Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paspampres Untuk Anakku : (Menolak) Undangan Presiden

18 Desember 2015   13:49 Diperbarui: 18 Desember 2015   19:45 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto : Ini dia Jessica, waktu umur 2 tahun, dan sudah 3 tahun menjadi wallpaper di handphone-ku

Hari Sabtu, 12 Desember 2015 mungkin seharusnya hari yang berbahagia untuk saya (dan keluarga). Ya, undangan Presiden Joko Widodo melalui tangan Kompasiana adalah rejeki untuk saya, entah, karena aktivitas di Kompasiana yang saya lakoni online maupun offline beberapa tahun belakangan ini, atau memang keberuntungan, tapi tetap perlu disyukuri.  Tapi semuanya hanya bayangan, karena saya tak melihat diri saya di berbagai apdet status facebook teman-teman yang datang maupun di Kompasiana sendiri, yang ramai kontroversi.

Sejumlah pertanyaan muncul kepada saya, mulai dari apresiasi maupun menyelidik apakah saya terintimidasi atau diintimidasi hehe. Tidak, saya TIDAK MENOLAK. Saya tersanjung diundang, saya ingin datang, kepada pak Presiden Republik Indonesia. Siapapun namanya, saya akan datang, sebagai warga negara yang diundang oleh pemimpinnya.

Untuk itulah, tulisan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk refleksi diri saya, dan agar anak saya mengerti Ayah nya pernah diundang Presiden, ketika Dia besar kelak.

Loh, apa urusannya? Ini dia cerita saya, untuk dibaca Anakku ketika dia dewasa nanti, dan mudah-mudahan Kompasiana masih mengarsipkan cerita ini.

Senin, 7 Desember istriku mengirim Whats App message.

“Ayah, Kaka demam, kalau bisa pulang ya.”

Demam tinggi, anakku Jessica umur 5 tahun. Tak biasanya Dia begitu, anak yang sangat aktif dan kami malah memanggilnya dengan sebutan Bocang, bocah petualang, dan kadang kelinci energizer karena tenaga bermainnya ngga abis-abis.

Kali ini dia tergolek di depan televisi, Meringkuk. Menonton kartun tanpa ekspresi. Langsung saya raba keningnya, peluk dirinya. Panas sekali.

Termometer saya coba-kan, 39 derajat celsius, hampir 40. Obat-obata penurun panas segera saya berikan. Tak lupa sebaskom air hangat untuk mengompres keningnya.

Tiga hari, demamnya tak berkurang. Panas tetap tinggi. Tiga hari pula, saya dan istri menjadi paspampres. Pasuken pemberi kompres. Asupan makanan pun dia sulit. Ngga mau makan nasi. Bingung, dan telah dua hari, sesuai petunjuk lazim, jika beberapa hari tak membaik, segera hubungi dokter.

Hasil tes lab pada Rabu malam, 10 Desember di RS PMI Bogor mengkhawatirkan. Namun kami lum bawa dulu lagi ke dokter, baru perintah Lab. Meringkuk digendongan istri, Jessica lemes tak berdaya. Jumat pagi esok rencana hasil lab diberikan ke dokter untuk analisa dan diagnosa. Tidur di kamar dan kadang mengigau serta bangun, saya jadi Paspampres terus untuk dia. Kebetulan, istri juga harus keluar kota karena pekerjaan kantor. Sebagai pengangguran terselubung karena berstatus mahasiswa, saya siap sedia, Ayah SIAGA. Siap Antar Jaga.

Jumat pagi, saya ke dokter anak. Karena hujan terus menerus di Bogor, saya juga mulai merasakan tidak enak badan. Kepala migren. Badan mulai panas-dingin. Namun pagi itu, saya harus ke bogor. Dokter mengatakan ini ada tiga kemungkina, pertama Virus yang sedang ramai, entah waktu itu saya saking pusingnya melapor ke istri via telepon kalau virusnya namanya Rosella. Padahal itu sejenis teh hehe.

Bercanda dalam duka, saya dapat mendengar istri saya yang bermuram durja beberapa hari ini ketawa sejenak. Ah, hari yang kelam tapi kita tak mengapa menertawai kehidupan sekali waktu. Salmonella atau apa. Kemungkinan lain, Demam Berdarah atau DBD dan ketiga, Tipes. Semua tak enak mendengarnya.

Dokter sarankan untuk tes Lab kedua kali selang dua hari, yaitu Minggu, 13 Desember guna melihat perkembangannya. Kalau memburuk, masuk Rumah Sakit. Surat pengantar Lab diberikan ke saya.

Anak saya semakin meringis, kali ini bukan hanya karena sakitnya, namun karena jarum suntik di Lab untuk mengambil darah. Hal yang sangat dia takuti. Saya tambah menakut-nakuti dengan tujuan baik, walau hati saya sedih, bahwa dia harus begitu, kalau tidak, akan masuk Rumah Sakit dan Ayah Bunda tak bisa temani tidur di kasur. Ya, anak saya memang selama ini masih disela-sela Ayah Bunda nya untuk tidur. Bahkan dia berkata mau dibeliin kasur lipat asal masih di dalam kamar Ayah Bunda, bukan tidur di kamar terpisah. Ah, anak Indonesia. Manja, namun tetap anakku.

Berbekal obat tambahan hasil browsing dan tanya teman-teman, kami putuskan tidak ke dokter dan tes lab lagi, tapi kamu harus sembuh. Itu Jumat pagi menuju siang. Jam 10 pagi, se

Siang, saya ada event yang sudah saya jadwalkan untuk hadir, yaitu Kompasiana Nangkring bersama JNE di Tomang, Jakbar. Beberapa kali WA dengan teman-teman grup blogger, saya ragu datang atau tidak, hanya menanyakan jalan menuju Gedung JNE. Anak saya sakit, saya bilang.

Namun demikian akhirnya saya putuskan datang, melawan migren, paspampres ini berangkat ke JNE. Selain karena sudah mendaftar, juga saya janji untuk kembali urus anak saya sebagai bapak rumah tangga nanti malam. Hari ini, saya akan datang ke Event Kompasiana yang beberapa kali terlewatkan walau nama saya terdaftar. Semacam komitmen.

Alhamdulillah, disana bertemu banyak teman dan mengikuti kegiatan. Di JNE pula, Kang Pepih, COO Kompasiana saya ketahui berulang tahun. Salah seorang panutan saya di Kompasiana dengan kedalaman berpikir dan kemampuan manajemen nya yang relatif baik. Pernah bertemu di beberapa event salah satunya Bedah Buku di kantor Kompasiana di Palmerah.

Juga bertemu Kang Iskandar Jet, yang mengatakan bahwa saya diundang untuk menghadiri jamuan makan siang bersama Presiden Joko Widodo. Wah, kabar menggembirakan sekaligus shocking. Karena kondisi sudah mulai drop, dan anak saya dirumah sakit. Sedangkan saya memang berharap esok dia sembuh sehingga tak perlu ke Lab pada hari Minggu sesuai perintah dokter.

Jadi, dengan harapan demikian, saya iya-kan. Tak berapa lama, Kompasiana menelpon pula, mengatakan hal teknis seperti dress code. Saking gembiranya saya tetap iya-kan. Walau mencari batik bukan perkara mudah di momen dadakan ini. Namun demi kesempatan sekali seumur hidup, mesti diupayakan yang terbaik.

Pulang dari event, saya sudah ke-malam-an. Selain masih puyeng dan berharap setelah minum obat akan sembuh esok hari saya WA istri.

“Obat decog*** dan sejenisnya ada dirumah? Anta*** juga? Alhamdulillah besok ketemu Presiden. Jam 9 di Gandaria City berangkat. Jadi Subuh jam 5 saya harus pergi. Mudah-mudahan Jessica sembuh esok pagi. Kamu sabtu jangan kemana-mana”

Balasannya tak begitu menggembirakan. Biasa saja.

“Kalau ngga enak badan, ngga punya batik lengan panjang pula, daripada diusir mending ga usah datang”.

Saya rada heran, sementara orang lain saya cek di timeline sosial media dengan bangga paparkan perihal undangan dan banyak yang turut gembira dan kirim salam. Saya, baru lapor ke satu orang yang paling penting di dunia malah tidak begitu senang. Memang sih, dia pendukung kandidat sebelah, beda sama saya, yang tak dukung dua dua-nya hehe. Ngga, saya netral. Semua pasti ada kelemahan kelebihan, dan kalau mayoritas pilih yang satu, maka artinya yang satu ini punya kelebihan dibanding yang satunya kan? Logika saya katakan begitu. Kata orang, jangan lihat keburukan seseorang tapi selalu ingat kebaikannya. Sebagai penggiat jurnalisme warga dan netizen, saya mendukung dan apresiasi presiden yang menghargai kami, itu saja.

Eniwei, Jam 10-an malam di KRL Menuju Bogor, saya masih makin migren. Mikirin beli batik esok pagi, mikirin anak apakah sembuh. Dan memikirkan baskom kecil kompresan yang saya harus saya tempelan per beberapa jam di keningnya. Agar tidurnya nyaman, tanpa ngigau, tanpa bangun tiba-tiba dan terduduk diam di kasur kemudian tidur lagi.

Kegalauan ini mereda, dengan informasi lagi dari istri saya.

