Karuan saja, yang disebelah melotot, mendengar permintaan yang aneh itu.
"Bagaimana ... bagaimana maksudnya, Bu?" Saya bertanya sambil menoleh ke yang duduk di sebelah.
"Anak saya yang besar marah, Pak RT. Dia keluar lalu ngunci rumah dan kuncinya dilempar ke rumah kosong yang ada di depan rumah."
"Lalu putra ibunya di mana?"
"Ada di luar, di depan rumah. Tolong Pak RT, saya ga bisa keluar."
Janda cantik minta tolong untuk datang ke rumahnya. Kok memori saya jadi inget cerita-cerita stensilan dulu, ya?
Soalnya yang kayak gini sering dijadiin modus tuh.
Saya pun beranjak ke luar rumah. Yang duduk di sebelah tentu saja ngikut, walau ga diajak. Terlihat rona curiga di tatapannya. Dikiranya ini benar-benar modus, mungkin.
Singkat cerita, sampai di depan rumah Sang Janda. Rupanya anak pertamanya, yang baru kelas 5 SD, ngambek, entah pingin apa, lalu mengunci ibu, adik, dan ART-nya di dalam rumah. Dan kuncinya dilempar. Karuan saja, yang di dalam rumah panik.
Saya pun mencari-cari anak kunci. Sekitar 10 menit baru ketemu. Setelah menyerahkan kuncinya saya pun pamit. Sang Janda pun mengucapkan terimakasih. Entah sambil ngedipkan mata sebelah atau tidak, saya tidak begitu memperhatikan. Soalnya, nih yang di sebelah terus nempel.
Demikian pengalaman yang paling berkesan selama menjabat Ketua RT. Sebenarnya masih ada lain yang menarik untuk diceritakan, tetapi terlalu panjang kalau ditulis, cukup yang tiga itu saja.