Thalia menggeleng kuat. “Saya cari tukerannya di warung dulu ya, bu.”
Ibu itu malah menahan tangan Thalia—melarangnya pergi. “Anggap ini ucapan terima kasih ibu, karena kamu sudah menjaga Dafa.”
Thalia terpaku—masih menatap selembar uang merah berlambang seratus ribu rupiah itu.
“Kamu anak baik dan pemberani. Semoga kita bertemu lagi suatu saat nanti ya..” ujar ibu itu seraya membenamkan uang seratus ribu ke genggaman Thalia. Ibu itu memeluk Thalia sebentar lalu berlalu pergi.
Thalia mengangguk dan melambaikan tangan ke arah ibu dan anak laki-laki tadi yang kemudian menghilang dibalik xenia hitam. Thalia lalu berlari menuju rumahnya dan mencari celengan ayam yang disembunyikannya dibawah tumpukan baju. Ia memasukkan uang merah tadi ke dalamnya dengan senyum puas.
Kerja kerasnya seharian menjajakan tisu, ternyata baru dibayar Tuhan sore ini. Lewat seorang ibu muda yang mencari anaknya. Thalia memutuskan untuk mengakhiri langkahnya untuk seharian ini. Ia sudah sangat lelah dan tenggorokannya sudah sangat kering. Thalia kemudian menuntaskan dahaganya lalu tertidur di sebelah celengan ayam yang baru saja diisinya dengan senyum mengembang.
T.S, 22 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H