Pada tanggal yang sudah kami rencanakan pernikahanku tetap berlangsung. Mas-ku saudara ku satu-satunya sebagai wali yang menikahkan aku dengan Sofyan. Lelaki dari pulau seberang. Sebatas acara akad nikah di KUA. Selesai.
 Setelah sah sebagai suami istri, Sofyan meninggalkan rumah kontrakannya dan pindah ke rumahku.
Meskipun kami pengantin baru, tetapi situasi sungguh jauh dari bayangan ku semula. Hidup di kota metropolitan serasa tidak menarik lagi bagiku. Terlebih setiap sudut di rumah selalu membangkitkan kenangan akan ibuku.
Membaca kondisi batinku, Sofyan melontarkan idenya,"ayo  kita pulang ke kampungku saja, hidup di Jakarta lama kelamaan nyesekin dada."
Kupikir itu cuma omongan sambil lalu, jadi tidak ku tanggapi.
Ternyata omongan itu diulangi lagi besoknya dengan tambahan,"ntar aku mau mengambil alih kebun bapak yang diurus oleh pamanku"nah, pikiran ku mulai terbuka.
"Lalu aku bisa kerja ngapain di sana?"
"Suka-suka dikau aja, ga ngapa-ngapain juga gak masalah!"jawabannya seperti candaan.
"Kupikir -pikir dulu, apa yang bisa ku kerjakan di sana dan jadi cuan, mana enak biasa kerja jadi mager." kami mulai bercanda lagi.
Tanpa membuang lebih banyak waktu, aku sampaikan niat suamiku kepada Mas ku, dan dia merestuinya.
Kemudian kuberitahu Sofyan,"ayo kita mulai bersiap, apa-apa yang perlu kita bawa."aku butuh bergantian suasana, di desa pastinya bebas polusi, udara lebih sehat