“Kaka (panggilan Jessica) besok mau jalan-jalan. Nonton bioskop. Kalau bisa kita temenin ya Yah. “

Saat itu kuputuskan oke, saya tak datang di undangan pak Presiden. Mohon maaf pak, saya ingin sekali datang walau mungkin tak terlihat, hanya satu dari seratus undangan yang mungkin tak dikenal bapak presiden.

Namun, menemani nonton bioskop merupakan hal yang harus Paspampres lakukan untuk anak saya. Karena menurut saya, dengan kehadiran kedua orangtuanya, akan mempercepat kesembuhannya. Dia ingin merasa kedua orangtuanya mendukung dia. Jessica anak cerdas, walau sedikit manja. Dan dia ngga tau memang, Ayahnya sakit, dan dalam waktu bersamaan pula ada undangan Presiden RI. Biarlah dia ngga tahu. Dia ingin menikmati Sabtu ini. Agar tak perlu ke Lab, disuntik, dan ke dokter lagi. Membayangkan wajah anak saya, ketika menolak habis habisan di suntik membuat saya luluh.

Waktu kecil, ketika sakit, kesempatan itu-lah yang saya dapat untuk meminta mainan dan makan sate ayam dari Ayah saya. Kalau tak sakit, tak akan diberi, karena kami memang tak pernah diajarkan dan diberikan uang lebih untuk itu. Kadang kala, waktu kecil saya ingin sakit, bahkan dari SD sampai lulus SMA, saya tak pernah satu kali pun membawa payung untuk ke sekolah. Menghajar hujan. Agar pilek, sedikit panas, dan kemudian Ibu dan Ayah pulang cepat, mengantar ke dokter dan membelikan sate ayam dan mainan yang mungkin hanya pas Lebaran saja saya bisa dapatkan.

Ah, itu masa lalu, didikan yang mungkin benar, mungkin salah dalam konteks masa kini. Saya hanya ingat, momen sakit itulah saya bisa minta Bapak dan Ibu jadi sebenar-benarnya mereka. Ada disamping saya. Memberikan yang kita mau sebagai anak-anak.

Akhirnya saya mensyen Kang pepih, Mas Isjet, Kompasiana, dan beberapa teman yang saya dapat info juga diundang. Mohon maaf, saya tidak datang.

Sabtu pagi, 12 Desember 2015, saya sudah siap. Bukan ke Istana. Namun ditengah derasnya hujan di Bogor, menunggu taksi ke rumah. Kami telepon, karena kami tak punya kendaraan roda empat. Hanya roda dua yang kalau menembus hujan, kasihan anak saya.

Demi itu, kami menelepon taksi untuk ke sebuah Mal yang ada bioskopnya. Bekal Voucher belanja di supermarket hadiah salah satu lomba di Kompasiana kami bawa, untuk berbelanja makanan minuman sambil nonton. Bujet lain sudah masuk ke biaya dokter dan lab beberapa hari ini. Juga nonton dan taksi.

Saya gembira. Sama hal nya dengan teman-teman Kompasianers yang di Istana. Anak saya gembira, menonton film Good Dinosaur. Sambil makan roti yang dikunyah sedikit sedikit karena masih sulit menelan dan ngga mau makan.

Hari Sabtu itu sungguh menggembirakan. Ayah, Bunda dan Kaka bersama-sama.

Minggu, Jessica berangsur sembuh. Sementara saya, sakit. Tak mengapa. Gantian bed rest dirumah. Kompasianival tahun ini, terlewat. Tapi tak percuma karena ada mereka, Bunda dan Jessica disisi saya.

Senin pagi, 14 Desember, saya masih lemas dirumah. Jessica tiba-tiba sudah siap sekolah. Bundanya, seperti biasa, sejak Jam 5 Subuh sudah berangkat bekerja. Komuter yang tak punya banyak waktu untuk anak kecuali Weekend. Konsekuensi kami, keluarga dengan konfigurasi suami menganggur dan anak yang sudah mau mau masuk SD. Banting tulang dengan cinta kasih.

Tak kuasa menahan, Jessica pergi ke TK nya di dekat rumah. Saya juga ada acara lain hari itu di Jakarta. Jam 9 saya berangkat selang satu jam setelah Jessica diantar ke TK nya.

Jam 13.00 WIB, kembali ada WA dari istri saya di kantornya.

“Ayah, Kaka muntah disekolah. Kaki-nya juga bintik-bintik merah. Kalau bisa pulang.”

Masih berlanjut ternyata. Sedangkan istri saya kembali di luar kota. Masih dalam rangka membantu keuangan keluarga. Beliau panik, mengira ini DBD dan ini kritisnya karena setelah demam panas tinggi maka panas turun, itu saat kritis penderita DBD.

Ya Allah, mudah-mudahan tidak. Saya masih optimis Jessica kuat. Dia ASI full hingga empat tahun. Aktif Energik. Cerdas. Untung acara tak lama. Sekitar Magrib, saya sudah di rumah. Jessica di depan televisi lagi. Menonton kartun. Badannya kembali panas. Paspampres ini, kembali jalankan tugas mengawal buah hati. Tak kemana-mana, hanya peluk dan temani.

Dia marah ketika dibilang muntah. Dia bilang hanya sedikit. Saya maklum, anak ini pintar. Menghindari dibawa ke dokter kembali dan disuntik kembali. Namun saya bersikeras dia harus dibawa. Malam itu, saya ke RS PMI lagi. Minta temenin tantenya Jessica, untuk menggendong. Jessica pun ngga mau pergi kalau tidak sama tante, karena Bundanya sedang tak ada.

Kami langsung ke dokter IGD, setelah ke Lab berbekal surat Lab yang lalu, yang rencananya tidak kami gunakan. Terpaksa Jesica disuntik. Oke, langsung saja ke dokter yang ada dengan bekal Lab yang lalu. Alhamdulillah, pada saat konsultasi, diberitahu dokter bahwa tidak perlu khawatir tentang merah di kaki. Itu hanya ruam yang terjadi akibat cuaca dingin sepertinya. Bukan DBD. Dari Lab juga indikasi virus sepertinya ngga, namun untuk Tipes, masih tahap ringan, walaupun positif, tapi lemah. Istilahnya begitu. Saya tak terlalu paham, yang pasti saya lega berarti dia baik-baik saja. Dokter jaga pesan saja, besok-nya ke dokter anak yang sebelumnya untuk konsultasi.

Setelah melaporkan perkembangan terakhir via WA ke istri saya, kami pulang ke rumah. Jessica yang tertidur di jalan saya tidurkan, sembari memberi makan nasi goreng, satu-satunya nasi yang dia mau makan selama beberapa hari. Menemani tidur, menjadi paspampres, kembali saya lakoni. Bundanya sedang tak ada, ada-nya saya.

Esoknya, saya konsultasi ke dokter anak, dokter memberikan resep obat, dan keharusan banyak makan dan minum air putih untuk Jessica. Sakitnya bukan DBD, bukan Virus, Alhamdulillah. Tipes saja namun bisa rawat jalan. Ngga boleh berlari-lari dulu. Istirahat sambil minum obat dan banyak makan bergizi, minum air putih.

 

Dalam hati saya bersyukur, bisa temani selama sepekan ini anak saya. Disaat panas demam, disaat dia ingin saya ada bersama dia pada Sabtu. Saya rasa, tak ada yang dapat mengganti momen-momen ini, walaupun momen bersama Presiden dalam hitungan jam juga sangat penting.

Kalau rejeki, saya tulis pada beberapa teman di WA yang menanyakan keputusan saya, mungkin tahun depan Presiden undang lagi kita semua. Yang belum berkesempatan. Mungkin di Kompasianival berikutnya. Mungkin ditahun depannya lagi. Bahkan mungkin, oleh Presiden selanjutnya. Semua menjadi rejeki yang sudah diatur oleh-Nya.

Tapi momen Sabtu kemarin, mungkin yang akan selalu diingat oleh putri saya, Jessica, ketika Ayahnya rela menemani keinginannya bersama, bersenang-senang di hari hujan seharian di Bogor. Merelakan undangan Presiden demi undangan seorang Putri yang bukan siapa-siapa.

Kalau Presiden punya pengawal yang bernama Paspampres pasukan pengamanan presiden yang kemarin saya lihat di beberapa foto teman2 yang hadir, mukanya rada bete karena kerubutan Kompasianers yang huru hara tapi gembira ria minta tandatangan, anakku pun punya Paspampres. Ayahnya sendiri.

Hari ini, 18 Desember, Jumat depan kemudian, Jessica sudah sembuh. Dua pekan kami dag-dig-dug. Siap untuk besok, tepat sepekan dari undangan bapak Presiden, Jessica akan ditemani Bundanya tampil di Marching Band anak TK di Lippo Plaza Ekalokasari Bogor. Sabtu Minggu ini, kembali peran sebagai Ayah dan Bunda, peran sebagai Paspampres pribadi untuk Putri kecilku. Putri semata wayang. Di sebuah Istana, bernama Istana Keluarga.

Salam untuk semua Ayah dan Bunda yang memiliki anak terkasih di seluruh Indonesia. Salam untuk bapak Presiden, seorang Ayah juga baik untuk keluarga, dan untuk semua rakyat Indonesia.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun