“Aku pingsan?”
Wajah pemilik suara lembut hanya tersenyum. Tatapanya begitu hangat, cemasnya lenyap.
Aku melihat mata yang teduh dan lapang. Mata penuh tulus peduli menyelamatkan ketika seluruh dunia meletakkan aku di kategori jiwa-jiwa yang wajib dijauhi.
Mata yang menyandera mataku untuk selalu butuh.
***
“Haaaa!”
Tepukan dengan niat mengagetkan tiba di belakang pundakku. Aku membalik tubuh dan tersenyum.
“Maaf ya, kamu jadi harus menunggu.”
“Gak kok, guru matematika tadi memang gak masuk, tapi aku baru keluar kelas lima menit sebelum bel.”
“Oh. Jadi PR-nya belum dikumpul dong?”
“Mungkin besok.”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!