Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sampai mana batas ilmu pengetahuan manusia

12 Desember 2024   11:13 Diperbarui: 14 Desember 2024   09:48 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SAMPAI MANA BATAS ILMU PENGETAHUAN MANUSIA ?

Sebenarnya sulit untuk di teori kan,sulit digambarkan secara akurat juga sulit di prediksi,Tapi ada cara paling simpel untuk mengetahui sampai mana sebenarnya batas ilmu pengetahuan manusia setidaknya hingga saat ini yaitu dengan mengetahui prakteknya dalam kenyataan

Ilmu pengetahuan manusia ada beragam bentuk,ada ilmu dunia fisik-materi yang umum kenali dengan istilah "sains" dan ada ilmu metafisika yang umum kenali sebagai ranah filsafat

Sebenarnya baik sains maupun filsafat (yang bertumpu pada keterampilan berlogika) itu punya batasan (kemampuan) dan masing masing telah pernah menyentuh batasan tersebut.Apa saja batasan kemampuan sains yang menunjukkan keterbatasan sains dan apa batasan kemampuan logika akal manusia dalam filsafat yang menunjukkan batas kemampuan akal manusia ?

Batas kemampuan sains yang paling signifikan utamanya terletak misal dalam ranah kuantum.Diranah fisika klasik sains masih dapat menjelaskan segala suatu fenomena fisika dengan penjelasan terukur berdasar pengamatan yang obyektif,Tapi di ranah kuantum itu tidak terjadi lagi,pengamatan tak bisa lagi serba obyektif dan hasil nya tak bisa lagi serba terukur,maka diranah kuantum sains mengenal istilah ketakpastian bahkan istilah "ilusi" mulai dimunculkan

Kalau didalami fenomena dimensi mikroskopis-kuantum maka sebenarnya tanpa disadari disana sains telah menemukan batasnya,batas sebagai institusi ilmu yang biasa bisa menghadirkan segala suatu secara obyektif,terukur,serba pasti,empiris tapi di dunia kuantum kemampuan tersebut terhenti

Batas sains yang lain adalah ketika berhadapan dengan obyek,tema,persoalan  yang tidak bisa langsung diamati misal terkait masa silam ribuan atau jutaan tahun lalu,Maka sains tak bisa lagi mempresentasikan berdasar pengamatan langsung secara empiris tapi hanya bisa mempresentasikan melalui penjelasan teoritis, yang prinsip dasarnya upaya menduga atau memprediksi atau membuat dugaan

Jadi intinya sains sebagai ilmu dunia fisika-materi akan menemukan batas kemampuannya ketika berhadapan dengan obyek-persoalan yang sudah bersifat metafisik-immaterial

Dalam dunia filsafat batas kemampuan akal manusia dapat dilacak dari literatur filsafat yang menulis saat para filsuf mempertanyakan hal hal yang sudah tak bisa lagi diselesaikan sendirian oleh akal.Misal pertanyaan ; Apakah alam diciptakan,apakah kehidupan memiliki tujuan,Apa yang akan terjadi sesudah mati ?

Batas batas ilmu pengetahuan manusia apakah itu yang dialami dalam sains maupun filsafat mesti diketahui agar kita tak mudah main hakim pada penjelasan yang sudah diluar ranah sains serta filsafat semisal yang dideskripsikan oleh agama

..........

Ada yang beranggapan seolah "sains tidak terbatas",Apakah itu pandangan yang obyektif ?  Itu bisa jadi semacam ilusi atau utopia tapi sebenarnya bukti yang sesungguhnya akan ada-hadir dengan sendirinya dalam prakteknya-bukan dalam teori atau apalagi ilusi.Harus dilihat dari praktek sains yang telah dilakukan di dunia nyata untuk mengukur sampai mana sebenarnya batasan sains

Kalau mengacu pada keinginan para saintis untuk menyelidiki segala suatu tanpa batasan memang seperti sulit kita batasi,Bahkan hal hal yang mistis pun dicoba dimasuki seperti saat sains menyelidiki NDE atau fenomena kesurupan atau ketika persoalan ketuhanan dicoba didekati dengan memakai pendekatan element energi,Atau ketika AI mereplikasi pikiran manusia,dan banyak lagi

Sebenarnya kalau ingin tahu persisnya sampai mana sih batas sains itu harus dilihat dari apa yang telah di praktekkan sains sendiri dalam kenyataan dan fenomena tersebut sebenarnya tidak sedikit.Yang aneh adalah kalau masih ada yang keukeuh ber ilusi "sains tidak terbatas" sementara fakta dalam praktek menunjukkan bahwa sains terbatas,lalu yang tidak terbatas itu apanya ?

Tidak terbatasnya KEINGINAN saintis untuk menyelidiki segala suatu bukan acuan sains tanpa batas karena itu baru sebatas keinginan

Contoh adalah ketika sains melakukan penyelidikan pada kasus pengalaman mistis dari orang orang tertentu saat mereka dalam keadaan koma secara medis atau mati suri (NDE).Sejauh mana temuan sains ? Tentunya hanya sebatas mendokumentasi hasil laporan individu yang mengalami tapi sains tak bisa misal masuk kedalam pengalaman mistisnya itu sendiri.Disini sains hanya menerima laporan dari pelaku dan bukan meliput peristiwanya.Jadi hanya sebatas "meraba dari luar"

Ini sama dengan kasus fMRI atau BCI yang sebatas mengandalkan penangkapan atas sinyal aktifitas otak tapi tak ada alat sains yang bisa membaca isi pikiran atau kemana arah pikiran bergerak.Jadi dalam hal ini semua peralatan teknologi yang dibuat untuk proyek ini sebatas hanya bisa meraba dari luar tapi tak bisa masuk kedalam isi jiwa manusia

Jadi setelah kini teknologi yang menyelidiki manusia telah dibuat dan dipraktekkan apakah itu AI,fMRI,EEG, BCI,dll.maka kita bisa tahu persis sampai mana sebenarnya batasan sains dalam menyelidiki serta mengungkap manusia

Jadi ketika kita ingin tahu APA ITU MANUSIA kemana kita harus mengacu,Apakah melulu kepada sains ? Sebenarnya tidak relevan karena sesuai bukti dari praktek yang bisa diketahui sains dari manusia itu terbatas.Maka wajar kalau manusia mencari penjelasan tentang manusia juga di luar sains

Materialist beranggapan manusia adalah makhluk full materi-tak ada roh,jiwa,pikiran,akal yang otonom-tak ada unsur non materi dalam diri manusia,dan semua apapun fenomena psikologis- ruhaniah dianggap hanya pancaran atau eksistensi substansi materi.Inipun sebenarnya sama, hanya sebatas ilusi tapi kebenaran dari anggapan tersebut akan terbukti dari praktek yang dilakukan oleh sains sendiri.

Kalau manusia full benda material sebagaimana benda benda mati lainnya maka apapun yang ada pada manusia semua akan bisa di ungkapkan oleh sains sebagaimana sains mengungkap obyek benda benda mati,Tapi faktanya tidak demikian karena teramat banyak dari manusia yang tidak bisa diungkap sains secara materi, Maka wajar kalau ada keyakinan bahwa manusia afalah makhluk yang memiliki jiwa yang otonom dari tubuh materi.

Dan materialist tak bisa memaksakan konsep manusia versi mereka karena bukti yang telah ditemukan sains dari praktek sama sekali tidak menunjang "kepercayaan" atau ideologi mereka

Nah bila terhadap manusia saja sangat terbatas,Apakah tidak berpikir bahwa sains pun memiliki batasan ketika menyelidiki serta mendeskripsikan alam semesta atau ketika bicara sejarah ?

Ketika sains mengobservasi sejarah maka sains begitu bergantung pada temuan fisik- empirik yang berkaitan dengan masa silam yang sangat terbatas tapi sains tak bisa masuk ke masa silam untuk mengetahui semua peristiwa yang terjadi,sains pun tak bisa memvalidasi semua apa yang tertulis dalam dalam buku buku sejarah berdasar verifikasi empiris.Jadi terkait sejarah sains itu bukan pengungkap sejarah tapi sekedar alat bantu dalam mengungkap sejarah. Sejarah tanpa warisan tulisan dari masa silam tidak akan banyak diketahui

Nah sekarang banyak orang yang mudah vonis sesuatu sebagai "dongeng" bahkan terhadap apa yang tertulis misal dalam alkitab hanya berdasar acuan sains misal karena sains tidak menemukan bukti yang cukup komplit,Apakah itu obyektif ? Karena tidak semua peristiwa sejarah masa silam meninggalkan bukti fisik yang cukup atau bahkan bukti fisik nya telah tergerus zaman

Apakah orang orang atas nama sains punya kewenangan mutlak untuk menghakimi isi tulisan sejarah padahal tak ada orang masa kini yang bisa ada di TKP masa silam (?)

.............

* Disini kepentingan saya bukan menyerang sains apalagi atas nama agama karena itu tidak bermakna

Tapi menyerang orang orang dibalik sains ! Khususnya materialist yang memprovokasi manusia dengan mengatasnamakan sains,seolah sains tak memiliki batas sehingga seolah semua apapun seolah harus selalu mengacu pada sains.Dan penjelasan dari arah lain diluar sains seolah harus ditolak

Ya yang kita ungkapkan adalah hasil prakteknya sendiri dalam kenyataan- bukan hanya berdasar ulasan filosofis atau kajian teoritis

.................

Artikel ke 2

APA BEDA SAINS DENGAN METAFISIKA
APA BEDA INDERA DENGAN AKAL
APA BEDA EMPIRISME DENGAN RASIONALISME

Manusia memiliki akal,cara berpikir akal di istilahkan sebagai "logika" dengan ciri khas ; tertata, sistematis,matematis.Dan cara berpikir akal yang tertata tersebut menghasilkan konsep ilmu logika.Logis artinya sesuai dengan cara berpikir akal

Ini beda dengan indera,karakter kerja indera tidak memerlukan karakter akali karena indera menangkap apa adanya sesuai kenyataan empiris

Nah cara berpikir logika akal yang karakternya khas ; tertata-sistematis itu biasa digunakan manusia untuk mengelaborasi beragam persoalan apakah itu dalam sains,filsafat maupun agama.Karena prinsip akal dalam berpikir itu bukan semata mencari kebenaran empiris tapi mencari pemahaman akal atau memahami sesuatu berdasar cara berpikir akal

Prinsip-filosofi yang menggunakan cara berpikir akal sebagai acuan-parameter kebenaran disebut "rasionalisme",Sedang prinsip yang menggunakan tangkapan indera disebut "empirisme".Prinsip empirisme digunakan sebagai prinsip sains fisika sedang prinsip rasionalisme banyak digunakan ketika membedah persoalan persoalan metafisika termasuk agama wahyu

Jadi tujuan penggunaan akal dalam sains fisika dengan dalam metafisika serta agama berbeda.Dalam sains penggunaan akal tunduk pada prinsip empirisme yang menjadi visi misi sains, Sedang dalam metafisika-termasuk agama penggunaan akal-logika BUKAN UNTUK MENCARI PEMBUKTIAN EMPIRIS tapi untuk mencari pemahaman akal

Dalam sains fungsi akal itu alat bantu fungsi indera sebaliknya dlm metafisika indera alat bantu fungsi akal

Contoh ; konsep ketuhanan,konsep pengadilan akhirat dlm metafisika agama itu bukan untuk dibuktikan secara empiris tapi untuk difahami secara logika dengan melalui keterampilan cara berpikir akal

Konsep ilmu logika dalam filsafat visi misi nya bukan untuk mencari kebenaran empiris seperti visi misi sains tapi untuk menyelesaikan beragam persoalan dengan rumusan yang sesuai dengan cara berpikir akal yang tertata-terstruktur

Jadi sangat keliru kalau bicara akal,bicara logika tapi yang dipersoalkan selalu bukti dan pembuktian empiris karena karakter akal beda dengan indera

Salah besar kalau ikut bicara metafisika termasuk soal ketuhanan tapi acuan- parameternya prinsip empirisme yang diberlakukan dalam sains.Karakter orang seperti itu seperti tidak faham perbedaan sains fisika dengan metafisika dan juga seperti tak faham apa itu akal,bagaimana akal bekerja serta apa itu ilmu logika

Dan keliru kalau misal menganggap penggunaan akal hanya ada dalam sains karena sains memakai metode pembuktian empirik karena manusia diberi akal itu bukan untuk kepentingan menangkap segala suatu secara empirik tapi untuk memahami segala suatu berdasar karakter cara berpikir akal yang sistematik

Lalu siapa yang mewajibkan logika mesti dimulai dari premis yang terverifikasi secara empiris ? Itu berlaku dalam sains tapi tidak dalam metafisika,Mengapa ?

Kalau premis logika mutlak mesti terverifikasi secara empiris itu artinya sama dengan mengebiri atau membatasi wilayah jelajah akal sehingga hanya bisa bermain di wilayah empiris.Kalau prinsip seperti itu yang diberlakukan maka akal seolah menjadi hamba sahaya dunia indera dan sulit dibawa mengelaborasi persoalan persoalan metafisis yang teramat sangat kompleks itu

Dalam sains sendiri tidak semua premis nya selalu dimulai dari hal yang serba empiris tapi bisa dari sesuatu yang baru hipotesa-dugaan-ide-gagasan atau prediksi atau bahkan keyakinan individu saintis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun