a. Pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat, yaitu kegiatan atau usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak buah secara langsung, dan harus dilakukan sendiri oleh pimpinan organasasi
b. Pengawasan Fungsional, merupakan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintan maupun ekstern perintah. Yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peratuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengawasan Eksternal
      Pengawasan eksternal adalah suatu bentuk pengawasan yang berasal dari luar lingkungan pemerintah sehingga antara pengawas dan pihak yang diawasi tidak ada hubungan kedinasan, lembaga yang melakukan pengawasan antara lain : DPR/DPRD dan BPK.
      BPK sebagai Auditor Eksternal The founding fathers artinya Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sebagai lembaga pengawas eksternal dari pemerintah, untuk mendukung fungsi pengawasan lembaga perwakilan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebagai bentuk nyata peran BPK sebagai auditor eksternal adalah dalam lima tahun terakhir, upaya untuk meningkatkan transparansi merupakan salah satu hal yang menonjol, dimana bos-bos bank umum dan bank sentral bisa dibui. Berbagai kasus korupsi kelas kakap juga terungkap bahkan BPK telah mengungkap banyak kasus yang menunjukkan buruknya pengelolaan keuangan negara seperti kasus YPPI dan BI serta tersebarnya rekening liar bernilai puluhan triliun rupiah.
Kasus lain hasil temuan BPK antara lain selama deposito pejabat negara dari berbagai bank yang menyimpan uang negara Rp 8,54 miliar. Sedangkan pada tahun 2005 BPK menyelamatkan uang negara setidaknya Rp 3 triliun atas 957 rekening perorangan pejabat negara yang menyimpan uang negara pada berbagai bank dengan total Rp 20,44 triliun. Sempat terjadi perseteruan antara BPK dangan Mahkamah Agung (MA) yang disebabkan oleh MA enggan biaya perkata diaudit oleh BPK, dalam perkara ini sikap publik mendukung BPK mengaudit biaya perkara MA dan publik justru mencaci sikap ketua MA Bagir Manan tersebut. Ketua BPK yang pada saat itu dipegang oleh Anwar Nasution telah mengambil keputusan yang tepat perihal kasus tersebut, yakni meminta semua lembaga negara dan lembaga publik bersedia diaudit aspek keuangannya oleh BPK. Menurut BPK biaya perkara yang dipungut MA tergolong sebagai penerimaan negara bukan pajak, yang harus disetorkan ke kas negara sehingga pengelolaannya harus diawasi ketat oleh BPK sebab sebelumnya MA juga menolak mekanisme pengawasan yang hendak dilakukan Komisi Yudisial.
Hasil pemeriksaan eksternal akan menjadi bahan bagi lembaga perwakilan untuk melakukan pengawasan terhadap cara pemerintah mempergunakan anggaran pertimbangan dalam penyusunan anggaran (budgeting) tahun berikutnya. Perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23E ayat (1) menegaskan posisi BPK sebagai satu-satunya Auditor eksternal. Bertolak dari kenyataan tersebut sangat masuk akal bila ketua BPK melaporkan MA ke Mahkamah Konstitusi. Hal itu harus dimerngerti mengingat MA menyandang status sebagai benteng penegakan hukum terakhir. Sebaliknya kita tak habis mengerti dengan sikap MA yang justru bertolak belakang dangan upaya penegakan aturan dalam pengelolaan pengaturan keuangan negara. Dalam penghitungan ICW terhadap laporan tahunan MA antara tahun 2005-2007 ditemukan sejumlah uang Rp 31,1 Milyar yang sepatutnya ada pertanggungjawaban secara jelas. Sementara pihak panitera MA menyebutnya hanya mendapatkan Rp 1,5 Milyar per tahun.
BPK berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah, maka keberadaan BPK bersifat independen. Kedudukan konstitusional BPK semakin diperkuat dengan perubahan ketiga UUD1945 Pasal 23E,23F dan 23G perubahan UUD 1945 tersebut khususnya tentang BPK membawa beberapa perubahan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuaangan negara, yang sebelumnya hanya memeriksa tanggung jawab keuangan negaran saja dengan perubahan di atas BPK tidak hanya menguji laporan pertanggungjawaban keuangan negara oleh pemerintah secara formil dan dari jauh. Namun juga memeriksa pengelolaan keuangan negara secara materiil dan dari dekat di tempat terjadinya pelaksanaan kegiatan. Mitra kerja BPK juga diperluas tidak hanya DPR namun juga DPD dan DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota.
      Secara umum tanggung jawab BPK sesuai Pasal 23E UUD 1945 adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Namun pada dasarnya fungsi dan tanggung jawab dari BPK dapat dilihat sebagai berikut :
a. Meningkatkan Efektivitas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan dan Memenuhi Harapan Pemangku Kepentingan
      Pengelolaan keuangan negara yang baik adalah pengelolaan keuangan negara yang dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikelola secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. BPK dalam meningkatkan perannya untuk mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang baik berupaya untuk membangun komunikasi dua arah secara efektif kepada semua pemangku kepentingan. Komunikasi efektif mencakup adanya pengelolaan informasi yang jelas dan akurat, pilihan media komunikasi yang tepat dan penerimaan informasi yang baik bagi semua pemangku kepentingan. Komunikasi yang efektif menitikberatkan kepada proses pendidikan kepada publik (public awareness) untuk dapat memahami kedudukan, peranan dan hasil pemeriksaan BPK. Dengan demikian, BPK dapat menyajikan informasi yang akurat mengenai mutu pengelolaan keuangan negara dan dapat menjaring serta menerima umpan balik informasi dari publik untuk perbaikan kualitas proses bisnis BPK. Melalui sasaran strategis ini BPK mengharapkan adanya kontribusi dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan mempercepat upaya perbaikan mutu pengelolaan keuangan negara secara komprehensif.
b. Meningkatkan Fungsi Manajemen Pemeriksaan
       Manajemen pemeriksaan mencakup kegiatan perencanaan strategis pemeriksaan, perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan untuk seluruh jenis pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK. Melalui sasaran strategis ini, BPK melakukan upaya pengendalian mutu pemeriksaan yang sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara dan kode etik serta sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. Sasaran strategis ini juga meliputi upaya peningkatan cakupan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Melalui pelaksanaan pemeriksaan yang terintegrasi, BPK berkomitmen untuk meningkatkan fungsi manajemen pemeriksaan melalui pelaksanaan pemeriksaan yang lebih efisien dan efektif melalui pemanfaatan biaya pemeriksaan yang optimal dengan memanfaatkan teknologi informasi. Pemeriksaan yang dikelola dengan baik akan memberikan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan dan bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan.
c. Meningkatkan Mutu Pemberian Pendapat dan Pertimbangan
      BPK dapat memberikan pendapat kepada para pemangku kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjannya. Pendapat yang diberikan dapat berupa perbaikan kebijakan dan tata kelola di bidang pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Di samping itu, BPK juga dapat memberikan pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Kewenangan BPK dalam memeriksa pengelolaan keuangan negara memungkinkan BPK memiliki data dan informasi keuangan negara yang diperlukan dalam memberikan pendapat dan pertimbangan yang diperlukan oleh para pemangku kepentingan.
d.Meningkatkan Percepatan Penetapan Tuntutan Perbendaharaan dan Pemantauan Penyelesaian Ganti Kerugian Negara
      Kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik secara sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. BPK melakukan pemantauan atas penyelesaian ganti kerugian negara di seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan BUMN/BUMD.
Melalui sasaran strategis ini BPK ingin memastikan proses penetapan kerugian negara yang disebabkan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain dilakukan secara lebih cepat dengan memperhatikan peraturan yang berlaku. Di samping itu, BPK akan berupaya untuk dapat menyajikan database status penyelesaian ganti kerugian negara yang lengkap, akurat dan tepat waktu sehingga dapat menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian negara.
e. Meningkatkan Efektivitas Penerapan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu
       Sebagai lembaga profesi BPK dituntut untuk terus meningkatkan (1) kapasitas kelembagaan, (2) kompetensi pelaksananya sesuai dengan perkembangan dunia pemeriksaan, dan (3) hasil pemeriksaan yang bebas dari kesalahan, yang sejalan dengan kebutuhan pemangku kepentingan yang terus berubah. Melalui sasaran strategis ini, BPK berupaya untuk melaksanakan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM) secara konsisten dan berkesinambungan.
f.Pemenuhan dan Harmonisasi Peraturan di Bidang Pemeriksaan Keuangan Negara
      Dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK berwenang untuk merumuskan aturan-aturan pelaksanaan yang diperlukan untuk memastikan pelaksanaan kewenangan yang ada. Kewenangan BPK sebagaimana tertuang dalam peraturan perundangan-undangan antara lain mencakup kewenangan mengakses semua data dan informasi yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara serta mengatur perangkat yang diperlukan dalam melaksanakan pemeriksaan. Melalui sasaran strategis ini BPK bertekad untuk menyelesaikan aturan pelaksanaan yang dibutuhkan dan terlibat secara aktif dalam proses harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara.
g.Meningkatkan Mutu Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
      Semua tugas dan wewenang BPK harus terakomodasi dalam suatu struktur organisasi efektif yang dilengkapi dengan perangkat organisasi sebagaimana diperlukan. Melalui sasaran strategis ini BPK berupaya untuk memiliki organisasi yang fleksibel dengan komposisi hemat struktur dan kaya fungsi serta dilengkapi dengan pedoman kerja yang jelas untuk memastikan standar kualitas kerja yang tinggi.
h.Meningkatkan Kompetensi SDM dan Dukungan Manajemen
      Sebagai organisasi yang bertumpu pada kecakapan dan keahlian, SDM merupakan aset terpenting BPK. Oleh sebab itu, penambahan jumlah pemeriksa dan pengembangan kemampuan serta kompetensi pegawai BPK menjadi prioritas utama untuk dapat mencapai hasil pemeriksaan yang berkualitas. Selain itu, BPK perlu menyediakan suatu lingkungan kerja yang kondusif, untuk menarik orang-orang terbaik di bidangnya, termasuk melalui peningkatan kesejahteraan pegawai. Melalui sasaran strategis ini, BPK berupaya untuk menyusun dan mengimplementasikan manajemen sumber daya manusia yang komprehensif dan terintegrasi.
i. Meningkatkan Pemenuhan Standar dan Mutu Sarana dan Prasarana
     Kinerja BPK yang tinggi perlu didukung dengan tersedianya fasilitas kerja yang memadai sesuai dengan standar sarana dan prasarana kerja. Melalui sasaran strategis ini, BPK secara khusus berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi melalui penyediaan infrastruktur dan jaringan yang mendukung pelaksanaan seluruh kegiatan BPK. Selain itu, BPK akan terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana kerja lainnya untuk seluruh unit organisasi BPK.
j.Meningkatkan Pemanfaatan Anggaran
     Sebagai pelaksana anggaran negara BPK tidak lepas dari kewajiban untuk mengelola keuangan negara secara efisien, efektif, dan ekonomis dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi. Melalui sasaran strategis ini BPK berupaya untuk meningkatkan kualitas, ketertiban, dan kepatuhan proses perencanaan, penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran BPK sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di samping pertanggungjawaban anggaran, sasaran strategis ini difokuskan pada pemanfaatan anggaran secara optimal dalam rangka peningkatan kinerja BPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
      BPK memiliki sebuah wewenang yaitu lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam UUD RI tahun 1945. BPK bertugas memeriksa dan bertanggungjawab keuangan Negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang hasil pemeriksaannya diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya untuk ditindaklanjuti. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama satu bulan sejak diketahui adanya unsure pidana tersebut untuk dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni:
1. Pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.