Akhirnya sampai lah di Taman Suropati. Taman yang bagus menurutku, kita keliling dan mencari spot untuk istirahat dan berdiskusi. Saat itu kita menemukan sejumlah kaum muda-mudi sedang menatakan banyak buku beralaskan spanduk putih.
Ternyata setelah bertanya mereka adalah sekumpulan mahasiswa yang membuat komunitas pecinta buku. Jadi buku tersebut bebas dibaca siapa saja. Gue sempat disapa oleh sosok laki-laki brewokan, menakutkan, gondrong dan tatoan. Gue kira dia itu preman Suropati, gue dan Lela menjauh. Namun ternyata laki-laki itu termasuk dalam anggota komunitas tersebut. Dari situ gue belajar astaga Uli, you do not look people by his looking. Gue sempat berdebat dengan salah satu anggotanya, cowo jurusan pendidikan Pancasila UNJ, mengenai masalah pendidikan di Indonesia dan filosofi Karl Max. Pada awalnya gue cuma melirik-lirik buku mereka dan gue belum tertarik. Ketika gue bertanya,
“ada buku Marxisme gak?”.
Sepertinya dia terperanjat, “apa? Marxism mbak?”
“Iya, Karl Marx loh ada ngak?”
“Mbak baca buku Karl Max?”
“Iya ada engga?”
“Ada sih tapi belum ada di sini, soalnya punya temen”
“Oh ya udah gak papa”
“Mbak kenapa baca buku Karl Max?, mbak umuran berapa?”
Astaga ini anak mungkin mengira kita anak SMP atau SMA kali ya?. Gue pu balik bertanya,