"Ampuni kami. Saya akan sembah kanjeng!"
"Aku tidak butuh kamu sembah. Aku pernah memberi suamimu seribu kilogram emas! Kembalikan itu maka nyawa anakmu akan selamat!"
"Tapi emas itu sudah dibagi-bagi oleh suami saya ke semua adik-adiknya!"
"Aku tidak mau tahu! pada saat aku dulu terusir dari kampung halamanku, putri kesayanganku terbunuh, pengikutku dibantai habis. Apakah suamimu mau tahu? Apa kamu dan anak-anakmu mau tahu?"
Tampak wajah layu dan mata sayu yang menunjukkan keputusasaan luar biasa dalam diri perempuan itu. "Tapi Kanjeng juga sudah merampas Pendopo Emas dan membunuh banyak keluarga saya!" keluhnya lirih.
"Belum semuanya! Belum semuanya!"
Pertahanan perempuan itu pun goyah sehingga akhirnya tergeletak di lantai, tak sadarkan diri.
***
Malam yang sunyi membawanya keluar kamar, duduk bersandar pada kursi malas di taman. Bunga-bunga yang nampak sedang bermekaran itu menawarkan rasa persahabatan, apalagi dengan menebarkan bau harum, terasa mengundang kunang-kunang untuk datang bercengkrama.
Kebo Klebat berandai-andai menjadi kunang-kunang, lalu turut bermain bersama mereka. Mulut mereka komat-kamit, mendendangkan nyanyian tentang sejuta kerinduan.
'Jatuh hati padamu