Gue dan Lela dapat 3 pinjaman buku yang boleh kita baca pada hari itu juga. Jadi gak boleh dibawa pulang critanya. Gue milih buku A’an Mansyur. Gue dan Lela belum sempat baca buku karna bahas masalah kerjaan dulu. Yups, kembali lagi ke dia si Lela motivator gue, idola gue (ceileeeh semoga dia baca pos gue yang ini. Bisa-bisa bola matanya keluar ntar). Emang gue akui dia itu cewe pintar, gue sering mengadopsi pemahaman dia. Dia paling hobi negbaca buku apalagi buku-buku Dee, Tere Liye, A’an Mansyur aah masih banyak lagi lah. Sangkin banyaknya buku yang dia baca, setiap kata-katanya yang keluar itu kata novel semual, sok puitis dan kandang kala dia melankolis.
Hujanpun datang, lalu kita balikin buku yang kita pinjam. Berlari mencari tempat peteduhan sebuah tenda bekas TPS yang isinya para couple semua. Astaga beginilah nasib si jomblo. Hujan semakin reda, kita berlari pulang menuju stasiun cikini. Sepanjang jalan kita dijatuhi rintik hujan yang semakin deras. Tak peduli, yang penting HP aman gak basah. Kita melewati rumah-rumah mewah, dijalan Lela berdoa, “semoga aku bisa beli rumah di lembang”.
Di setiap rumah ada CCTV berada diluar pagar, dan setiap kali kita bertemu dengan CCTV kita memasang aksi absurd di depannya. Sampai di stasiun kita harus mutar arah lagi karna tidak hanya ada satu jalan masuk stasiun. Malas untuk mutar arah kita loncat pagar. LU bayangin dua cewe sudah umur tuir, yang satu pakai dress satu lagi pakai jeans manjat pagar stasiun. Ah mungkin orang lain mengira kita masih anak SMP kali. Kita sempat makan ala pinggir jalan dekat stasiun.Hp mati dan kita ngecharge dulu distasiun.
Akhirnya kita dapat kereta, dan kita pulang pada pukul 20.30 WIB. Di kereta kita masih bisa mengingat bagaimana seru dan dahsyatnya hari itu. Lela turun di Manggarai dan harus transit lagi di Tanah Abang menuju Serpong. Gue tetap di kereta gak dapet tempat duduk dan Cuma bisa nyandar.
Anehnya, saat gue di kereta ada cowo umur sekitar 28-30 an, Chinese, tinggi 179 an cm, berat kayaknya 90 an, wajah lumayan. Asik liatin dan curi-curi pandang ke gue. Awalnya sih gue cuek aja dan gak peduli. Mungkin karna lagi pas saling negliat kali ya. Tapi lama kelamaan itu pria kayaknya semakin aneh, kadang dia senyum liati gue. Gue balikin pandangan gue ke arah jendela pintu kereta.
Gue lihat bayangannya dari jendela, dia masih liatin gue. “Astaga mate maho”, tapi gue tetap pasang muka datar. Gue tabiatnya suka ngeliatin tingkah laku orang dalam kereta. Dan lagi setelah spontan mata berputar, si chinese ngeliat gue lagi sambil senyum. Eeh ini orang sakit ayan kali ya, padahal dari penampilannya dia orang kantoran, jaket boomber, ranselnya kayaknya mahal itu, sepatu kulit, kemeja rapi bahan katun kayaknya, cela itam dasar.
Sampai di stasiun Depok, si Chinese tampaknya mulai bergerak dari tempat duduknya mempersilahkan seorang ibu yang membawa anak cewe umur 7 tahun yang udah lama berdiri di dekat gue. Dan sewaktu si Chinese berdiri, dia memalingkan wajahnya ke belakang sambil neglirik gue. Anjayyy... pikir gue “Na loak ma ho”. “Asataga jijik kali aku, ntah apalah dipikirannya itu yah?”. Gue kecil, ada juga yang ngelirik sampai segitunya. Suara seorang wanita pun mulai terdengar di kereta, “ stasiun Depok Baru, Depok Baru station”. Si Chinese itu tampaknya akan turun dari kereta, dan gue kali ini gak bakalan liat dia.
Sekian untuk hari absurd dan dahsyat yang gue punya. Thank’s for reading semoga gak ngantuk, muntah dan bosan amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H