Dia masuk secara cermat dalam sebuah lingkungan dimana gaya sepakbola tertentu dimainkan, tanpa menggoyang kestabilan tim. Lalu, dengan ide-ide yang sedikit berbeda, pelan-pelan ia memberikan identitasnya sendiri ke dalam tim."
Mister Sarri, sepertinya berbeda.
Ia terlihat ingin segera memberi identitas baru pada warisan Allegri yang telah memberi 4 scudetto beruntun, dua final Champions League yang gagal dan dua kali juara Supercopa Italia (2015 dan 2018). Sarri ingin Juventus bebas dari "cangkang lama", menempuh cara paling efektif dari adaptasi terhadap filosofi dan style-nya.
Tidak mudah, jelas saja.
Terlebih seperti amatir yang hanya pernah bermain untuk pertandingan antar kelas selama SMP-SMA dan membaca ulasan-ulasan sepakbola dari zaman koran Bola sama koran daring, yang rumit dari melupakan masa lalu justru ketika masa depan dipenuhi ketidakpastian dan kecemasan-yaiya kaliii! Huhuhu.
Maksud saya, tidakkah semua ini harga dari pilihan perubahan itu? Selalu saja ada tekanan dimana koreksi-koreksi terhadap sistem yang sedang memenuhi citra diri yang dikehendakinya di masa depan adalah pertanda dari sedang menjadinya sebuah kehendak berubah?
Pertanyaannya, pada situasi apa tekanan atau koreksi dari proses menjadi itu diberikan toleransinya? Ini pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh bos-bos Juventus dan Sarri sendiri. Fans urusannya bikin artikel sok tahu saja!
Yang dicemaskan Juventini seperti saya dan terjadi kepada Don Carlo Ancelotti baru-baru ini adalah, jangan sampai apa yang pernah diperingatkan Ruud Gullit kembali menjadi pilihan penguasa klub.
Hal mana disebabkan ketidaksabaran menghadapi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan atau ketidakberubahan.
Legenda Milan dan Timnas Belanda itu pernah bilang, buat apa bermain indah tapi tidak juara? Untuk apa menghibur kalau piala dibawa pulang rival? Untuk apa berkali-kali merasa gagah kalau hanya kepada masa lalu sendiri?
Eh, gimana-gimana?🤦♀️