Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Bisnis Kematian

20 Agustus 2020   14:59 Diperbarui: 20 Agustus 2020   15:11 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkat pengalaman mengemudikan mobil ketika bekerja di pabrik garmen, Mustahal tidak mengalami kesulitan dalam mengemudikan mobil ambulans yang dikuasakan kepadanya. Keberadaan mobil ambulans itu dikabarkan Mustahal kepada jamaah Jumat. Bagi warga yang memerlukan mobil ambulans tersebut dipersilakan menggunakannya. Untuk membantu dana operasional dipasangnya kotak amal di dalamnya. Orang boleh memberi uang seikhlasnya. Bagi warga yang tidak mampu Mustahal menggratiskannya. Terlebih jika dia yang mengemudikannya. Ambulans itu terparkir di samping masjid. Kuncinya dia yang pegang. Mustahal pernah menyerahkannya kepada ketua DKM, tapi ditolak dengan alasan tak mampu mengoperasikannya.

***

Tiga setengah tahun telah berlalu. Bakda isya. Sebuah taksi biru berlogo burung elang berhenti di depan rumah Mustahal. Seorang perempuan, yang tak lain adalah Marni, turun disertai dua anak. Sejumlah barang bawaan pun diturunkan.  

Mendengar suara mobil Mustahal keluar rumah. "Marni!" Seketika Mustahal kaget.

"Bapak." Marni segera menghampiri dan mencium tangan bapaknya, diikuti kedua anaknya.

"Ayo." Mustahal segera mengangkat barang bawaan Marni.

Taksi pun pergi. Marni bergegas masuk menemui ibunya. Tangis Marni pecah. Dalam hati Mustahal bertanya-tanya, khawatir ada sesuatu yang tak beres dengan putrinya. Mustahal menahan diri seraya menantikan kejelasannya.Sampai dua hari berikutnya barulah istrinya menjelaskan bahwa kedatangan Marni adalah kedatangan untuk menetap sementara. Pasalnya, Marni berkonfik dengan suaminya, tapi Marni tak menjelaskan musababnya.

Sepulangnya Mustahal dari masjid usai menunaikan salat subuh, Marni mendekat.

"Pak, aku mohon izin untuk menetap di rumah ini."

"Rumah ini seram Marni." Mustahal menyindir.

"Sekarang tidak kok, Pak, bahkan adem."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun