“Iya beng”
“Ayok ke sana”
“Ah gak make baju kotak-kotak kita, nanti disangka mata-mata”
“Gak mungkin lah kek kita ini mata-mata, ayok”, sambil gue tarik paksa tangannya.
Kita melihat ada portal dan petugas keamanan di portal itu. Si Lela balas ngomong, “kayaknya cuma pendukung Ahok yang boleh masuk beng”. Tapi gue tarik tangannya sambil mengikuti orang-orang yang tampaknya memang pendukung pasangan nomor 2. Dan akhirnya kita tiba di sebuah rumah, banyak orang, banyak media pers berdatangan. Kita tetap pede dan dengan bangga memasuki rumah itu.
“Kak leek, rumaah Ahok kaa rumah Ahok yang di tv itu”
“haha iya iya, ayok masuk”
Sungguh banyak orang dan sangat sesak dan sempit, kita berdua orang kecil badan yang membuat kita sangat sakit, kepanasan, terjepit, terseok-seok hanya karna ingin berada di dalam rumah itu.
Akhirnya setelah berada di dalam, kita saling berbicara bahwa gak nyangka kita udah berada di dalam sebuah rumah yang bersejarah.
Seperti kebudayaan orang jaman sekarang, smartphone adalah benda keramat yang siap sedia memomentkan setiap kejadian. Kita pun sibuk selfie dan bikin video langsung upload ke instagram, twitter dan Fb.
Senang tak terkira berada di dalam rumah itu, senang tak terkira mendengar teriakan pendukung ketika melihat hasil quick count, senang tak terkira melihat reporter sedang life diantara banyaknya pendukung paslon 2. Kita memang tidak berpartisipasi dalam Pemilu DKI Jakarta, tapi entah kenapa girang hati berkecamuk mendengar mereka berteriak, melihat seragam kotak-kotak. Mereka berteriak , kita juga berteriak.