“Ir, datang ke rumahku. Aku ingin ceritta. Tentang Filly, tentang.... Ak.. sel..” Isak Ais.
Irma berjanji akan segera ke sana. Tanpa perlu dijelaskan pun Irma sudah paham apa yang akan diceritakan oleh Ais. Ia sempat mendengar cerita ini sekilas dari Filly. Katanya ia akan membuat gebrakan yang mematikan untuk Ais. Demi Aksel agar lelaki itu tidak lagi terluka oleh cinta buta Ais.
Irma mengambil tas tangannya. Membangunkan Marisa yang terbaring dalam posisi wuenak.
“Ais dalam masalah, ayo kita ke sana” Ajak Irma.
Irma menarik Marisa terus sampai gadis itu terbangun. Marisa yang tidak tahu apa yang sedang terjadi dan memahami ada masalah besar menurut. Ia bangkit dan mengikuti Irma ke garasi. Kali ini sangat-sangat penting, kalau tidak mana mungkin Irma mengeluarkan paksa mobil ayahnya.
Setengah perjalanan menuju rumah Ais, Marisa mulai menemukan sisa-sisa kesadarannya. Ia mulai paham masalah apa yang tengah terjadi pada Ais. Tapi ia tak berani bertanya apapun. Sampai mereka masuk ke kamar Ais dan menemukan gadis itu tergeletak tak berdaya.
Berdua bersama Irma, mereka menggotong Ais ke atas tempat tidurnya yang empuk. Kasihan sekelai, gadis sesempurna Ais harus menangis karena cinta. Dalam hal ini Marisa bersyukur tidak punya pacar. Kalau mesti melewati kehidupan seperti Ais, ia tak akan pernah mau menjalani hubungan yang disebut pacaran.
“Ais!” Irma menepuk-nepuk pipi Ais.
Irma mengambil segelas air putih dan menyodorkan ke hadapan Ais. Ais menerima lemah dan meneguknya sampai habis.
“Ais, kamu kenapa? Cerita sama kami” Marisa membuka percakapan.
“Aksel, jadian sama Filly”