berterima kasih dan minta maaf atas kejadian dulu disaat aku menapar kamu" balasku.

Bram duduk disampingku. Dia terus mencoba menenangkanku.

"menangislah, kalau dengan menangis itu bisa membuatmu tenang." ujar Bram bijak.

"Lebih baik kamu ikut saya sekarang, akan saya bawa kamu kesuatu tempat yang akan membuatmu menjadi tenang." sambungnya sambil menarik tanganku.

Aku pun mengikuti Bram dari belakang. Tapi kenapa Bram justru membawaku ke atap kantor ???

"Kalau kamu mau teriak, teriaklah.... agar semua beban kamu lepas." kata Bram yang melepas tanganku.

Selama aku bekerja di Radio ini, aku tidak pernah menyentuh lantai atap kantor. Ini adalah pengalaman pertamaku.

Tanpa harus dikomandoi dan di paksa, akhirnya aku pun mencoba untuk berteriak dengan kerasnya. Aku pun akhirnya menangis. Semua bebanku hilang. Bram mencoba memeluk sambil menenangkanku dan ikut merasakan kesedihanku. Hujan turun dengan sejenak. membuat suasana menjadi khidmat saat ini.

----- ***** -----

Setelah perpisahanku dengan Yoga, aku menjadi tenang dan lebih enjoy dengan kerjaanku menjadi seorang penyiar.  Karena bagiku, menjadi seorang penyiar itu adalah pekerjaan yang sangat mulia. Karena seorang penyiar itu harus bisa menghibur orang yang sedang berduka lara, walaupun dirinya juga sedang terluka. Namun dia harus bisa bersikap profesional.

Aku pun bangga, karena Bram selalu dengan setia menemaniku dan menghiburku disaatku sedang bersedih dan capek setelah siaran.

Dan tanpa diduga, ternyata Bram adalah jodohku yang sudah dipersiapkan Tuhan untukku. Dan akhir aku dan Bram pun menikah. Setelah kita menikah, Bram mendapat tawaran kerja yang sangat layak menjadi seorang Dosen disebuah Universitas ternama di kota Bandung. Dan aku tetap menjadi seorang penyiar senior.

Setelah perpisahanku dengan Yoga, Yoga menjadi sangat terpukul. Dan yang kudengar Yoga mati bunuh diri.

----- tHe EnD -----

Bandung, 25 Desember 2006

Cerita By: Lembayung Jeiwa / Benny / Didie / Uweis Al Qourni

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun