“Kita makan bakso dulu yuk, terus ke supermarket, aku mau beli bedak.”
“Beli bedak?”
“Iya. Kulit wajahku rasanya kasar dan terlalu gelap. Mungkin suatu saat, aku perlu merawat tubuhku ke salon.”
“Oke Bos Putri. Apa sih yang enggak?”
Sebuah cubitan manja mendarat di pinggangku.
“Ngal, menurutmu, rambutku sebaiknya dibiar seperti ini atau dipotong agak pendek?”
Tanya yang meluncur pelan ketika kami berhadapan di dalam warung bakso yang ramai. Aku memang dipanggilnya Bengal, sedang dia kupanggil Putri. Nama yang kami berikan sebagai perlambang dua jiwa yang sedang berkasih mesra, sekurangnya di hatiku.
“Emang kenapa dengan potongan sekarang, Put. Kamu udah sempurna kok?”
“Aku merasa kuno. Kurang gaul, Ngal.”
“Iyaa, nanti dipotong pendek rambutnya.”
“Oh ya Ngal, kalau mataku hijau, mungkin terlihat lebih indah ya?”