Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yogyakarta-Matadewa-Permataku; Meresapi Puitika dalam Lagu

21 Oktober 2016   11:57 Diperbarui: 21 Oktober 2016   18:35 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir semua lagu mereka berdaya puitis. Karena itu juga, sejak SMA sampai detik ini, mendengarkan lagu-lagu KLA adalah juga menenggelamkan diri pada pengertian-pengertian puitis akan kerinduan, gejolak cinta, patah hati, dan rasa peduli bersama. 

Joko Pinurbo pernah bilang, Yogya terbuat dari rindu, pulang dan angkringan. KLA menafsirkannya lebih getir. Simak saja pembuka dari lagu yang mendapatkan pernghargaan lagu terbaik BASF tahun 1991 itu. 

Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja

Yogyakarta adalah kerinduan yang tak lagi menemukan subyek yang pernah menulis cerita indah bersama lalu mengabadikan nostalgia. Tapi Yogya bukan saja sosok, kota ini juga adalah pengalaman akan ruang dengan ramai kaki lima (angkringan) juga musisi jalanan.

Yogya adalah pengalaman akan nyaman masa lalu yang kini menjadi panggilan meresapi getirnya kenangan. Kau boleh katakan, dari lagu itu, Yogya yang pernah berhati nyaman kini adalah ruang hidup yang mengawetkan "memoria passionis", memori penderitaan. Duh, kok kayak faktual ya?

Lirik pembuka di atas jelas puitis. Ia bukan saja membuat perasaan-perasaan memiliki metafor namun juga membuat ruang berbicara: ada rindu kita yang disimpan sepi pada ramai Malioboro, wahai mantan! #eh 

Yogyakarta dalam tutur puitis gaya KLA belum ada tandingannya sampai detik ini, bagi saya. Doel Sumbang memang pernah menutur Yogyakarta yang juga romantis. Tapi Doel bicara tentang kebahagiaan yang dititipkan pada Yogyakarta, khususnya Malioboro. Liriknya juga cukup puitis, seperti: ada sajak yang indah di Malioboro, sajak cinta tentang engkau dan aku.

Sajak cinta yang mereka miliki bersama kenangan atas goreng pisang panas dan gelar tikar di bawah ubun-ubun Yogyakarta.

Tutur puitika dalam Yogyakarta-KLA memberikan pengertian yang segar tentang pengalaman kebertubuhan manusia (dengan segenap desak emosinya) pada sebuah ruang yang bukan merupakan obyek pasif. Ruang itu bicara dalam desak emosi.

Dengan kata lain, manusia dan ruang saling membentuk diri. 

Belum yakin juga nih Mblo?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun