Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Khotbah di Atas Becak": Puisi, Pandemi dan Jokpin

15 Agustus 2024   18:23 Diperbarui: 15 Agustus 2024   20:04 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SALAH PIKNIK
Hidupnya
sudah
sejahtera.
Tinggal
memperbanyak
jalan-jalan.

Mobil pesiar
yang baru saja
dibelinya
terseok-seok
mendaki
jalan kenangan.
   

Salah Piknik lebih mirip kutukan bagi kepribadian yang dimakan oleh kota; mereka yang dipompa ambisinya setiap hari dengan kerja dan keberlimpahan materi. Mereka butuh menyenangkan diri, dan celakanya, itu hanya terpenuhi dengan kembali kedalam diri, kepada kenangan.

Salah Piknik adalah ungkap atas kekosongan yang menggerogoti keberlimpahan. Waduh!

Di bagian sebelum ini, saya bertemu Khotbah di Atas Becak, yang jadi judul catatan ini. Khotbah di Atas Becak lebih menyerupai prosa, ketimbang puisi sebab itu saya tak akan memuat lengkap isinya di sini.

Saya akan ambil satu potongan dialog di antara penumpang dan tukang becak ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju tujuan.

"Becak senantiasa akan dirindukan
sebab manusia tetap butuh mengerti
perihal lambat, nikmat dan selamat.
Zaman terus berganti, tetapi aroma
sayur lodeh, tempe garit dan sambal
yang dimasak seorang ibu akan
selalu membayangi hidup anaknya."

Becak adalah lambang dari pergeseran sebuah zaman. Zaman ketika manusia memuja kecepatan dan para juara adalah mereka yang selalu tiba duluan. Selebihnya adalah kumpulan para pecundang. 

Akan tetapi, ketika pagebluk datang, pabrik-pabrik terancam, negara kelimpungan. Semua orang tiba-tiba saja terjebak sebagai kumpulan yang malang. 

Penumpang yang berdialog itu adalah seorang pemuda yang baru saja di-PHK gara-gara virus memaksa kapitalisme merasionalisasi ulang dirinya. Sedang si tukang becak adalah bapaknya.  

Membaca ini, saya teringat hidup saya sendiri. Virus celaka telah memaksa saya harus diam di rumah, tak terkecuali. Saya cemas sebab tak bisa menghasilkan uang tapi saya lebih hepi sebab mengalami rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun