Masih juga masyarakt mempersoalkan mahalnya tiket akhirnya jawaban pamungkas Menhub menyatakan bahwa Kemenhub hanya mengatur harga batas atas dan bawah dalam moda transportasi udara itu.Â
Selebihnya, lanjut dia, harga tiket pesawat merupakan kewenangan dari masing-masing maskapai penerbangan. Ini semua adalah bukti bahwa pemerintah angkat tangan dan berlepas diri mengatasi masalah mahalnya tiket pesawat. Lantas, siapa yang mesti bertanggung jawab?
Karut-marut transportasi umum di Indonesia dimulai dari kesalahan paradigma dasar berikut perangkat aturan yang muncul dari paradigma dasar tersebut. Transportasi bukanlah sekadar tehnik namun kesalahan sistemik. Paradigma salah tersebut bersumber dari paham sekularisme yang mengesampingkan aturan agama.Â
Sekularisme yang melahirkan sistem kehidupan kapitalisme telah memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri untuk bisnis. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan.
Menurut pandangan kapitalis, dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersil, akibatnya harga tiket transportasi publik mahal.
Jadi bila ditelisik secara mendalam, ternyata biang keladi meroketnya tarif tiket pesawat ini bukan semata-mata  karena praktik kartel, bukan juga karena mahalnya harga avtur, juga buka karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Biang keladinya adalah paradigma kapitalistik dalam pengelolaan transportasi publik. Sistem kehidupan batil ini telah menjadi ruang subur bagi prinsip batil pengelolaan transportasi publik neolib. Yakni, setidaknya ada dua.Â
Pertama, transportasi udara jasa yang harus diliberalkan/dikomersilkan; Kedua, negara hanya regulator (baca: pelayan) bagi kepentingan korporasi. Sehingga seluruh aspek transportasi penerbangan berada dalam kendali korporasi.Â
Korporasi plat merah maupun swasta murni. Baik alat angkutnya dalam hal ini pesawat, bahan bakar minyak penerbangan hingga infrastruktur penerbangan berupa bandar udara dengan segala kelengkapannya. Sehingga tentu saja tak cukup hanya dengan solusi teknis untuk menyelesaikan masalah ini. Adapun faktor penyebab yang dikemukakan sebelumnya oleh stakeholder terkait,itu semua merupakan ekses atau akibat.
 Oleh karena itu, perlu solusi mendasar yaitu menata ulang basis pengelolaan transportasi sesuai syariat Islam. Tidak boleh dikelola dari aspek bisnis. Tidak boleh dikelola dengan tata cara muamalah yang melanggar aturan Islam. Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyatnya. Sehingga bisa saja bahkan digratiskan.
Dalam Islam, moda transportasi merupakan fasilitas umum yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Sehingga negara harus memfasilitasi sarana transportasi dengan baik, murah, terjangkau, bahkan gratis. Negara juga tidak akan dipusingkan dengan melemahnya mata uang yang memengaruhi harga tiket karena merupakan negara yang memiliki kemandirian ekonomi, sehingga tidak akan terpengaruh dengan kuat/lemahnya dollar AS.Â
Penguasa daulah (Khalifah) juga akan meri'ayah rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Pengaturan ini akan berbasis al-Qur'an dan Sunnah, bukan asing. Sehingga kepentingan hajat hidup orang banyak akan menjadi fokus utama penguasa negara Islam.