Kedua pedang pusaka yang beradu itu mengeluarkan percikan bunga-bunga api. Suara yang ditimbulkan memekakan telinga, dan energi yang terpancar keluar sanggup melemparkan benda-benda di sekitarnya.
Tentu saja kanjeng terkejut bukan main karena ternyata dia yang sudah menjadi seorang ahli pedang sebelum Lintang lahir, dibuat kewalahan. Pedangnya patah ketika tadi beradu tenaga dalam. Untungnya, selama di Lembah Gunung Pegat ia telah berlatih secara aneh dan hebat sehingga bisa memiliki kekuatan yang tidak lumrah manusia biasa. Biar pun terdesak, ia selalu dapat bergerak cepat, menghindar diri dengan meloncat ke sana ke mari, mengelak terus karena tidak berani menangkis dengan pedangnya yang tinggal sepotong.
Sepanjang pertempuran, Kanjeng Wotwesi yang semula menganggap remeh kini mulai menyadari betapa lawannya kali ini berbeda dengan para petarung ulung yang pernah ia hadapi sebelumnya.
Malam itu dunia pun terkejut, seolah tak percaya tatkala Lintang berhasil memukul roboh Kanjeng Wotwesi di kandangnya sendiri.
Satu per satu pengikut Kanjeng Wotwesi tergeletak di tanah dengan besimbah darah. Mereka rupanya masih menanti-nanti munculnya Iblis Muka Gedek, karena mereka yakin musuh-musuh itu bukan tandingan Iblis Muka Gedek apabila dia nanti muncul.
Yang mereka nanti-nanti akhirnya muncul juga. Iblis Muka Gedek berdiri dari jarak lima meter tepat di depan Lintang. Ia menerima seluruh bencana berdarah itu dengan sikap dingin saja.
Semua orang memandang dengan hati tegang dan membuat suasana menjadi begitu hening, maka ketika iblis itu berteriak, suaranya terdengar melengking mengoyak malam, membuat bulu tengkuk berdiri.
Pertempuran dahsyat segera terjadi. Orang-orang hanya bisa menyaksikan bayangan tubuh dan kilatan-kilatan pedang yang secepat kilat. Tidak lama kemudian pertempuran itu berhenti. Tampak darah menyembur dari beberapa bagian tubuh Iblis Muka Gedek. Sebelah lengannya putus. Tubuh iblis itu jatuh terguling ke bumi.
"Mana bisa aku mati!" keluar rasa ponganya. Sambil terengah-engah dan dengan susah payah, iblis itu kembali berdiri. Beberapa bagian tubuh yang putus kembali tersambung.
Pertempuran hebat kembali terjadi. Semua orang perlahan-lahan menjauh dari arena pertempuran maut itu. Setelah berlangsung puluhan jurus, baik Lintang maupun Iblis Muka Gedeg kini tampak terengah-engah.
Akan tetapi, malang bagi Iblis Muka Gedeg, selain penuh luka, kali ini senjata tongkat bambu pusakanya terpelanting entah ke mana. Topeng gedek yang menutupi mukanya terlepas.