Matadewa juga menuturkan bahwa perpisahan adalah jalan untuk menjumpai sesuatu yang lebih baik, lebih substansiil. Sebab itu, sangat terbuka bahwa yang dimaksud adalah jalan menuju kerinduan yang lebih hakiki. Walau begitu, kau, kau tetap saja indah yang kukasihi dengan tulus. #Uhuui.
Matadewa jadi terbaca sebagai pengalaman yang kini dan yang abadi.Â
Ini seperti mengatakan, sebagaimana dari pengertian akan tradisi dari Hassan Hanafi, ia menghubungkan apa yang material (saat kau rebah di bahu kiriku, helai rambutmu halangi khusukku) sekaligus juga eksistensi yang spiritual (gemuruh ombak sadarkan sombongku. Ajaklah aku wahai sang perkasa).Â
Coba dengarkan baik-baik deh, lagu ini bicara tentang kehadiran yang transenden dalam kehadiran perempuan yang harus ditinggalkan: yang menangis tinggalkan diriku, yang menangis lupakanlah aku. Senja di hati!
Java Jive yang asal Bandung adalah salah satu band yang mampu solid melewati dua dasawarsa. Band ini adalah band zaman SMA yang lagu-lagunya cukup populer di zaman saya pernah mencoba mengirim coklat plus bunga mawar dari pot bunga milik tetangga yang ketika tiba di sasaran disangka kado ultah. Mampus dah!.
Permataku masih soal hubungan cinta sepasang kekasih. Ia bertutur tentang hubungan yang sudah bubar namun kenangan atasnya masih aktif meremuk. Ia bertutur ketidakmampuan untuk pindah hati sementara hari-harinya sudah penuh siksa. Hati memang bukan rumah kost, Bro.Â
Simak dah lirik pembukanya:
Harusnya aku berlari saja
Menghindari semua yang menimpa
Takkan kubiarkan diriku terus
Terlena dalam khayalku
Bila dibaca seksama, terlihat sekali kehendak yang gagal bertindak oleh jiwa yang diikat oleh kisah cinta yang tak jelas ujungnya. Kenangan masih kental menghisapnya kedalam rasa sakit dan ilusi. Tapi kok bertahan ya?
Sudah ngerti kan mengapa rasionalisme yang kering airmata akan lekas bunuh diri kalau berjumpa kondisi terpuruk seperti ini dan tak punya puisi untuk mengheningkan dirinya?