Mohon tunggu...
usniarr
usniarr Mohon Tunggu... Penulis - Blog

Yesterday was a lesson, today is a lesson, tomorrow will be a lesson too. Because Life is a Lessson.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Jejak Cinta di Negeri Mimpi

26 Januari 2025   12:25 Diperbarui: 28 Januari 2025   16:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daydream. Sumber ilustrasi: Unsplash/Free-photos

Jejak Cinta di Negeri Mimpi Karya Usniar

Angin malam meniup wajah damai seorang gadis yamg tertidur lelap itu. Anjali Zrayanyngtyas mencengkram selimut kuat merasakan dinginnya malam, ia menggigil sekilas.

Ia terlihat tenang dengan dengkuran halus yang sesekali terdengar. Namun, itu tidak berlangsung lama, kerutan samar mulai mengambil alih. Gumaman tak jelas terdengar dan kepalan tangan menguat dan mengendur.

Semilir angin menghantam jendela kamarnya seakan menari di sana sini. Seakan terbenam dalam imajinasi merasakan angin kian menghantam tubuh itu dan masuk, masuk ke dalam dimensi yang berbeda.

Anjali melihat kedua tangannya. Ia merasakan kedua matanya berkedip, gelap dan temaram. Netranya menelusuri area sekitar, sangat tenang seolah berada di suasana yang asing namun ia merasakan tempat yang ia pijaki sangat akrab dengannya.

"Menakjubkan." lirihnya.

Ia merasakan perasaan yang sangat berbeda. Asing dan terhanyut rasa penasaran. Hawa sekitar seakan jauh dari kenyataan namun mirip dari kehidupan.

Dunia mimpi...

Dia di dunia yang sama namun berbeda. Tempat yang sama namun sangat asing dengan realita seakan terlempar pada abad sebelum 2000 Masehi.

"Hey! Bersembunyi!" Sesuatu merampas tangannya secara tiba-tiba. Dia mencengkram pinggang Anjali untuk bersembunyi dibalik semak-semak belukar.

Anjali tidak mengerri siapa yang mengejar. Tidak ada seorangpun! Ia kebingungan melihat keadaan sekitar.

Entah mengapa kedua matanya melihat suasana bak kehidupan foto jadul yang sangat redup dan tak ceria. Benar-benar kuno. Ia merasakannya. Jantungnya berdegup saat melihat dua pria bertubuh tinggi berlari melewati mereka.

Anjali tak kalah terkejut disaat memalingkan muka ke arah seorang pria yang menariknya secara paksa. Tampan, sangat rupawan sampai jantungnya berdegup merasakan kesenangan.

"Ada apa?" tanyanya.

"Kemari, ikuti aku." Dia mengajak Anjali ke suatu tempat. Tempat yang jauh dari ingatan.

Siapa pria itu? Anjali tidak bisa menjabarkannya namun dia terlihat tampan dan karenanya ia merasakan sesuatu rasa geli di ulu hati hingga otaknya berkedut.

Pria tinggi dengan kulit cokelat manis berjalan di depannya. Anjali tetap melihat area sekitar yang sangatlah asing namun tempatnya jelas tak asing. Suasanya terlalu asing menurut indera penglihatan dan perasaanya.

Sejak kapan Anjali berada di dalam aula pengap ini? Mereka telah duduk  di atas panggung teater yang berlampu kerlap kerlip. Pemuda pemudi terdengar di belakang Anjali. Mereka bernyanyi dan berdansa bersama diselingi canda tawa.

Anjali tersenyum tipis melihat pria itu. Pria di sampingnya memberikan kedua tangannya yang terkepal. Pria itu memainkan teka-teki. Manakah yang akan ia pilih dari salah satunya? Ia memilih tangan kiri pria itu.

"Tangkap!"

Apa maksudnya? Pria itu tersenyum geli. Dia secara mendadak meraup wajah Anjali dan mengecup pipinya tiga kali. 

Anjali tertawa dibuatnya. Ribuan volt terasa di kulitnya. Bulu halusnya terangkat kegelian. Perutnya bergejolak karena rasa yang senang, rasa ternyaman dan berbeda.

"Lihat!" ujar Anjali menunjuk ke belakang mereka.

"Mereka berlatih dansa. Mari berdansa denganku." jawab pria itu dengan suara pelan.

Anjali merasakan tangan kekar memeluk pinganggnya. Sentuhan lembut terasa menghanyutkan dan jantungnya terkaget karena suka. Ia merasa gugup dan senang. Ia menggigit bibir bawahnya dan menatap wajah itu dengan lekat.

Dia memang tampan.

Mereka berdansa mengikuti irama kaki dan satu kedipan Anjali telah dipeluk erat dari samping menikmati pandangan teater yang sedang berlangsung.

Anehnya, mereka melihat sembari berdiri bersama para penonton lainnya. Tidak ada lagi kursi ataupun aula, secepat itu perubahan terjadi.

Dimana aula yang menjadi saksi ia berdansa di panggung, pikir Anjali.

Pria itu mendekat dan Anjali menempelkan tubuhnya ke dada bidang pria itu.

Teater yang dipentas tak menjadi titik fokus Anjali. Ia hanya merasakan kesenangan dengan pria di dekatnya, mereka saling berpelukan. Anjali melihat tangan mereka terpaut.

"Kau suka?" bisik lelaki itu.

Anjali mengangguk sembari menatap tangan mereka terus menerus. Pria itu mengecup pipi Anjali lama dan sungguh gadis itu menikmati perlakuan intim mereka.

Entah datang dari mana suara nada keroncong kemayoran terdengar di telinga Anjali. Ia berdegup kencang, tangannya basah karena keringat, dadanya bergemuruh dan perutnya merintih kegelian. Ia sangat menyukainya.

La-la-la-la-la-la-la-la, oh,

Janganlah lupa,

Janganlah lupa kepada saya

Anjali tiba-tiba melompat dan tercebur dalam air. Ia merasa engap luar biasa, ia sadar ia akan tenggelam dan berusaha naik menuju permukaan. Dadanya sesak dan jantungnya berdegup luar biasa.

Gadis itu tiba-tiba terbangun dengan jantung yang masih berdegup kencang. Kepalanya sakit berkedut cepat dan merasakan dinginnya kedua tangan ini.

Anjali membuka mata terpejamnya. Ia melihat sekeliling yang telah tampak sedikit terang, menandakan hari telah berganti dan beralih dari bulan ke matahari.

Masih merasakan kegugupannya disaat mengingat  mimpi itu. Ia bersama pria tampan tapi ia sama sekali tidak mengingat wajahnya. Satu per satu pecah dari rentenan puzzle yang telah terbentuk. Sudah buyar menyisakan separuhnya saja.

Anjali melupakan wajah lelaki itu. Sayangnya, rasa suka ini masih ia rasakan dan ingat hingga beberapa hari kedepan. Bahkan, ia sama sekali tidak mengetahui nama pria itu dan semuanya selesai.

Selesai sampai saat dimana ia terkaget setengah mati di dasar air itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun