"Lu, kan, ke belakang tadi. Eh, terus bagaimana kamar mandinya, ada yang aneh, nggak?"
"Jujur, ya, serem banget gua, perasaan dingin banget di dalamnya, mana gelap lagi. Untung gua bawa HP."
"Aneh!" spontan mulutku mengucapkan itu. Selanjutnya karena terbawa suasana misterisu di warung tadi, kami pun terdiam selama perjalanan. Â Bahkan sampai lupa dengan haus kami.
Satu jam kemudian mobilku memasuki wilayah kampung Cicadas. Dua orang temanku menyambut di depan gerbang kampung.
"Kok, lama?" tanyanya singkat.
"Mogok!" Bambang menjawag singkat pula.
Kami langsung diajak ke rumah kepala kampung yang Bernama Pak Burhan. Setelah memperkenalkan diri dan berbincang beberapa saat, kami pun beristirahat di rumah yang sudah disediakan.
Keesokan harinya, setelah sarapan, kami kembali ke rumah Pak Burhan untuk menjelaskan apa saja yang akan kami kerjakan selama KKN.
"Syukurlah. Kampung ini sudah lama tidak kedatangan mahasiswa yang KKN. Semoga kedatangan Anda semua bisa membantu penduduk kampung Cicadas ini," kata Pak Burhan setelah mendengarkan penjelasan kami.
"Oh ya, Pak. Kampung Cicadas ini kelihatannya jauh dari kampung-kampung yang lain, ya?" tanya Joko.
"Iya, kampung terdekat di sebelah selatan sana ada mungkin empat kilo, ke arah utara lebih jauh lagi. Tadi malam mungkin kelewatan sama Anda."