3. Media sosial digunakan untuk mengungkapkan emosi pribadi.
Contoh lain penggunaan media sosial secara berlebihan adalah menjadikannya sebagai sarana pelampiasan emosi, rasa kesal, marah, sentimen, benci, dan sebagainya yang semestinya tidak pantas untuk diumbar di muka umum pada platform yang bersifat terbuka di mana semua orang bisa membacanya.Â
Hal ini berlaku bagi siapa pun, terlebih bagi para pejabat publik, tokoh masyarakat, dan tokoh agama yang menjadi sosok teladan (public figur) bagi masyarakat.Â
Dalam hal ini mungkin anda pernah menemui akun media sosial semacam itu, yang suka mencurahkan isi hati atau curhat, mengungkapkan persoalan pribadinya pada status Facebook, Twitter, dsb. Kalau menurut pandangan penulis, bisa saja pemilik akun adalah orang yang sedang terganggu kondisi emosionalnya, sangat tertekan, sehingga terobsesi menggunakan media sosial secara berlebihan yang akhirnya lepas kendali dan tidak mampu menjaga kehormatannya sendiri.
4. Mencari uang dengan menipu atau menyebarkan berita bohong (hoax).
Mungkin anda juga pernah melihat unggahan atau postingan sebuah akun media sosial yang membagikan foto orang terluka, atau yang memiliki kekurangan fisik, dsb. kemudian pada akhir postingan tersebut biasanya si penyebar meminta untuk diberi tanda suka dengan provokasi seperti misalnya:
"Adakah yang sudi aminkan doa anak ini. Semoga yang like dan komen amin ibunya akan masuk surga."Â
Hasilnya, postingan tersebut pun mendapatkan ratusan ribu tanda suka "like" dan juga "amin".
Dalam banyak kasus, postingan  yang sudah mendapatkan banyak tanda disukai itu ternyata nantinya untuk dijual, yang kemudian akan diganti misalnya dengan foto-foto barang dagangan tertentu sehingga timbul kesan seolah-olah produk tersebut disukai oleh banyak orang. Hal ini pernah terungkap dari sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh seorang netizen (Sumber: Fimela.com).
5. Media sosial digunakan untuk menyampaikan pandangan ideologi.
Dalam hal ini beberapa di antara pengguna media sosial ada yang membagikan pandangan melalui akun media sosial berupa meme, opini, atau apa pun itu yang membawa pesan ideologi. Selama tidak melanggar norma susila dan ketentuan hukum, tidak mengarahkan terjadinya perpecahan maka hal tersebut sah dilakukan.