Dengan demikian polisi virtual adalah sistem yang dibangun untuk menempatkan proses hukum dari pelaksanaan UU ITE sebagai jalan terakhir (ultimum remedium).
Kehadiran polisi virtual agar dapat melindungi masyarakat dari konten-konten yang memicu perselisihan di antara anak bangsa yang seharusnya tidak perlu terjadi, yang tidak produktif dan hanya mengganggu ketertiban masyarakat, sekaligus untuk mencegah terjadinya konflik yang meluas.
Namun bila memang para pelanggar ketertiban itu tidak juga menjadi jera dan selalu saja mengulangi perbuatannya, maka wacana revisi UU ITE mungkin dapat menjadi cara menemukan solusi dengan memberi hukuman yang lebih keras, tegas dan presisi kepada para pembuat dan penyebar ujaran kebencian, fitnah dan berita palsu (hoax) yang mengarah kepada perpecahan dan konflik yang bersifat horizontal maupun vertikal.
Semoga para pengguna media sosial di Indonesia menjadi semakin bijak, cerdas, dan memiliki literasi digital yang lebih baik.
Semoga pula wakil rakyat melalui badan legislasi yang ada bisa berpikir jernih mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, dengan mengesampingkan ego pribadi dan kelompok masing-masing.Â
Salam kebajikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H