Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Gelas Kaca", Ketika Politik dan Perempuan Berkelindan

7 Oktober 2024   11:17 Diperbarui: 8 Oktober 2024   08:27 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serial Gelas Kaca yang tayang di platform Vidio | Vidio via Tirto

Boleh dikata, ini adalah series serius yang produksi Screenplay Films dan sudah tayang sebanyak 10 episode di platform Vidio.

Karakter utamanya diperankan oleh Raihaanun (Laras), Rio Dewanto (Raka), dan Aura Kasih (Gita). Sedang deretan pendukungnya melibatkan Frederika Cull (Karin), Imelda Therinne (Iren), Jeff Smith (Wira) dan Derry Drajat (Sakti).

Sekilas melihat posternya, kita bakalan menduga ini tak jauh-jauh dari drama perselingkuhan rumah tangga kelas menengah. 

Sebab itu, Gelas Kaca, rasa-rasanya, hanya akan berkisah tentang kemapanan material yang tak didukung oleh surplus moral (baca: kesetiaan dan kehormatan keluarga, misalnya). 

Kesan sekilas ini memang tak sepenuhnya keliru. 

Raka dan Laras adalah sepasang suami istri dengan anak perempuan yang masih di sekolah dasar. Raka merupakan pengusaha muda yang sukses di bidang jasa konstruksi. 

Laras, seorang ibu rumah tangga dengan kesetiaan yang total. Sementara Lola, anaknya, telah menjadi bocah populer di Tiktok.

Akan tetapi Raka bukanlah tipikal anggota kelas menengah yang disebut Bank Dunia dengan Aspiring Middle Class. Yakni calon kelompok kelas menengah baru yang terbebas dari kemiskinan, tetapi belum memiliki keamanan ekonomi yang sepenuhnya.

Raka telah melampaui status ekonomi ini, bahkan ia ingin lebih dan lebih lagi. 

Jadi, ketika batas ekonomi telah dilampaui, ruang apa lagi yang bisa menjadi tempat meluaskan kendali, tak lagi sebatas memenuhi ambisi material. Politik, hanya politik.

Lain perkataan, Raka adalah ekspresi mayor yang terlihat pada keluarga kelas menengah.

Persis di persilangan inilah, Gelas Kaca memulai dirinya dengan dinamika konflik, ketegangan, dan kejutan-kejutan. 

Dalam perjalanannya, Gelas Kaca berbeda dengan Open BO, yang fokusnya tentang seorang pelacur papan atas yang terjebak dalam ketegangan politik dinasti dan melawan balik. 

Atau tidak semembosankan Merajut Dendam, dengan premis drama perselingkuhan dan ambisi kelas menengah. Di episode awal, Merajut Dendam yang diperankan Laura Basuki terlalu memaksakan isu ketidakdilan gender keluar dari murid bocah sekolah dasar. 

Walau begitu, garis besar artikel ini bukanlah semacam studi perbandingan serial yang tayang di platform Vidio. 

Apalagi sampai berambisi memotret citra kelas menengah dalam produksi screen culture Indonesia di ujung kekuasaan rezim yang mulai kehilangan kendali dan diserang dari banyak sisi.

Sebaliknya, ini tidak lebih besar dari usaha menunjukan beberapa tema penting yang secara baik dikembangkan dalam Gelas Kaca yang disutradarai John De Rantau, sosok yang menyutradari film Denias (2006).

Apa saja tema penting yang dimaksudkan itu?

Pertama, panggung konfliknya. Sumbu cerita dinyalakan ketika Raka menuduh Laras berselingkuh dengan pelatih yoga di sebuah gim yang bernama Galih atau Wira. Raka yang pendek sumbu langsung saja mengeluarkan kata talak tiga. 

Laras bukan tipe yang "memang sudah nasibku", bukan perempuan dengan sikap nrimo yang naif. Walau hanya lulus SMA, ia bukan ibu rumah tangga yang tak tahu caranya melakukan penyelidikan terhadap siapa Wira dan aktor intelekualnya. 

Terlalu banyak hal sudah ia korbankan demi menjaga loyalitasnya, terutama sebagai ibu yang baik di hadapan Lola.

Kedua, daftar korban yang menolak diam. Raka, dengan ambisi yang makin membesar karena politik, menggunakan skandal yang dituduhkan kepada istrinya sebagai daya lontar karirnya. 

Raka ingin tampil sebagai duda yang ideal, dengan satu anak perempuan yang populer di sosial media. Elektabilitasnya meningkat karena manipulasi semacam ini. 

Sementara itu, Karin (yang merupakan rekan bisnisnya, anak orang kaya) atau Iren (sahabat Laras, podcester) berusaha mengeksploitasi skandal demi memenuhi syahwat mereka. 

Dua perempuan molek ini kehilangan simpatinya, bahkan nekad. Namun tak ada yang berhasil. 

Raka, di tahap ini masih memiliki sedikit asa bagi kembalinya Laras, walau keputusan talak tiga membuatnya menjadi lebih rumit. 

Ketiga, kehidupan organisasi politik yang siap memangsa siapa saja, bahkan orang-orangnya sendiri. Partai yang diperjuangkan Raka dipimpin seorang lelaki bernama Sakti. 

Sakti adalah tipe yang abusif. Dengan kekuasannya dia melakukan serangkaian pelecehan dan kekerasan seksual kepada perempuan. Ia adalah gambaran dari beroperasinya relasi kuasa yang timpang di balik tragedi.

Gita, yang berfungsi sebagai penasihat politik Raka, adalah salah satu korbannya. Ia mula-mula hanya pesuruh yang pelan-pelan bisa naik ke posisi kunci, termasuk merelakan diri dilecehkan. 

Gita jelas memiliki sesuatu yang tak ada pada Laras, Karin, dan Iren. Tak cukup sekadar cantik, molek, dan modern.

Keempat, perempuan: pemilik kesabaran perlawanan yang panjang. Di bagian ini, kita harus memeriksa dua kutub yang bertumbukan. 

Di sisi kanan, pada dasarnya, skandal perselingkuhan yang mengorbankan Laras adalah bentuk samaran dari operasi politik penyingkiran. Operasi ini demi menyiapkan Raka sebagai figur sentral partai dengan citra politik yang baru: muda, kaya, family man, dan mewakili harapan baru politik kekinian.

Operasi ini sudah didesain lama, dengan banyak pengorbanan. Mastermindnya adalah Gita.

Di sisi kiri, Laras adalah korban yang memulai arus balik melawan. Ia akhirnya dibantu Karin dan Iren yang mendendam dengan lukanya sendiri-sendiri; simpati mereka kepada Laras adalah simpati sesama korban. 

Bahu membahu persekutuan ini akhirnya bisa mengungkap sang dalang dengan mengikuti kaidah pertama investigasi: follow the money. Ini juga dimungkinkan terjadi karena keteledoran Gita. 

Baik Gita yang seorang diri maupun Laras dengan sekutunya adalah ringkasan kisah dari bagaimana perempuan mengelola perlawanan dengan kesabaran yang nyaris tak ada ujung. Di sini, Gita adalah kasus yang tak boleh dipandang sebelah mata. 

Segala pengorbanan untuk mencapai sumberdaya politik yang kuat adalah skenario bertahun-tahun yang dia siapkan demi menyingkirkan Sakti, memproduksi Raka sebagai suksesor, sekaligus menyingkirkan Laras sebagai istri dari sejarah baru partai politiknya.

Gita mendesain jalan untuk mengendalikan kekuasaan laki-laki.

Kelima, politik adalah seni menyerang ketidakmungkinan. Pada ujung kisah, Laras dan sekutunya mendapat bukti-bukti yang mengarah pada Gita, lantas berfikir sedang menemukan kartu mati Gita. 

Mereka merancang podcast di mana skandal yang menghancurkan rumah tangga Laras akan diungkap dalangnya.

Yang mereka abaikan, Gita adalah perempuan dalam politik, perempuan karena politik, perempuan untuk politik.

Ia bukan saja tidak mudah dimakan kepanikan, apalagi sedu sedan keharuan seperti Laras dan sekutunya. Gita jauh lebih memiliki variasi siasat dan selalu memiliki perhitungan yang berlapis terhadap segala macam kemungkinan.

Politik baginya adalah the art of attacking the impossible--frasa yang dicetuskan oleh filosof Alain Bodiu. 

Keenam, lelaki adalah seburuk-buruknya korban politik. Puncak dari 10 episode Gelas Kaca adalah pembalikan tak terduga yang dilakukan Raka. 

Serangan Laras, dkk dibikin seperti pukulan yang menghajar bayangan sendiri. Raka memilih membela Gita dan melepas keluarga demi ambisi politiknya. Ia melihat masa depannya sebagai ketua partai dengan elektabilitas yang baru. 

Raka memilih menjadi pion dari skenario Gita. Ia telah menjadi jenis baru yang tidak lagi mau berikat pada janji-janji lama (al: kesetiaan kepada keluarga, family man). 

Persekutuannya dengan Gita adalah koalisi politik yang berikat pada kepentingan kekuasaan, mungkin dengan pernikahan sebagai pemanis saja.

Raka adalah gambar ketika laki-laki menjadi korban politik, tanpa imajinasi, minus strategi tandingan, dan nirinisiatif. Satu-satunya yang ia miliki ambisi yang menghalalkan apa saja. 

Bukankah yang semacam ini adalah jenis korban kekuasaan yang sungguh-sungguh buruk?

Penutup. Saya menyukai Gelas Kaca karena ia tidak memberi porsi yang besar bagi sentimentalisme yang mengharu biru kepada para korban yang berkoalisi di posisi Laras. Deretan para perempuan modern dengan naluri politik yang dangkal.

Sebaliknya, Gelas Kaca adalah biografi seorang Gita, yang dilecehkan bertahun-tahun lama oleh kekuasaan laki-laki. Dalam arus balik perlawanannya, ia menjadikan Raka sebagai perkakas politik yang sempurna. Lelaki dengan seburuk-buruknya korban.

Aura Kasih, kamu keren.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun