Maka suamiku yang berupaya memberi pengertian." Umak coba makan saja dulu, lalu dirasakan apakah ada perubahan dari sakit Mak sebelumnya?" lembut tuturnya. Nah betul. Itu mewakili yang ingin kukatakan ke ibunya.
Dari hari ke hari tampak mulai ada perubahan, mertuaku sudah mulai berkurang keluhannya. Nyeri sendi karena asam uratnya tentunya berangsur hilang.
Kalau pagi ku ajak berjalan-jalan, saat sinar matahari mulai terasa hangat.Â
Cuma berjalan antara rumah ke kebun di belakang perkampungan. Hawanya sejuk, pemandangan hijau oleh tanaman padi dan sayur mayur, di kejauhan tampak kebun kopi dan cengkeh.
Kalau berpapasan dengan orang di jalan, beliau berkabar berita," ini menantuku, istri Sofyan, sekarang mereka pindah ke sini, tidak balik ke Jakarta lagi."
Lalu orang akan menjawab,"syukurlah, akhirnya Sofyan mau ngurus kebun."
Ketika menjelang duhur, aku mengirim makan siang dan membawa piranti untuk mandi, serta seperangkat alat sholat buat suamiku di kebun. Kadang aku memetik biji kopi yang sudah merah.Beda banget rasa kopinya dengan kopi yang selama ini ku minum.
Memetik pucuk daun singkong dan menjebol singkongnya sekalian. Betapa menyenangkan mengalami hidup di desa.
Menjelang sore kami beriringan berjalan pulang. Menyusuri jalan setapak dan menyebrangi sungai kecil yang airnya jernih nan segar.
Sambil bergurau, kukatakan, " hidup kita kadang seperti candaan, jauh-jauh ke Jakarta kuliahnya di fakultas pertanian, tetapi setelah lulus bukannya pulang ngurus kebunnya, eh..dirimu malah kerja di finance!"
"Lah, dikau juga, Yang, serius abis belajar ilmu hukum, yaelah... berakhir di depan mesin jahit!"