Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Piala Super Italia, Sarriball, dan Konsekuensi Transisi

23 Desember 2019   10:42 Diperbarui: 24 Desember 2019   02:14 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemain Lazio merayakan gol ke gawang Juventus dalam laga Piala Super Italia 2019, Minggu (22/12/2019).(GIUSEPPE CACACE/AFP) via Kompas.com

Dia masuk secara cermat dalam sebuah lingkungan dimana gaya sepakbola tertentu dimainkan, tanpa menggoyang kestabilan tim. Lalu, dengan ide-ide yang sedikit berbeda, pelan-pelan ia memberikan identitasnya sendiri ke dalam tim." 

Mister Sarri, sepertinya berbeda. 

Ia terlihat ingin segera memberi identitas baru pada warisan Allegri yang telah memberi 4 scudetto beruntun, dua final Champions League yang gagal dan dua kali juara Supercopa Italia (2015 dan 2018). Sarri ingin Juventus bebas dari "cangkang lama", menempuh cara paling efektif dari adaptasi terhadap filosofi dan style-nya. 

Tidak mudah, jelas saja. 

Terlebih seperti amatir yang hanya pernah bermain untuk pertandingan antar kelas selama SMP-SMA dan membaca ulasan-ulasan sepakbola dari zaman koran Bola sama koran daring, yang rumit dari melupakan masa lalu justru ketika masa depan dipenuhi ketidakpastian dan kecemasan-yaiya kaliii! Huhuhu.

Maksud saya, tidakkah semua ini harga dari pilihan perubahan itu? Selalu saja ada tekanan dimana  koreksi-koreksi terhadap sistem yang sedang memenuhi citra diri yang dikehendakinya di masa depan adalah pertanda dari sedang menjadinya sebuah kehendak berubah? 

Pertanyaannya, pada situasi apa tekanan atau koreksi dari proses menjadi itu diberikan toleransinya? Ini pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh bos-bos Juventus dan Sarri sendiri. Fans urusannya bikin artikel sok tahu saja!

Yang dicemaskan Juventini seperti saya dan terjadi kepada Don Carlo Ancelotti baru-baru ini adalah, jangan sampai apa yang pernah diperingatkan Ruud Gullit kembali menjadi pilihan penguasa klub. 

Hal mana disebabkan ketidaksabaran menghadapi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan atau ketidakberubahan

Legenda Milan dan Timnas Belanda itu pernah bilang, buat apa bermain indah tapi tidak juara? Untuk apa menghibur kalau piala dibawa pulang rival? Untuk apa berkali-kali merasa gagah kalau hanya kepada masa lalu sendiri? 

Eh, gimana-gimana?🤦‍♀️

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun