"Pertanyaan bagus. Saya lama menyelami pertanyaan itu. Apakah praktek, 'Cancut Taliwondo', harus lebih dominan daripada teori, agar jangan sampai ada sindiran sinis yang bilang 'Kakehan gludhuk, ora udan', atau sebaliknya apakah teori harus lebih banyak daripada praktek, yang membuat orang harus memiliki pertimbangan matang sebelum melakukan tindakan. Yang jelas, dalam kehidupan ini dibutuhkan apa yang disebut sebagai kecerdasan spiritual. Hidup ini tidak cukup hanya dengan mengandalkan ketangkasan dan keterampilan fisik saja. Sebuah modal yang lebih penting yaitu yang berbasiskan spiritualitas. Disitulah letak keseimbangan antara praktek dan teori!"
Hening. Mereka mencoba meresapi kata demi kata yang membuat kepala mereka kini terasa lebih berat.
"Kami jadi ingat Gala. Biasanya dia yang menjabarkan ulang penjelasan guru yang bagi kami cukup sulit dipahami!"
"Ya, kami juga merasa kehilangan dengan kepergian Gala. Meskipun hanya sebagai anak angkat, tapi saya dan Guru Arum sudah menganggapnya seperti anak sendiri!" Selama ini mereka sudah berusaha mencari dan memasang telinga baik-baik untuk menyerap segala informasi yang mungkin bisa mengungkap di mana keberadaan anak itu.
"Mudah-mudahan saja dia sukses mempelajari kitab pusaka itu!" harap seorang murid bernada sinis.
"Tapi masalahnya, itu bukan Gala seperti yang selama ini kita kenal. Dia tidak mungkin mencuri. Pasti ada orang yang menghasutnya!" timpal murid yang lain.
"Saya tidak mempersoalkan kitab itu," sahut Lintang, "Tapi yang saya pikirkan adalah jika dunia persilatan tahu bahwa anak itu memiliki kitab pusaka Sakti Mandraguna, nyawanya pasti bakal terancam, dan yang lebih berbahaya lagi, jika kitab pusaka itu jatuh ke tangan orang jahat!"
Mereka semua belum tahu jika Gala sudah lama tewas. Tidak ada seorang pun yang bakal bisa menemukan, karena mayatnya dikubur di tengah hutan.
***
Di bagian bumi yang lain, upacara rutin bulanan sedang berlangsung. Penulisan mantra untuk jimat, pelantikan anggota baru, dan akan ditutup dengan ceramah Kanjeng Wotwesi. Perkumpulan Intijiwo menyembelih puluhan ayam dan menanak puluhan kilogram beras, yang nantinya akan dibagi-bagikan secara cuma-cuma kepada semua pengunjung.
Bulan bulat sempurna di atas Lembah Gunung Pegat. Malam itu jauh lebih ramai dibanding malam-malam biasanya. Penginapan-penginapan penuh. Warung-warung dadakan berjajar di sepanjang jalan.