Lain perkataan, Raka adalah ekspresi mayor yang terlihat pada keluarga kelas menengah.
Persis di persilangan inilah, Gelas Kaca memulai dirinya dengan dinamika konflik, ketegangan, dan kejutan-kejutan.Â
Dalam perjalanannya, Gelas Kaca berbeda dengan Open BO, yang fokusnya tentang seorang pelacur papan atas yang terjebak dalam ketegangan politik dinasti dan melawan balik.Â
Atau tidak semembosankan Merajut Dendam, dengan premis drama perselingkuhan dan ambisi kelas menengah. Di episode awal, Merajut Dendam yang diperankan Laura Basuki terlalu memaksakan isu ketidakdilan gender keluar dari murid bocah sekolah dasar.Â
Walau begitu, garis besar artikel ini bukanlah semacam studi perbandingan serial yang tayang di platform Vidio.Â
Apalagi sampai berambisi memotret citra kelas menengah dalam produksi screen culture Indonesia di ujung kekuasaan rezim yang mulai kehilangan kendali dan diserang dari banyak sisi.
Sebaliknya, ini tidak lebih besar dari usaha menunjukan beberapa tema penting yang secara baik dikembangkan dalam Gelas Kaca yang disutradarai John De Rantau, sosok yang menyutradari film Denias (2006).
Apa saja tema penting yang dimaksudkan itu?
Pertama, panggung konfliknya. Sumbu cerita dinyalakan ketika Raka menuduh Laras berselingkuh dengan pelatih yoga di sebuah gim yang bernama Galih atau Wira. Raka yang pendek sumbu langsung saja mengeluarkan kata talak tiga.Â
Laras bukan tipe yang "memang sudah nasibku", bukan perempuan dengan sikap nrimo yang naif. Walau hanya lulus SMA, ia bukan ibu rumah tangga yang tak tahu caranya melakukan penyelidikan terhadap siapa Wira dan aktor intelekualnya.Â
Terlalu banyak hal sudah ia korbankan demi menjaga loyalitasnya, terutama sebagai ibu yang baik di hadapan Lola.