Mohon tunggu...
Umar Abdul Azis
Umar Abdul Azis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Riba dalam Islam : Analisis Semantik dan Hukum Fiqih Kontemporer

14 Januari 2025   11:57 Diperbarui: 14 Januari 2025   11:57 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fiqih terus mengalami perkembangan dan penyesuaian dengan dinamika zaman, sehingga muncul istilah fiqih kontemporer. Riba adalah salah satu konsep ekonomi yang sering menjadi perdebatan dalam diskursus keislaman. Dalam Al-Qur'an, riba disebutkan secara eksplisit di beberapa ayat, dengan larangan yang jelas dan penekanan pada dampak buruknya terhadap keadilan sosial. Namun, definisi dan aplikasi riba kerap menjadi persoalan dalam memahami konteks ayat-ayat tersebut, terutama ketika diterapkan dalam kehidupan modern yang melibatkan sistem ekonomi yang kompleks, seperti perbankan.

 

Seiring berkembangnya sistem keuangan global, konsep bunga bank menjadi salah satu topik kontroversial dalam fiqih kontemporer. Sebagian ulama memandang bunga bank sebagai bentuk riba yang dilarang, sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa bunga bank memiliki justifikasi tertentu yang membedakannya dari riba dalam pengertian klasik. Perbedaan ini memunculkan berbagai pandangan yang sering kali didasarkan pada metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an serta pertimbangan maslahat dan perubahan zaman.

Artikel ini bertujuan untuk mengupas makna semantik kata "riba" sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, dengan menyoroti nuansa bahasa dan konteks historisnya. Selain itu, artikel ini juga akan mengkaji pandangan bunga bank dalam perspektif fiqih kontemporer, dengan menelusuri argumen-argumen yang muncul dari para ulama dan cendekiawan Muslim. Kajian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana hukum Islam beradaptasi dalam menghadapi tantangan ekonomi modern tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasarnya.

Semantik Kata Riba

Kata Riba dalam Al-Quran disebutkan setidaknya sebanyak 8 kali dalam 4 surah, dalam surah Al-Baqarah sebanyak 5 kali, selain itu hanya disebutkan sekali saja, yaitu di surah Ali Imran, An-Nisa', dan Ar-Rum.[1] Berikut adalah tabel yang berisi nama surah, nomor ayat, dan teks ayat dalam bahasa Arab terkait penyebutan kata riba dalam Al-Qur'an:

 

No

Nama Surah

Ayat

Teks Ayat

1

Al-Baqarah

275

...

2

Al-Baqarah

276

3

Al-Baqarah

278

4

Al-Baqarah

279

5

Ali Imran

130

6

An-Nisa

161

7

Ar-Rum

39

 

 

Makna Dasar dan Relasional Kata Riba[2]

 

  • Makna Dasar

 

Secara linguistik, kata riba berasal dari bahasa Arab (riba) yang berarti kenaikan, tambahan, atau pertumbuhan. Dalam konteks ekonomi Islam, kata ini merujuk pada keuntungan atau tambahan yang diperoleh dalam transaksi secara tidak adil

 

  • Makna Relasional

 

Makna relasional berkaitan dengan hubungan atau interaksi antara kata riba dan konsep-konsep lain dalam Islam, terutama dalam kaitannya dengan ekonomi dan sosial. Dalam hal ini, makna relasional dari riba berhubungan dengan:

 

  • Eksploitasi dan Ketidakadilan

 

Riba di dalam Al-Qur'an dan hadis dipahami sebagai bentuk eksploitasi terhadap pihak yang lebih lemah, terutama dalam transaksi utang-piutang atau jual beli. Ini merujuk pada penambahan yang tidak sah atau bunga yang dipungut atas pinjaman uang atau barang.

 

  • Pertukaran yang Tidak Seimbang

 

Riba juga menunjukkan pertukaran yang tidak adil antara dua pihak, di mana satu pihak memperoleh keuntungan lebih tanpa memberikan imbalan yang setara. Dalam transaksi jual beli, misalnya, pertukaran barang sejenis yang tidak setara dapat menyebabkan terjadinya riba (misalnya, emas dengan emas yang lebih banyak).

 

  • Kerugian Sosial

 

Dalam Islam, riba juga memiliki dampak sosial yang merugikan masyarakat, karena dapat menciptakan ketimpangan ekonomi, memperburuk kondisi masyarakat miskin, dan menghambat keadilan sosial. Riba tidak hanya merugikan pihak yang terlibat dalam transaksi tetapi juga berpotensi merusak keseimbangan sosial.

 

Hukum Riba

Hukum riba menurut mayoritas ulama Islam adalah haram. Semua mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa riba, baik itu riba fadhl maupun riba nasi'ah adalah haram dan dilarang dalam Islam. Larangan ini didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits yang sangat jelas. Sebagaimana firman Alloh Ta'ala Surah Al-Baqarah : 275

"Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."

Ataupun sebagaimana dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

:

"Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, yang menulis perjanjian riba, dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba."
(HR. Muslim)[3]

 

Riba dan Macamnya

  • Riba Fadhl

Riba yang terjadi karena adanya kelebihan atau ketidakseimbangan dalam pertukaran barang yang sejenis dan seharusnya setara. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad :

:

"Dari Abu Sa'id al-Khudri, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: 'Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam. Jika sama jenisnya, maka hendaklah seimbang dan tunai. Jika berbeda jenisnya, maka perbolehkan untuk dijual dengan syarat tunai."(HR Muslim)[4]

 

    Contoh:

 

Menukar 1 kilogram beras kualitas rendah dengan 1,5 kilogram beras kualitas tinggi dalam transaksi langsung.[5]

 

  • Riba Nasiah

 

Riba yang terjadi karena penundaan dalam pembayaran atau pelunasan utang, dengan imbalan tambahan bunga atau keuntungan. [6]

 

Contoh:

 

Meminjam uang 1.000 dirham dengan kewajiban mengembalikannya menjadi 1.200 dirham karena adanya penundaan pelunasan.

 

Macam di atas merupakan macam riba secara umum sebagai mana yang penulis dapatkan dalam salah satu kitab karya ulama modern yaitu Imam Al Jazairi dalam kitabnya Minhajul Mulsim.[7]Selain dari dua macam riba di atas, terdapat macam jenis riba yang lain, antara lain : riba jahiliyah[8], riba buyu'[9], dan riba Qardh[10], dari berbagai macam riba di samping bunga bank akan masuk dalam macam riba yang mana?

 

Antara Riba dan Bunga Bank

  • Definisi Bunga Bank

Bunga bank adalah imbalan yang diterima atau dibayarkan atas penggunaan uang yang dipinjamkan atau disimpan di bank. Dalam sistem bank konvensional, bunga dihitung sebagai persentase dari jumlah pokok pinjaman atau simpanan.[11]

 

  • Jenis-Jenis Bunga Bank
  • Bunga Simpanan (Deposito)

 

Bunga yang diberikan oleh bank kepada nasabah atas dana yang disimpan. Contoh: Tabungan dan deposito berjangka.

 

  • Bunga Pinjaman

 

Bunga yang dibebankan kepada nasabah atas pinjaman yang diberikan oleh bank. Contoh: Kredit usaha, kredit konsumsi, atau kredit rumah.

 

Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah[12]

 

Aspek

Bank Konvensional

Bank Syariah

Sistem Imbalan

Menggunakan bunga (fixed/floating rate).

Menggunakan sistem bagi hasil atau margin keuntungan.

Dasar Hukum

Berdasarkan hukum positif/perbankan umum.

Berdasarkan hukum syariah (Al-Qur'an, hadis, dan fatwa ulama).

Keuntungan Bank

Dari bunga pinjaman dan spread bunga simpanan.

Dari margin jual beli, bagi hasil, atau biaya sewa.

Risiko Kerugian

Tanggung jawab sepenuhnya ada pada nasabah.

Dibagi antara bank dan nasabah sesuai akad.

Produk

Kredit (bunga), deposito, tabungan, dll.

Pembiayaan syariah (murabahah, mudharabah, dll.).

 

 

  • Pandangan Ulama Mengenai Bunga Bank

 

Mayoritas Ulama sepakat bahwa bunga bank termasuk  bagian dari riba sehingga jelas keharamannya. Salah satu fatwa keharaman bunga bank adalah dari Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) : Fatwa MUI menyatakan bahwa bunga bank, baik pada pinjaman maupun simpanan, termasuk riba yang haram menurut Islam. Sebagai alternatif, bank syariah mengadopsi sistem bagi hasil.[13] Ataupun juga pendapat Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa setiap tambahan dalam transaksi utang-piutang adalah riba, terlepas dari besar kecilnya tambahan tersebut.[14] Adapaun juga pendapat Dr.  Wahbah Az-Zuhaili bahwa bunga bank memiliki unsur riba nasi'ah, karena melibatkan tambahan uang berdasarkan waktu, bukan aktivitas usaha.[15]

 

            Terdapat beberapa ulama yang berpendakat menganai bunga bank, antara lain :

 

  • Muhammad Abduh

 

Muhammad Abduh berpendapat bahwa bunga bank tidak termasuk riba yang diharamkan dalam Al-Qur'an. Menurutnya, riba dalam konteks Al-Qur'an merujuk pada praktik eksploitasi yang dilakukan oleh pemberi pinjaman kepada pihak yang kesulitan ekonomi, sedangkan bunga bank di era modern merupakan hasil kesepakatan dan tidak bersifat menindas.[16]

 

  • Rasyid Ridha

 

Sebagai murid Muhammad Abduh, Rasyid Ridha melanjutkan gagasan bahwa bunga bank berbeda dengan riba yang diharamkan dalam Al-Qur'an. Dalam tafsirnya, ia menyatakan bahwa bunga dengan persentase kecil, yang tidak membebani atau menindas, dapat diterima dalam sistem ekonomi modern.[17]

 

  • Yusuf Qardhawi

 

Yusuf al-Qaradawi membahas bunga bank dalam konteks modernisasi ekonomi. Ia berpendapat bahwa bunga bank dengan persentase rendah dan yang tidak bersifat eksploitatif terhadap nasabah dapat dianggap sebagai jasa finansial. Namun, ia tetap menyarankan penggunaan sistem ekonomi syariah sebagai alternatif yang lebih sesuai.[18]

 

Riba dan Konsekuensinya

Konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan bagi siapa yang memakan riba atau yang melakukan transaksi riba :

  • Mendapatkan murka dari Alloh sebagaimana dalam surah Al-Baqarah : 275 di awal yang menyebutkan keharaman riba, maka dibalik pengaharamannyajuga terdapat laknat dan murka dari Alloh
  • Berkurangnya keberkahan hidup karena apapun yang dihasilkan dari sesuatu yang Alloh larang, kemudian hasilnya dimakan maka terjadi hilang atau berkurangnya keberkahan dalam hidup seperti keluarga yang kurang harmonis, terjadi banyak masalah dalam hidup, hidup yang serba tidak tenang dan tentram, dan segala macamnya.
  • Bagi yang mendapatkan keuntungan dari riba maka dia telah mendholimi orang yang terkena riba, dan orang yang terkena riba akan merasakan kerugian baik harta dunia maupun terkena murka Alloh.[19]

 

Setidaknya tiga akibat di atas yang dapat penulis kutip dalam artikel ini, mungkin masih banyak akibat yang bisa kita amati di sekitar kita, ataupun mendengar pengalaman orang yang pernah terkena praktek riba ataupun orang yang menyediakan atau yang melakukan riba. Semoga bermanfaat !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun